8 Kebohongan Seorang Ibu
Ibuku
Seorang Pembohong ? Sukar untuk orang lain percaya, tapi itulah yang
terjadi, ibu saya memang seorang pembohong !! Sepanjang ingatan saya
sekurang-kurangnya 8 kali ibu membohongi saya. Saya perlu
catatkan segala pembohongan itu untuk dijadikan renungan Anda sekalian.
Palesshop Dot Kom say thanks bagi yang merasa menulis artikel ini...
Cerita ini bermula ketika saya masih kecil. Saya lahir sebagai seorang
anak lelaki dalam sebuah keluarga sederhana. Makan minum serba
kekurangan.
*) PEMBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Kami sering
kelaparan. Adakalanya, selama beberapa hari kami terpaksa makan ikan
asin satu keluarga. Sebagai anak yang masih kecil, saya sering
merengut. Saya menangis, ingin nasi dan lauk yang banyak. Tapi ibu
pintar berbohong. Ketika makan, ibu sering membagikan nasinya untuk
saya. Sambil memindahkan nasi ke mangkuk saya, ibu berkata : ”Makanlah
nak ibu tak lapar.”
*) PEMBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Ketika saya mulai besar, ibu yang gigih sering meluangkan waktu
senggangnya untuk pergi memancing di sungai sebelah rumah. Ibu berharap
dari ikan hasil pancingan itu dapat memberikan sedikit makanan untuk
membesarkan kami. Pulang dari memancing, ibu memasak ikan segar yang
mengundang selera. Sewaktu saya memakan ikan itu, ibu duduk di samping
kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang bekas
sisa ikan yang saya makan tadi. Saya sedih melihat ibu seperti itu. Hati
saya tersentuh lalu memberikan ikan yg belum saya makan kepada ibu.
Tetapi ibu dengan cepat menolaknya. Ibu berkata : “Makanlah nak, ibu tak
suka makan ikan.”
*) PEMBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Di
awal remaja, saya masuk sekolah menengah. Ibu biasa membuat kue untuk
dijual sebagai tambahan uang saku saya dan abang. Suatu saat, pada
dini hari lebih kurang pukul 1.30 pagi saya terjaga dari tidur. Saya
melihat ibu membuat kue dengan ditemani lilin di hadapannya. Beberapa
kali saya melihat kepala ibu terangguk karena ngantuk. Saya berkata :
“Ibu, tidurlah, esok pagi ibu kan pergi ke kebun pula.” Ibu tersenyum
dan berkata : “Cepatlah tidur nak, ibu belum ngantuk.”
*) PEMBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT
Di akhir masa ujian sekolah saya, ibu tidak pergi berjualan kue seperti
biasa supaya dapat menemani saya pergi ke sekolah untuk turut
menyemangati. Ketika hari sudah siang, terik panas matahari mulai
menyinari, ibu terus sabar menunggu saya di luar. Ibu seringkali saja
tersenyum dan mulutnya komat-kamit berdoa kepada allah agar saya lulus
ujian dengan cemerlang. Ketika lonceng berbunyi menandakan ujian sudah
selesai, ibu dengan segera menyambut saya dan menuangkan kopi yang sudah
disiapkan dalam botol yang dibawanya. Kopi yang kental itu tidak dapat
dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih kental. Melihat
tubuh ibu yang dibasahi peluh, saya segera memberikan cawan saya itu
kepada ibu dan menyuruhnya minum. Tapi ibu cepat-cepatmenolaknya dan
berkata : “Minumlah nak, ibu tidak haus !!”
*) PEMBOHONGAN IBU YANG KELIMA
Setelah ayah meninggal karena sakit, selepas saya baru beberapa bulan
dilahirkan, ibulah yang mengambil tugas sebagai ayah kepada kami
sekeluarga. Ibu bekerja memetik cengkeh di kebun, membuat sapu lidi dan
menjual kue-kue agar kami tidak kelaparan. Tapi apalah daya seorang ibu.
Kehidupan keluarga kami semakin susah dan susah. Melihat keadaan
keluarga yang semakin parah, seorang tetangga yang baik hati dan tinggal
bersebelahan dengan kami, datang untuk membantu ibu. Anehnya, ibu
menolak bantuan itu. Para tetangga sering kali menasihati ibu supaya
menikah lagi agar ada seorang lelaki yang menjaga dan mencarikan nafkah
untuk kami sekeluarga. Tetapi ibu yang keras hatinya tidak mengindahkan
nasihat mereka. Ibu berkata : “Saya tidak perlu cinta dan saya tidak
perlu laki-laki.”
*) PEMBOHONGAN IBU YANG KEENAM
Setelah
kakak-kakak saya tamat sekolah dan mulai bekerja, ibu pun sudah tua.
Kakak-kakak saya menyuruh ibu supaya istirahat saja di rumah. Tidak lagi
bersusah payah untuk mencari uang. Tetapi ibu tidak mau. Ibu rela pergi
ke pasar setiap pagi menjual sedikit sayur untuk memenuhi keperluan
hidupnya. Kakak dan abang yang bekerja jauh di kota besar sering
mengirimkan uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, pun begitu ibu
tetap berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malah ibu mengirim
balik uang itu, dan ibu berkata : “Jangan susah-susah, ibu ada uang.”
*) PEMBOHONGAN IBU YANG KETUJUH
Setelah lulus kuliah, saya melanjutkan lagi untuk mengejar gelar
sarjana di luar negeri. Kebutuhan saya di sana dibiayai sepenuhnya oleh
sebuah perusahaan besar. Gelar sarjana itu saya sudahi dengan cemerlang,
kemudian saya pun bekerja dengan perusahaan yang telah membiayai
sekolah saya di luar negeri. Dengan gaji yang agak lumayan, saya berniat
membawa ibu untuk menikmati penghujung hidupnya bersama saya di luar
negeri. Menurut hemat saya, ibu sudah puas bersusah payah untuk kami.
Hampir seluruh hidupnya habis dengan penderitaan, pantaslah kalau
hari-hari tuanya ibu habiskan dengan keceriaan dan keindahan pula.
Tetapi ibu yang baik hati, menolak ajakan saya. Ibu tidak mau
menyusahkan anaknya ini dengan berkata ; “Tak usahlah nak, ibu tak bisa
tinggal di negara orang.”-
*) PEMBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN
Beberapa tahun berlalu, ibu semakin tua. Suatu malam saya
menerima berita ibu diserang penyakit kanker di leher, yang akarnya telah
menjalar kemana-mana. Ibu mesti dioperasi secepat mungkin. Saya yang
ketika itu berada jauh diseberang samudera segera pulang untuk menjenguk
ibunda tercinta. Saya melihat ibu terbaring lemah di rumah sakit,
setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap
wajah saya dengan penuh kerinduan. Ibu menghadiahkan saya sebuah
senyuman biarpun agak kaku karena terpaksa menahan sakit yang menjalari
setiap inci tubuhnya.
Saya dapat melihat dengan jelas betapa
kejamnya penyakit itu telah menggerogoti tubuh ibu, sehingga ibu menjadi
terlalu lemah dan kurus. Saya menatap wajah ibu sambil berlinangan air
mata. Saya cium tangan ibu kemudian saya kecup pula pipi dan dahinya.
Di saat itu hati saya terlalu pedih, sakit sekali melihat ibu dalam
keadaan seperti ini. Tetapi ibu tetap tersenyum dan berkata : “Jangan
menangis nak, ibu tak sakit.”
Setelah mengucapkan pembohongan
yang kedelapan itu, ibunda tercinta menutup matanya untuk terakhir kali.
Dibalik kebohongannya, tersimpan cintanya yang begitu besar bagi
anak2nya. Anda beruntung karena masih mempunyai orangtua. Anda boleh
memeluk dan menciumnya. Kalau orangtua anda jauh dari mata, anda boleh
menelponnya sekarang, dan berkata, “Ibu/Ayah, saya sayang ibu/ayah.”
Tapi tidak saya lakukan, hingga kini saya diburu rasa bersalah yang amat
sangat karena biarpun saya mengasihi ibu lebih dari segala-galanya,
tapi tidak pernah sekalipun saya membisikkan kata-kata itu ke telinga
ibu, sampailah saat ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.Ibu,
maafkan saya. Saya sayang ibu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar