Senin, 21 Januari 2013

Pengertian Birokrasi


Pengertian Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public sector, public service atau public administration.

Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten. Kamus akademi Perancis memasukan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memeperebutkan diri untuk mereka sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.

Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam Setiwan,1998).

Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan
Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai
Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, da
Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected).

Berbicara soal birokrasi, tidak bisa lepas dari konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, dalam karyanya ”The Theory of Economy and Social Organization”, yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model ini yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi berbagai negara, termasuk di Indonesia, walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan.

Weber membangun konsep birokrasi berdasar teori sistem kewarganegaraan yang dikembangkannya. Ada tiga jenis kewenangan yang berbeda. Kewenangan tradisional (traditional authority) mendasarkan legitimasi kewenangan pada tradisi yang diwariskan antar generasi. Kewenangan kharismatik (charismatic authority) mempunyai legitimasi kewenangan dari kualitas pribadi dan yang tinggi dan bersifat supranatural. Dan, kewenangan legal-rasional (legal-rational authority) mempunyai legitimasi kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan.

Dalam analisis Weber, organisasi “tipe ideal” yang dapat menjamin efisiensi yang tinggi harus mendasarkan pada otoritas legal-rasional., Weber mengemukakan konsepnya tentang the ideal type of bureaucracy dengan merumuskan ciri-ciri pokok organisasi birokrasi yang lebih sesuai dengan masyarakat modern, yaitu:
  • A hierarchical system of authority (sistem kewenangan yang hierakis) 
  • A systematic division of labour (pembagian kerja yang sistematis) 
  • A clear specification of duties for anyoneworking in it (spesifikasi tuhas yang jelas) 
  • Clear ang systematic diciplinary codes and procedures (kode etik disiplin dan prosedur yang jelas serta sistematis) 
  • The control of operation through a consistent system of abstrac rules (kontrol operasi melalui sistem aturan yang berlaku secara konsisten) 
  • A consistent applications of general rules to specific cases (aplikasi kaidah-kaidah umum kehal-hal  pesifik  dengan  konsisten) 
  • The selection of emfloyees on the basic of objectively determined qualivication (seleksi pegawai yang didasarkan pada kualifikasi standar yang objektif) 
  • A system of promotion on the basis of seniority or merit, or both (sistem promosi berdasarkan senioritas atau jasa, atau keduanya)
Secara filosofis dalam paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional dengan mengedepankan mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang ditetapkan pemerintahan.

Dalam pandangan Weber, birokrasi berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada unsur subyektivitas yang masuk dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya impersonalitas: melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan yang ada di dalamnya.
Berbeda dengan konsep birokrasi yang digagas oleh Hegel dan Karl Marx. Keduanya mengartikan birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial.

Hegel berpendapat birokrasi adalah medium yang dapat dipergunakan untuk menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan general (umum). Sementara itu teman seperjuangannya, Karl Marx, berpendapat bahwa birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-kelas sosial lainnya, dengan kata lain birokrasi memihak kepada kelas partikular yang mendominasi tersebut.
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya. Ditinjau dari sudut etimologi, maka perkataan birokrasi berasal dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya meja atau kantor dan kratia artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dari meja ke meja. Max Weber memandang Birokrasi sebagai suatu istilah kolektif bagi suatu badan yang terdiri atas pejabat-pejabat atau sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta pengaruhnya dapat dilihat pada semua macam organisasi.
Secara teoritis birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik, namun dalam prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam. Birokrasi juga dapat dibedakan dengan dua tipe, yaitu tipe birokrasi klasik dan birokrasi perilaku.
Dalam pemerintahan, kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah atau para birokrat yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara dan harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. Birokrasi dalam hal ini mempunyai tiga arti, yaitu :
1.    Sebagai tipe organisasi yang khas;
2.    Sebagai suatu sistem;
3.    Sebagai suatu tatanan jiwa tertentu dan alat kerja pada organ negara untuk mencapai tujuannya.
Fritz Morstein Marx mengatakan (terjemahan) :
“bahwa tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah yang modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah”.

Birokrasi juga dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang dilakukan banyak orang, birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi untuk mencapai tugas-tugas administrasi besar dengan cara mengkoordinasi secara sistematis atau teratur pekerjaan dari banyak orang. Birokrasi sebagai suatu sistem kerja dimaksudkan sebagai sistem kerja yang berdasarkan atas tata hubungan kerja sama antara jabatan-jabatan secara langsung mengenai persoalan yang formil menurut prosedur yang berlaku dan tidak adanya rasa sentimen tanpa emosi atau pilih kasih, tanpa pamrih dan prasangka.

Apa yang ingin ditonjolkan disini adalah suatu tata hubungan antara jabatan-jabatan, pejabat-pejabat, unit instansi dan departemen pemerintahan. Dalam tata hubungan ini, bagaimana suatu penyampaian gagasan, rencana, perintah, nilai-nilai, perasaan dan tujuan dapat diterima dengan baik oleh pihak lain sebagai penerima dengan cara penyampaiannya harus mudah dan tepat serta berdasarkan hukum. Birokrat dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus dilandasi persepsi dan kesadaran hukum yang tinggi, adapun ciri-ciri birokrasi, yaitu :
  • Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip organisasi dengan sepenuhnya; 
  • Adanya peraturan yang benar-benar ditaati; 
  • Para pejabat bekerja dengan penuh perhatian menurut kemampuan masing-masing (sense of belonging); 
  • Para pejabat terikat oleh disiplin; 
  • Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis berdasarkan peraturan (meryt system); 
  • Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dan urusan pribadi.
Dalam melaksanakan birokrasi negara, setiap pejabat dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi dengan dua asas, yaitu:
1.    Asas Legalitas
Asas ini berarti tidak ada satu pun perbuatan atau keputusan dari pejabat atau para birokrat yang bersangkutan, boleh dilakukan tanpa dasar suatu ketentuan undang-undang, untuk itu para pejabat atau para birokrat harus memperhatikan delapan unsur legalitas, yaitu peraturan tertulis, penyebaran atau penggunaan peraturan, tidak berlaku surut, peraturan bisa dimengerti, tidak bertentangan satu sama lain, tidak menuntut diluar kemampuan orang, tidak sering berubah-ubah dan sesuai antara peraturan dan pelaksanaannya.

2.    Asas Freies Ermessen atau Diskresi
Artinya pejabat atau para birokrat tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan tidak ada peraturan, oleh karena itu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas legalitas.
Dalam setiap hal yang dikerjakan oleh aparatur administrasi negara, dapat dilihat apa yang menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab serta peranan aparatur administrasi negara. Adapun hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang aparatur administrasi negara (birokrat) adalah :
  • Wajib atau taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
  • Wajib membuat suatu kebijaksanaan terhadap suatu hal walaupun tidak ada peraturan yang mengaturnya, hal ini sesuai dengan freies ermessen; 
  • Harus sesuai dengan susunan pembagian tugas; 
  • Wajib melaksanakan prinsip-prinsip organisasi; 
  • Wajib melaksanakan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).
Birokrasi yang seharusnya bekerja melayani dan berpihak kepada rakyat berkembang menjadi melayani penguasa dengan keberpihakan pada politik dan kekuasaan. Masyarakat selama ini masih berpandangan bahwa birokrasi (administrasi negara) sama dengan pemerintah, padahal keduanya berbeda dan tidak dapat disamakan. Birokrasi merupakan alat negara yang perlu memiliki aturan main sendiri dan didukung oleh perundang-undangan tersendiri, oleh karena itu korelasi antara birokrasi dan eksekutif harus diatur sedemikian rupa sehingga birokrasi menjadi sungguh-sungguh bekerja sebagai abdi negara dan bukan sebagai abdi kekuasaan.
Administrasi negara sebagai organ birokrasi negara adalah alat-alat negara yang menjalankan tugas-tugas negara, diantaranya menjalankan tugas pemerintahan. Pemikiran ini mengasumsikan bahwa pemerintah tidak selalu sama dengan negara dan karenanya aparat negara bukanlah selalu aparat pemerintah. Birokrasi juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan publik, termasuk evaluasi kinerjanya. Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik sering atau selalu dikeluhkan karena ketidak efisien dan efektif. Untuk mendorong terbentuknya suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa maka segenap aparatur pemerintah (birokrat) wajib melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Kekuatan birokrasi Indonesia sebenarnya bisa menjadi mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu didayagunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat.



Kelemahan Birokrasi
Keadaan Birokrasi yang ada di Indonesia masih sangat memprihatinkan sekali. contohnya saja dalam melaksanakan peraturan peraturan yang sah secara sosial masih belum bisa terlaksana dengan baik dan pemerintah hanya untuk formalitas saja atau dengan kata lain sistem administrasi di lembaga pemerintah belum berjalan secara maksimal.
Salah satu contoh kelemahan birokrasi adalah dalam pelaksanaan aturan yang tampak pada penerapan standar nasional Indonesia pada sektor industri yang di nilai mandul dan hal ini di karenakan membuat standarisasi yang mengatur standar ketebalam minimal padahal distorsasi pasar dalam negri terus terjadi akibat tidak adanya penanganan impor produk yang ilegal serta meluasnya produk yang tidak berstandar Nasional dan jika hal ini terus terjadi maka standar Indonesia yang telah di buat otomatis tidak ada gunanya lagi karena sering terjadinya distorsi pasar yang tidak dapat di tekan.Seharusnya jika Pemerintah membuat regulasi harus konsisten dan harus tetap mempertahankan apa yang telah di buat dan di laksanakan dengan baik.
Ini sebagai salah satu bukti bahwa sistem administrasi yang ada di lembaga pemerintah tidak berjalan dengan baik karena pemerintah hanya membuat peraturannya saja dan di laksanakan dengan baik. Permasalahan ini mencerminkan kelambanan dan ketidakteraturan birokrasi di Indonesia. Dalam upaya memperbaiki iklim investasi, birokrasi berada pada puncak permasalahan yang harus segera diselesaikan . Pada birokrasi inilah terletak kunci yang menentukan apakah kebijakan yang disusun dapat diimplementasikan dengan baik atau tidak.Perbaikan birokrasi ini juga harus dapat menciptakan lapangan kerja bagi rakyat
Perbaikan sistem birokrasi ini juga harus bisa sebagai jalan untuk menciptakan lapangan kerja bagi rakyat yang masih menggangur di setiap sudut kota dan pembenahan ini harus tercermin pada kebijakan energi,pajak atau dalam sektor lain.
Sumber permasalahan yang ada di sistem administrasi ini adalah terutama masalah kewenangan dan koordinasi dalam setiap masing masing bagian.Jika satu sama lain dalam melaksanakan pekerjaannya tidak saling berorganisasi maka yang terjadi hanyalah ketimpangan dan mis koordinasi antar pegawai.
Birokrasi yang ada di dalam pemerintahan harus benar benar di perbaiki tidak hanya faktor dari luar tetapi juga dari faktor eksternal.Harus sama sama mempunyai benteng dan kekauatan serta visi dan misi agar peraturan yang di buat bisa berjalan dengan lancar dan di laksanakan dengan baik.

Birokrasi perwakilan dapat berperan sebagai peredam konflik yang terjadi di daerah rawan konflik, terutama konflik yang diakibatkan oleh perbedaan suku, agama, dan ras. Karena masyarakat akan merasa nyaman jika pada saat pelakukan aktifitas publik dilayani oleh orang-orang yang termasuk dalam golongannya. Sebagai contoh di Amerika orang-orang kulit hitam merasa lebih nyaman jika dilayani oleh sesama orang kulit hitam.
Contoh lain di Indonesia di lembaga pemerintahan daerah Papua Barat, orang Papua akan lebih merasa nyaman dilayani oleh orang dibanding oleh orang Jawa. Karena adanya persamaan latar belakang budaya sehingga komunikasi dapat berjalan lancar. Keterwakilan komposisi masyarakat dalam birokrasi membuat birokrasi dapat berperan sebagai peredam konflik. Tetapi bisasanya keterwakilan tersebut hanya berada padalow level atau street level karena pada level inilah birokrat berhadapan langsung dengan masyarakat. Oleh sebab itu dalam perekrutan anggota birokrasi sering muncul istilah putra daerah.
Namun dengan birokrasi perwakilan yang mengedepankan perwakilan komposisi sosial masyarakat sosial disekitar birokrasi, membuat birokrasi  mengabaikan merit sistem dalam perekrutan pegawai. Putra daerah yang mewakili belum tentu memiliki kapasitas yang memadai untuk menduduki suatu jabatan dalam pelayanan publik. Hal tersebut dapat membuat kinerja birokrasi kurang maksimal atau bisa dikatakan tidak profesional.

Birokrasi Perwakilan Sebagai Sarana Legitimasi Kekuasaan
Dengan adanya otonomi daerah, maka kepala daerah menjadi sebuah jabatan politik. Penempatan penempatan pegawai karir di birokrasi daerah merupakan perwakilan dari golongan/partai pengusa atau kepala daerah, bertujuan agar penguasa mendapat legitimasi kekuasaan dari rakyat sehingga pemerintahan daerah dapat berjalan stabil dan kuat.
Namun jika dilihat dari sisi lain hal tersebut dapat menjadi penyebab utama Nepotisme. Kepala daerah cenderung memasukan orang orang kedalam pemerintahannya untuk kepentingan pribadinya bukan untuk kinerja brokrasi itu sendiri.
Birokrasi Perwakilan dan Birokrasi Weberian
Birokrasi Weber yang mengedepankan rasionalitas bertentangan dengan birokrasi perwakilan. Terutama dalam proses perekrutan dan penempatan pegawai. Jika dalam birokrasi Weber pemilihan pegawai berdasarkan merit sistem, objektifitas berdasarkan kualifikasi standar yang telah ditetapkan. Namun pada birokrasi perwakilan mengabaikan itu semua untuk mendapatkan komposisi birokarsi yang sesuai dengan komposisi sosial masyarakat sekitar. Karena memang tidak mudah untuk mendapatkan komposisi birokrasi yang sesuai dengan komposisi masyarakat tetapi juga mengedepankan merit sistem. Hal ini disebabkan kapasitas orang yang memiliki latar belakang tertentu belum tentu sama dengan orang lain.


SUMBER :
http://indahrizkykiki.blogspot.com/2010/12/kelemahan-birokrasi-di-indonesia.html
http://itjen-depdagri.go.id/article-24-birokrasi.html
http://gustraprasaja.wordpress.com/2011/12/22/kelemahan-dan-kelebihan-birokrasi-perwakilan/

4 komentar: