Rabu, 29 Februari 2012

Nasi Goreng Ayam Suwir

 Bahan :
  • 300 g nasi putih
  • 60 g daging ayam goreng, suwir-suwir
  • 50 g brokoli, potong menurut kuntum
  • 3 buah jamur kancing segar, potong-potong
  • 40 g wortel, potong dadu
  • 2 sdm irisan daun bawang
  • 2 sdm minyak goreng

Bumbu :
  • 4 butir bawang merah, haluskan
  • 3 siung bawang putih, haluskan
  • 2 butir kemiri, haluskan
  • 3 buah cabe merah, haluskan
  • ¼ sdt lada halus
  • ¼ sdt gula pasir
  • 1 sdt kecap manis
  • 1 sdm saus tomat
  • ¼ sdt garam halus

Cara Membuat :
  1. Panaskan minyak, tumis bawang merah, bawang putih, kemiri dan cabe merah hingga harum. Masukkan suwiran daging ayam, aduk rata.
  2. Masukkan nasi, jamur, wortel, brokoli, daun bawang, lada, kecap manis, saus tomat, garam dan gula pasir. Masak sambil diaduk-aduk hingga semua bahan matang. Angkat.
  3. Tuang ke dalam piring saji. Hidangkan hangat. 

Tips : sayuran bisa diganti sesuai selera. Ayam bisa diganti dengan daging sapi atau udang.
 
»»  READ MORE...

Puding Roti


Bahan :
  • 5 lembar roti tawar, sobek-sobek
  • 700 ml susu cair
  • 2 butir telur ayam, kocok lepas
  • 1/2 sendok teh vanili
  • 125 gr gula pasir
  • 100 gr margarin, cairkan
  • 100 gr kismis
  • 100 gr keju parut

Cara Membuat :
  • Campur roti tawar, susu cair, telur, vanili, dan gula pasir. Aduk rata hingga gula larut.
  • Tambahkan margarin cair, kismis dan setengah bagian keju parut, aduk rata kembali.
  • Tuang adonan roti ke dalam cetakan mangkuk foil yang telah diolesi margarin,  beri taburan keju parut, kukus hingga matang.
  • Angkat.
»»  READ MORE...

Perkedel Tahu

 Bahan:
  • 500 gr tahu putih
  • 100 gr wortel, iris dadu kecil
  • 50 gr buncis, bersihkan, iris tipis
  • 3 btg daun bawang, iris tipis
  • 150 gr udang cincang
  • 100 gr tepung sagu
  • 2 btr telur kocok
  • 1 sdt lada
  • ½ sdt garam
  • 1 sdt gula pasir
  • 1 sdt kaldu instan
Pelapis:
  • 2 btr telur kocok
  • miyak untuk menggoreng
Cara Membuat:
Hancurkan tahu sampai benar-benar halus.
Campur semua bahan adonan, aduk rata.
Siapkan cetakkan ukuran 18x18x3 cm, olesi dengan margarin, lapisi dengan plastik, tuang adonan tahu ke dalamnya. Ratakan.
Kukus adonan tahu dalam dandang panas, sampai tahu padat dan matang. Dinginkan, keluarkan dari dalam cetakkan. Potong-potong menurut selera.
Panaskan minyak, celupkan tahu dalam telur kocok, goreng sampai tahu berwarna kuning kecokelatan.
Sajikan tahu, tambahkan cabai rawit jika suka.
»»  READ MORE...

Bola-bola Tahu Isi


Bahan :

400 gr tahu
50 gr udang yang telah dikupas
100 gr roti tawar
10 butir telur puyuh rebus
2 siung bawang putih
1 maggi blok
1 buah bawang bombay
garam dan merica secukupnya
Minyak untik menggoreng


Cara Memasak :
  1. Tahu dikukus agar airnya keluar, setelah masak dinginkan. Kemudian diblender dengan roti tawar yang telah dibasahi, udang dan bawang bombay.
  2. Bumbu bawang putih, merica, garam dihaluskan, dicampur keadonan dan beri maggi blog, aduk rata.
  3. Adonan dibagi sepuluh bagian, diiris telur puyuh, bentuk bulat-bulat, digoreng sampai warnanya coklat.
  4. Hidangkan panas-panas.
»»  READ MORE...

Catatan Harian Seorang Ayah

Medan, 15 Juni 1975
Hari ini engkau terlahir ke dunia , anakku. Meski tidak seperti harapanku bertahun-tahun merindukan kehadiran seorang anak laki-laki , aku tetap bersyukur engkau lahir dengan selamat setelah melalui jalan divakum. Telah ku persiapkan sebuah nama untukmu "Qaulan Syadida". Aku sangat terkesan dengan janji Allah swt dalam surat Al Ahzab ayat tujuh puluh , maknanya perkataan yang benar. Harapanku engkau kelak menjadi seorang yang kaya iman dan memperoleh telah dijanjikan Allah swt dalam Al-Quran. Sungguh kelahiranmu telah mengajarkanku makna bersyukur.


*) 1981
Tahun ini engkau memasuki sekolah dasar. Usiamu belum genap enam tahun. Tetapi engkau terus merengek minta disekolahkan seperti saudarimu. Engkau berbeda dari keempat kakakmu terdahulu. Bagaimana engkau dengan gagah tanpa ragu atau malu-malu melangkah memasuki ruang kelasmu. Bahkan engkau tak minta dijemput. Saat ini aku mulai menyadari sifat keberanian yang tumbuh dalam dirimu yang tak ku temukan dalam diri saudarimu yang lain.


*) 1987
Putriku , sungguh aku pantas bangga padamu. Tahun ini engkau ikut Cerdas Cermat tingkat nasional di TVRI. Dengan bangga aku menyaksikan engkau tampil penuh percaya diri di layar kaca dan aku pun bisa berkata pada teman-temanku "itu anakku Qaulan" ... Meski tidak juara pertama , aku tetap bangga padamu. Namun di balik rasa banggaku padamu selalu terbesit satu kekhawatiran akan sikapmu yang agak aneh dalam pengamatanku. Tidak seperti keempat kakakmu yang kalem dan cenderung memiliki sifat-sifat perempuan , engkau justru sangat angresif , pemberani , agak keras kepala , meski tetap santun padaku dan selalu juara kelas.
Jika hari Ahad tiba , engkau lebih suka membantuku membersihkan taman , mengecat pagar , atau memegangi tangga bila aku memanjat membetulkan genteng bocor. Engkau lebih sering mendampingiku dan bertanya tentang alat-alat pertukangan ketimbang membantu ibumu memasak di dapur seperti saudarimu yang lain. Kebersamaan dan kedekatanmu denganku , membuatku sering memperlakukanmu sebagai anak lelakiku , dengan senang hati aku menjawab pertanyaan-pertanyaanmu , membekalimu dengan pengetahuan dan permainan untuk anak lelaki. Tak jarang kita berdua pergi memancing atau sekedar menaikkan layang-layang sore hari di lapangan madrasah tempat aku mengajar.
Putriku , sungguh kekhawatiranku berbuah juga. Engkau menolak bersekolah di Tsanawiyah seperti saudarimu. Diam-diam tanpa sepengetahuanku engkau telah mendaftar di sebuah SMP negeri. Bukan kepalang kemarahanku. Untunglah ibumu datang membelamu , jika tidak mungkin tangan ini sudah berpindah ke pipimu yang putih mulus. Tegarnya watakmu , bahkan tak setetes airmata jatuh dari kedua matamu yang tajam menatapku. Putriku , jika aku marah padamu semata-mata karena aku khawatir engkau larut dalam pola pergaulan yang tak benar , anakku. Terlebih-lebih saat engkau menolak mengenakan jilbab seperti keempat kakakmu. Betapa sedih dan kecewa hatiku melihatmu , Nak...


*) 1993
Tahun ini engkau menamatkan SMA-mu. Engkau tumbuh menjadi gadis cantik , periang , pemberani , dan banyak teman. Temanmu mulai dari tukang kebun sampai tukang becak , wartawan , bahkan menurut ibumu pernah anggota kopassus datang mencarimu. Putriku disetiap bangun pagiku , aku seolah tak percaya engkau adalah putriku , putri seorang yang sering dipanggil Ustadz , putri seorang kepala madrasah , putri seorang pendiri perguruan Islam.
Putriku , entah mengapa aku merasa seperti kehilanganmu. Sedih rasanya berlama-lama menatapmu dengan potongan rambut hanya berbeda beberapa senti dengan rambutku. "Biar praktis dan sehat" berkali-kali itu alasan yang kau kabarkan lewat ibumu. Jika terjadi sesuatu yang tidak baik pada dirimu selama melewati usia remajamu , putriku maka aku lah orang yang paling bertanggungjawab atas kesalahan itu. Aku tidak behasil mendidikmu dengan cara yang Islami. Dalam doa-doa malamku selalu ku bermohon pada Rabbul 'Izzati agar engkau dipelihara oleh-Nya ketika lepas dari pengawasan dan pandangan mataku.
Kesedihan makin bertambah tatkala diam-diam engkau ikut SNMPTN dan lulus di fakultas teknik. Fakultas teknik , putriku ?? Ya Rabbana , aku tak sanggup membayangkan engkau menuntut ilmu berbaur dengan ratusan anak laki-laki dan bukan satu pun mahrommu ?? Dalam silsilah keluarga kita tidak satupun anak perempuan belajar ilmu teknik , anakku. Keempat kakakmu menimba ilmu di institut agama dan ilmu keguruan. Ya , silsilah keluarga kita adalah keluarga guru , anakku. Engkau kemukakan sejumlah alasan , bahwa Islam juga butuh arsitek , butuh teknokrat , Islam bukan tentang ibadah melulu. Baiklah , aku sudah terlalu lelah menghadapimu , aku terima segala argumen dan pemikiranmu , putriku. Dan aku akan lebih bisa menerima seandainya engkau juga mengenakan busana Muslimah saat memulai masa kuliahmu.


*) 1995
Tahun ini tidak akan pernah ku lupakan. Akan kucatat baik-baik. Engkau putriku yang selalu ku sebut namamu dalam doa-doaku , kiranya Allah SWT mendengar dan mengabulkan pintaku. Ketika engkau pulang dari kuliahmu; subhannalah! Engkau sangat cantik dengan jilbab dan baju panjangmu , aku sampai tidak mengenalimu , putriku. Engkau telah berubah , putriku. Apa sesungguhnya yang engkau dapati di luar sana. Bertahun-tahun aku mengajarkan padamu tentang kewajiban Muslimah menutup aurat , tak sekali pun engkau cela perkataanku meski tak sekali pun juga engkau indahkan anjuranku. Dua tahun di bangku kuliah , tiba-tiba engkau mengenakan busana takwa itu ?? Apa pula yang telah membuatmu begitu mudah menerima kebenaran ini ?? Putriku , setelah sekian lamanya waktu berlalu , kembali engkau mengajarkan padaku tentang hakikat dan makna bersyukur.


*) 1997
Putriku , kini aku menulis dengan suasana yang lain. Ada begitu banyak asa tersimpan di hatiku melihat perubahan yang terjadi dalam dirimu. Engkau menjadi sangat santun, bahkan terlihat lebih dewasa dari keempat saudarimu yang kini telah berumah tangga semuanya. Kini , hanya engkau , aku dan ibumu yang mendiami rumah ini. Ku rasakan rumah kita seolah-olah berpendar cahaya setiap saat dilantuni tilawah panjangmu. Gemercik suara air tengah malam menjadi irama yang ku hafal dan pantas ku renungi. Putriku , jika aku pernah merasa bahagia , maka saat paling bahagia yang pernah kurasakan di dunia adalah saat ketika diam-diam aku memergokimu tengah menangis dalam sujud malammu. Selalu ku yakinkan diriku bahwa aku lah si pemilik mutiara cahaya hati itu , yaitu engkau putriku.


*) 1998
Putriku , kalau saat ini aku merasa sangat bangga padamu maka itu amat beralasan. Engkau telah lulus menjadi sarjana dengan predikat cum laude. Keharuan yang menyesak dadaku mengalahkan puluhan tanya ibumu , diantaranya "mengapa engkau tidak punya teman pendamping pria seperti kakak-kakakmu terdahulu ??" Engkau begitu sederhana putriku , tanpa polesan apapun seperti lazimnya mereka yang akan berangkat wisuda , semua itu justru membuatku semakin bangga padamu. Entah dari mana engkau bisa belajar begitu banyak tentang kebenaran , anakku. Jika hari ini aku meneteskan airmata saat melihatmu dilantik , itu adalah airmata kekaguman melihat kesungguhan , ketegaran , serta prinsip yang engkau pegan teguh. Dalam hal ini akupun mesti belajar darimu , putriku.


*) 1 Agustus 1999
Putriku , bulan ini usiaku memasuki bilangan enam puluh tiga. Aku teringat Rasulullah saw mengakhiri masa dakwahnya di dunia pada usia yang sama. Akhir-akhir ini tubuhku terasa semakin melemah. Penyakit jantung yang ku derita selama bertahun-tahun kemarin mendadak kumat saat ku dapati jawaban diluar dugaan dari keempat saudarimu. Tidak satu pun dari mereka bersedia meneruskan perguruan yang telah ku bina selama puluhan tahun. Aku sangat maklum , mereka tentu mempunyai pertimbangan yang lain , yaitu para suami mereka. Sedih hatiku melihat mereka yang telah ku didik sesuai dengan keinginanku kini seolah-olah bersekutu menjauhiku. Jika aku menulis diatas tempat tidur rumah sakit ini , itu dengan kondisi sangat lemah , putriku. Aku tak tahu pasti kapan Allah swt memanggilku.
Putriku .... ku titipkan buku harianku ini pada ibumu agar diserahkan padamu. Aku percaya padamu. Jika aku memberikan buku ini padamu , itu karena aku ingin engkau mengetahui betapa besar cintaku padamu , mengapa dulu aku sering memarahimu , maafkan buya , putriku. Kini hanya engkau satu-satunya harapanku. Aku percaya perguruan yang telah ku bangun dengan tanganku sendiri ini padamu. Aku bercita-cita mengembangkannya menjadi sebuah pesantren. Engkau masih ingat lapangan tempat kita dulu menaikkan layangan ?? Itu adalah tanah warisan almarhum kakekmu. Di lapangan itulah ku rencanakan berdiri bangunan asrama tempat para santri bermukim. Engkau seorang arsitek anakku, tentu lebih memahami bangunan macam apa yang sesuai untuk kebutuhan sebuah asrama pesantren. Kuserahkan sepenuhnya kepadamu , juga untuk mengelolanya nanti. Sebab aku yakin dari tanganmu , dari hatimu yang jernih , dari perkataan dan tindakanmu yang selalu sejalan dengan kebenaran akan terlahir sebuah fauzan'adzima , kemenangan yang besar seperti yang telah Allah swt janjikan, yakinlah putriku. Dalam diri dan jiwamu kini terhimpun beragam kapasitas keilmuan dunia dan akhirat. Kini ku sadari engkau bukan saja sekedar terlahir dari rahim ibumu , tetapi juga lahir dari rahim bernama Hidayah. Semoga Allah swt menyertai dan memudahkan jalan yang akan engkau lalui, putriku. Amien Ya Rabbal 'Alamiin.


*) 12 Agustus 1999
Rabb , jika airmata ini bukan tumpah , bukan karena aku tidak mengikhlaskan buyaku Engkau panggil , tapi sebab aku belum mengenali buyaku selama ini , seutuhnya. Sebab hanya seujung kuku baktiku padanya. Rabb , perkenankan aku menjalankan amanah Buya dengan segenap ridha-Mu. hanya Engkau , Yaa Mujib...


»»  READ MORE...

The Story Of a Marriage

Hari pernikahanku , hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru biru. Betapa tidak , di hari bersejarah ini tak ada satu pun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita , apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang pernikahanku.
Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari , "Jadi juga kau nikah sama 'buntelan karung hitam' itu ??". Duh hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut 'buntelan karung hitam'. "Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam , gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.
"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah swt. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu ??" Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.
"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !!"
DEGG !!!!
"Yanto....jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba," teguran Ismail membuyarkan lamunanku. Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi Ismail memberi semangat padaku.
"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas kawin seperangkat alat sholat tunai !" Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad nikah.
"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien. Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."
Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama. Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami saling diam , akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati ku beranikan diri untuk menyapanya.
"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Al-Qur'annya mau di cek kapan De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya. Sebelum menikah , istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Al-Qur'an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.

"Nanti saja dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang berbalut kerudung putih , ia sembunyikan dalam-dalam. Saat ku angkat dagunya , ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah. Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu .. bahwa wajah istriku 'tidak menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul dan segera aku mengusirnya. Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.
"Bang , sudah saya katakan sejak awal ta'aruf , bahwa fisik saya seperti ini. Kalau Abang kecewa , saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah swt limpahkan kepada Ayahnya Imam Malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah swt yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka ," ... Dan bergaulah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka , (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu , padahal Allah swt menjanjikan padanya kebaikan yang banyak." (QS An-Nisa:19)
Mendengar tutur istriku , kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik , ulama besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.
"Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih sayang milik-Mu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."
Pelan ku dekati istriku. Lalu dengan bergetar , kurengkuh tubuhya dalam dekapku. Sementara , istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.
"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya , Bang. Sungguh ... saya siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi.
"Tidak...De'. Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah swt. Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil menggenggam erat tangannya. Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do'a kubentangkan pada-Nya.
"Robb , tak dapat ku pungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta buat laki-laki. Namun telah ku tepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robb saksikanlah malam ini akan ku buktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan ku pasrahkan pada-Mu. Karera itu , pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu ku tatap raut wajah istriku dengan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku benar-benar mencintainya. Kenapa tidak ?? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya. Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shaum sunnah Rasul Nya.

"...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah swt. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah swt ..." (QS. al-Baqarah:165)

Ya Allah swt sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini , hina maka muliakanlah aku , dan aku fakir maka kayakanlah aku ... wahai Dzat yang maha Pengasih

»»  READ MORE...

Lelaki di Pintu Surga ^_^

Ia membuat beberapa orang yang bergaul dengannya merasa iri. Sebagian berkomentar , lelaki muda itu telah dekat dengan pintu surga. Beberapa yang lain berpendapat , sungguh beruntung ia merawat ibunda tercinta dengan kualitas maksimal. Namun , Dhana Widyatmika (33 tahun) , putra pertama dari Ibu Sundari (59 tahun) itu hanya berucap , apa yang ia lakukan biasa-biasa saja.
"Saya tidak pernah merasa ini sesuatu yang hebat. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Ini kewajiban! Saya yakin semua anak juga akan melakukan hal yang sama,” ucapnya.
Ditemui di sela-sela rutinitasnya menjaga dan menemani sang ibu yang dua kali dalam seminggu harus cuci darah. Dhana mengisahkan , selama tiga belas tahun ini ibu menjadi prioritas utama dalam hidupnya. Semua berawal ketika bulan Februari 1995 , Ibu Sundari divonis gagal ginjal.


*) Ujian Bertubi-tubi
"Ibu batuk-batuk , mual , Saya pikir sakit biasa. Waktu dibawa ke rumah sakit , kadar ureumnya di atas 300, padahal orang normal harus di bawah 40. Artinya racun dalam darah sudah menumpuk. Jadi harus langsung cuci darah. Saat itu , kadar hemoglobin (Hb) Ibu hanya 3,4 sehingga harus transfusi darah , padahal ketika itu bulan puasa , persediaan darah di PMI sangat terbatas sehingga harus mencari donor darahnya,” terang Dhana yang ketika itu masih duduk di tingkat dua sebuah sekolah tinggi di Jakarta.
Sesungguhnya rasa duka kehilangan almarhum ayah dua tahun sebelumnya masih membekas di hati Dhana. Baginya , kepergian ayah menghadap Sang Maha Kuasa bagaikan kiamat kecil. “Saya tidak menyangka. Bapak masih gagah , karir sedang posisi menanjak , dan saya baru masuk kuliah,” kenangnya.
Masih segar dalam ingatannya , hari ketika ayahnya wafat. Dhana tengah sibuk mencari kaos kaki warna-warni di Jatinegara sebagai salah satu syarat mengikuti ospek di kampusnya. “Waktu pulang saya lihat orang ramai , ternyata Bapak meninggal. Sangat mendadak. Saya tidak siap , tapi harus siap. Sebenarnya juga tidak tabah. Apalagi dua tahun kemudian Ibu menderita sakit berat. Kalau bicara mental jatuh , ini jatuh yang kedua. Kok belum selesai musibah yang saya alami dua tahun belakangqn ini,” tuturnya.
Kepergian ayah menjadikan sulung dari dua bersaudara yang baru saja lepas SMA itu berubah menjadi kepala keluarga. Tak heran jika dia lah yang pertama diberitahu dokter tentang keharusan ibunya untuk cuci darah. Sebuah kabar yang tentu tidak mudah didengar. “Awalnya Ibu tidak tahu. Ibu pikir hanya sekali cuci darah, setelah itu sembuh. Dokter panggil saya, katanya ini harus rutin cuci darah. Saya kepala keluarga dan memang harus menanggung semuanya,” kenangnya.
Dhana sendiri , meski sangat sedih mendengar kondisi kesehatan ibunya , namun saat itu ia merasa optimis , penyakit Ibu akan sembuh dan keadaan akan membaik kembali. “Shock, tapi tidak berpikir bahwa ini tidak bisa sembuh. Saat itu saya tidak menyadari. Dokter juga tidak bilang secara gamblang kalau tidak bisa sembuh. Tahun pertama belum merasa bahwa ini akan menjadi rutinitas. Saya anggap nanti akan ada akhir untuk sembuh,” ujarnya.
Keyakinan bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya menyemangati Dhana dan ibunya untuk tak henti-hentinya mencari penyembuhan , baik medis maupun obat alternatif. Sejak 1995 hingga 2004 , boleh dibilang semua pengobatan alternatif yang pernah dilihat di televisi pernah dicoba. Namun hingga sekarang , ibunda Dhana tetap harus cuci darah.
Di awal mendengar vonis gagal ginjal , Ibu Sundari sempat mengalami masa-masa penolakan dan kesedihan. Penanganan cepat serta perawatan medis yang sangat memadai memang mampu mengembalikan kondisi fisiknya , kecuali ginjal. Namun keharusan cuci darah sangat menguras ketabahannya. Alhasil , di tahun pertama sejak ibunya sakit , Dhana lebih banyak mengerahkan segenap daya dan usaha untuk membantu mengangkat moril Sang Ibu.
“Secara fisik ibu agak bagus , tapi mentalnya down sekali. Setiap habis cuci darah , pulang , balik lagi ke rumah sakit. Lebih karena psikis. Kadang ada rasa tidak enak di badan , sampai di rumah sakit diperiksa dokter tidak ada apa-apa. Obatnya cuma istirahat. Ibu juga sering bertanya, kapan tidak cuci darah lagi ??” tuturnya.
Selain stress karena sudah berusaha berbagai cara tapi tidak juga sembuh , proses cuci darah juga mengandung bagian yang cukup sakit dan menakutkan. “Ada saatnya Ibu merasa , ngapain hidup bergantung mesin terus. Kalau besok mau dicuci sudah stress , memikirkan akan ditusuk jarum. Sampai sekarang pun Ibu masih selalu kesakitan waktu ditusuk. Saya sangat sedih melihatnya. Melihat orang yang saya cintai menderita , itu menjadi penderitaan juga bagi saya. Tapi saya berusaha bertahan. Kalau saya down , bagaimana dengan Ibu.”


*) Konsentrasi Merawat Ibunda
Sadar kondisi ibunya sangat labil , Dhana memutuskan konsentrasi sepenuhnya untuk menemani Ibu menjalani berbagai proses pengobatan. Tiap hari sepulang kuliah , Dhana langsung ke rumah sakit. Menghabiskan malam di lantai di bawah tempat tidur ibunya menjadi bagian pola kehidupan Dhana. Menurutnya , posisi di bawah tempat tidur membuatnya cepat mengetahui kalau ada apa-apa. Pagi-pagi biasanya ia pulang sebentar sekadar berganti baju dan membersihkan badan, lalu kuliah. “Saya punya kos , tapi tidak pernah saya tinggali karena kondisi ibu sangat tidak stabil. Selama kuliah tidak sempat bersosialisasi dengan teman-teman karena waktunya tidak memungkinkan. Saya lebih banyak ke Ibu. Saya hanya meninggalkan Ibu ketika kuliah,” tuturnya.
Pilihan untuk mendahulukan Ibu di atas semua urusan lainnya , secara logika sebenarnya tidak selalu mudah bagi Dhana yang kebetulan kuliah di sekolah yang lumayan ketat dalam kedisiplinan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Ketika kondisi ibunya sedang sangat menurun , Dhana memilih tidak kuliah agar bisa menemani ibunya. Keputusan itu bukan hanya melewatkan kesempatan mendengar materi kuliah langsung dari dosen , tapi juga membuatnya kesulitan mencapai batas absen yang diijinkan.
“Kuliah tidak masuk , saya tidak peduli. Saya lebih baik drop out dari pada harus meninggalkan ibu saya. Itu yang saya yakini. Boleh dibilang saya tidak pernah belajar meski saat ujian. Bukan karena sombong , tapi memang tidak sempat. Saya sadar risikonya dan juga siap menanggungnya. Tidak pernah ada konflik batin ketika memutuskan itu. Prioritas saya untuk Ibu. Saya tidak pernah sedikit pun khawatir bagaimana masa depan saya , bagaimana kalau tidak lulus atau drop out. Terserah deh , hidup saya mau dibawa kemana. Saya ikut saja. Saya hanya berpikir bagaimana Ibu bisa nyaman , bisa tertolong dari kondisi ini,” jelasnya.
Dhana bersyukur karena ia sama sekali tidak ragu dan yakin menjalani keputusan mengesampingkan kuliah untuk merawat ibunya. Ia merasa Allah swt yang membuat hatinya mantap. Selain itu ia berusaha melaksanakan pesan Ayah agar dia menjadi lelaki yang mampu bertanggungjawab. Dhana mengenang , ketika ia memijit ayahnya , beliau berpesan, “Jika nanti ada sesuatu yang buruk menimpa keluarga , kau lah yang harus menggantikan tugas Bapak dan kamu harus siap.”
“Saya pikir itu pembicaraan biasa. Saat Bapak meninggal , saya jadi ingat sekali pesan itu. Ketika Ibu sakit , saya semakin yakin ini yang dimaksud Bapak. Mungkin pesan itu yang membantu saya untuk prioritas ke Ibu. Hanya Ibu , tidak ada hal lain yang saya pikirkan. Saya tahu , saya juga punya kehidupan sendiri yang harus saya tata tapi saya yakin , saya tidak salah meninggalkan masa depan dan memilih Ibu. Itu keputusan dan komitmen saya. Biarlah masa depan tidak jelas , yang penting saya puas bisa mengabdikan diri pada orang tua,” ucapnya.
Usaha mencari kesembuhan fisik serta menjaga mental ibunya agar terus semangat menjalani pengobatan dilakukan Dhana tanpa henti. “Saya tidak pernah putus asa. Saya menikmati saja. Bahkan saya banyak belajar dari semua ini. Saya coba resapi pelajaran yang paling besar itu adalah kesabaran. Kondisi ini membuat saya harus banyak mengalah , bersabar , dan menerima. Ini pasti ada maksudnya , ada hikmahnya,” ujarnya.


*) Pertolongan Allah swt itu Indah
Di tengah berbagai usaha yang menguras tenaga , waktu , dan tentu juga uang. Dhana justru kian merasakan betapa banyak kemudahan tak terduga. “Banyak hal aneh yang saya rasa kayaknya tidak mungkin kalau saya balik lagi , kondisi itu akan terjadi lagi,” kenangnya.
Dhana yang sering bolos kuliah , akhirnya harus menerima risiko tidak diperbolehkan mengikuti ujian oleh dosen yang kebetulan dikenal sangat disiplin dan tidak gemar menerima alasan apapun dari mahasiswa yang sering tidak hadir kuliah. “Saya mengahadap dosen itu , saya belum ngomong apa-apa. dia bilang , ya sudah ikut ujian saja. Banyak pertolongan di luar dugaan. Masalah obat juga. Ibu sangat membutuhkan obat , tapi kebetulan stock habis. Cari kemana-mana tidak ada , padahal Ibu sangat membutuhkan dan harus cepat. Saya kirim kabar ke banyak kenalan , tidak lama ada yang memberitahu ada obat. gampang sekali,” tuturnya.
Selain itu , Dhana yang memutuskan tidak peduli masa depan asalkan ibunya bisa mendapatkan perawatan , obat dan segala yang terbaik. akhirnya bukan hanya mampu menyelesaikan sekolahnya hingga Pasca Sarjana , namun juga dalam kondisi yang sangat baik di pekerjaan maupun bisnis keluarga yang dikelolanya. “Saya merasa , ternyata ada yang menjaGa saya. Kuliah bisa selesai tepat waktu , usaha membesar, dan banyak hal lainnya. Semua kemudahan itu saya pikir justru tidak bisa saya dapatkan kalau kondisi saya normal-normal saja. Buat orang lain mungkin biasa saja , tapi bagi saya tidak. Ini Allah swt yang kasih,” ujarnya.
Semua kenyataan itu ditambah dengan keyakinan pada ajaran agama yang memang memerintahkan agar setiap anak berbakti pada ibunya kian menguatkan Dhana untuk terus memegang komitmennya , mendahulukan kepentingan Ibu di atas semua urusan lainnya , termasuk memberi pengertian istri , kalau ada apa-apa antara Ibu dan istri , maka dia akan mendahulukan ibunya. “Saya sangat bersyukur diberikan pendamping seorang istri yang sangat mengerti dan memahami keadaan saya. Saya juga kadang-kadang bersenang-senang dan pergi ke mall , tapi pikiran terus terkoneksi dengan Ibu. Ketika sedang nonton , Ibu telepon , saya bilang sedang di luar dan sebentar lagi pulang dan saya memang langsung pulang,” ucapnya.


*) Urusan Dunia pun Dipermudah
Soal bisnis sudah biasa bagi Dhana untuk menjadwal ulang atau bahkan membatalkan pertemuan apapun , bila bersamaan dengan jadwal cuci darah ibunya. “Saya tidak peduli kehilangan kesempatan. Malah saya pikir itu lebih bagus. Dari pada saya paksakan nanti malah kepikiran,” ujarnya.
Lagi-lagi kemudahan tak terduga juga kembali dirasakan Dhana ketika ia menunda sebuah pertemuan yang diprediksi akan mengalirkan keuntungan finansial dalam jumlah lumayan. Penundaan itu membuat rekan bisnisnya merasa heran dan mendesak ingin tahu penyebabnya. Dhana yang sebenarnya tidak gemar menceritakan kondisi keluarga akhirnya menjelaskan kalau hari itu dia harus mengantar ibunya cuci darah. Tak diduga , rekan bisnis itu malah sangat bersimpati dan hal itu mempermudah hubungan bisnis mereka karena dia merasa orang yang peduli dengan ibunya berarti juga orang yang bisa dipercaya.
Keseriusan Dhana menyesuaikan aktifitasnya dengan kondisi Ibu tidak berarti ia tidak sempat kemana-mana. Ke luar kota , bahkan ke luar negeri juga masih dilakukannya meski dengan berbagai persiapan ekstra. Jauh hari sebelum keberangkatan , ia berusaha maksimal agar kondisi Ibu dalam keadaan prima selama hari-hari kepergiaannya. “Kalau kondisi tidak bagus , saya tidak jadi pergi. Saya siapkan kandidat. tante saya datangkan seminggu sebelum berangkat. Saya training dulu. ketika ibu sudah merasa nyaman, baru saya tinggal,” turutnya.


*) Menampung Kotoran Ibunda dengan Kedua Tangan
Bagaimana supaya ibunya lebih nyaman , lebih bisa menikmati hidup , dan berkurang rasa sakitnya terus menjadi pusat pemikiran Dhana. Ketika ibunya tengah sakit keras dan harus buang hajat di pembaringan , Dhana tidak tega menggunakan pispot karena menurutnya benda itu terlalu keras dan nanti bisa menyakiti tulang ibunya. Sebagai gantinya, ia menengadahkan kedua tangannya dengan beralaskan tisu untuk menampungnya. “Saya biasa lihat kotoran Ibu. Dari baunya segala macam , saya bisa tahu apa makanan yang dimakannya. Warnanya kalau begini gimana , kalau ada darahnya berarti ambeien ibu sedang sedang kumat. Jadi, sekaligus memantau. Saya bilang ke pembantu , nggak apa-apa kamu jijik , itu memang bukan pekerjaan kamu , biar saya saja,” ujarnya.
Dhana menambahkan , selain agar ibunya nyaman , ia rela melakukan itu karena ia terpikir betapa dulu waktu masih kecil , ibunya juga sering melakukan hal serupa bahkan mungkin lebih. “Ingatan dulu ibu juga melakukan ini sangat memotivasi saya. Ibu saya , melakukan lebih dibanding yang sekarang saya lakukan. kasih ibu itu luar biasa,” tuturnya.


*) Demi Kebahagiaan Ibunda
Ia juga mendukung sepenuhnya dan menyediakan sarana maksimal , ketika Ibunya berniat kuliah di sebuah universitas islam untuk memperdalam agama. Bukan hanya menyediakan mobil dan sopir untuk antar jemput , namun ia juga kerap menemani ibunya terutama bila kesehatannya sedang menurun , tapi sang ibu tetap ingin kuliah.
Ketika kondisinya kian menurun dan kemudian Ibu yang terbiasa aktif dan enerjik itu tidak bisa berjalan lagi , Dhana menelepon teman-teman kuliah ibunya agar mereka memindahkan kuliah ke rumahnya. Sejak itu , tiap hari Senin ibu dan teman-temannya mengadakan pengajian di kediaman keluarganya di bilangan Jatiwaringin, Jakarta Timur.
“Ketika akhirnya bisa berjalan , Ibu drop lagi. Saya bilang , Ibu cuma tidak bisa jalan. Tapi yang lain tidak sakit. Tapi memang perlu waktu. Ada tindakan lain juga. Saya lebih intens bersama ibu. Saya pulang cepat. Saya tanya mau makan apa. Kalau ibu ingin sesuatu , secepatnya saya usahakan terpenuhi. Itu akhirnya bisa menaikkan mental lagi,” ujarnya.
Dhana mengakui , boleh dibilang ia over protective terhadap ibundanya. Saking inginnya sang ibu tetap nyaman dalam perjalanan , ia memilih membawa ibunya dengan ambulans untuk pulang pergi cuci darah meski sesungguhnya masih bisa duduk. Lagi-lagi dengan harapan ibunya akan lebih nyaman dan berkurang rasa sakitnya.
Ia sendiri yang menggendong Ibu dari ambulans ke tempat tidur dan sebaliknya. Ia juga dengan teliti menyiapkan sprei dan bantal sendiri untuk ibunya selama berada di ruang cuci darah yang berlangsung sekitar lima jam. Selama wawancara dengan Tarbawi pun , berkali-kali sempat terputus karena Dhana sibuk menggaruk dan mengusap bagian mana pun dari tubuh ibunya yang gatal karena dalam posisi berbaring agak susah dilakukan sendiri oleh Ibu Sundari. Semuanya ia lakukan dengan lembut dan wajah cerah.


*) Kesyukuran dan Kesabaran
Kini sudah tiga belas tahun Dhana mengarungi hari-hari yang sepenuhnya ia persembahkan untuk Ibunya. Ia mengungkapkan dari seluruh kejadian yang ia alami , satu-satunya yang membuatnya stress dan sedih adalah ketika menyaksikan ibunya kesakitan. “Saya tidak tega melihat ibu sakit. Kalau bisa saya gantikan sakitnya , saya akan gantikan,” ujarnya.
Dhana mengakui , ia selalu meyakinkan dirinya sendiri bahwa kondisi ibunya tidak menurun dan karena itu , ia berharap Allah swt belum akan memanggil ibunya. “Secara fisik ya , dulu bisa berjalan sekarang tidak. Saya punya keyakinan itu hanya masalah tulang saja. Tapi oragn-organnya selain ginjal baik. Saya selalu minta cek keseluruhan sebulan sekali,” ucapnya.
Menghabiskan belasan tahun mengabdi pada Ibu bukan berarti Dhana telah puas membahagiakan perempuan yang melahirkannya itu. Ia merasa masih ada keinginan Ibu yang belum bisa dipenuhinya , yaitu mendapatkan cucu dari Dhana yang telah menikah namun belum dikaruniai momongan.
Di mata Dhana , Ibu yang kini kerap digendongnya untuk dipindahkan dari tempat tidur ke tempat tidur yang lain tetap sosok yang luar biasa yang dicintai sekaligus dikaguminya. ia selalu teringat ketika ayahnya wafat ibunya begitu tabah , bahkan sempat mencoba berbisnis serta melakukan berbagai hal untuk melindungi masa depan kedua putranya sebelum akhirnya jatuh sakit.
Selain tegar dan penuh cinta kepada kedua putranya , Dhana juga mengagumi kataatan Ibunya menjalankan ibadah. Meski sambil berbaring ibunya tidak pernah putus shalat , bahkan mampu membaca Al Quran setiap hari. “Ibu punya energi untuk melakukan ibadah yang saya tidak miliki. Itu yang saya kagumi karena saya belum memiliki ketaatan seperti yang dimiliki Ibu. Itu mempengaruhi saya untuk dekat sama Allah swt. Saya seperti ini karena doa Beliau,” tuturnya.
Dhana yakin , ia menjadi seperti sekarang ini dimudahkan dalam banyak urusan kerja maupun lainnya , semua berkat doa dari ibunya. “Saya merasa doanya itu luar biasa melindungi saya. Ridho Ibu itu nomor satu. Meski dalam kondisi sakit , berkah dari ridha Ibu tidak berubah. Misalnya sama Ibu sedang tidak enak , tegang , saya tidak berangkat ke kantor atau meninggalkan Ibu sebelum masalah clear. Ibu harus tertawa dulu atau tenang. paling tidak sudah bisa memaafkan saya , baru bisa enak berangkat kerja,” tandasnya.
Namun ia mengakui , bertambahnya usia memang ada hal-hal yang dia lakukan untuk melindungi ibunya. Bila dulu semasa kecil atau remaja dia sering menceritakan segala kesulitan pada Ibu , kini dia memilih untuk menyeleksi ketika hendak menceritakan masalahnya. “Kalau saya sedang ada masalah , paling saya bilang , doain ya , Bu. Saya hanya cerita detail untuk hal yang menyenangkan,” turutnya.
Berulangkali Dhana menyatakan rasa syukur karena ketika ibunya jatuh sakit belasan tahun silam , ia menetapkan prinsip untuk menempatkan Ibu sebagai prioritas dalam hidupnya. “Saya bersyukur karena telah mengambil langkah yang tepat. Kalau saya pilih masa depan, masa depan belum tentu dapat dan saya kehilangan sesuatu yang harusnya saya lakukan. Saya bersyukur , sangat bersyukur dengan kondisi seperti ini. Orang lain mungkin bilang kasihan , tapi saya bersyukur,” ujarnya.
Bagi Dhana berlelah-lelah dalam suka dan duka merawat Ibu , akhirnya membuahkan banyak pelajaran tentang kehidupan. Kesabaran , penerimaan , semua itu begitu dalam maknanya bagi Dhana. kesabaran pula lah salah satu pelajaran berharga yang diakuinya turut memperbaiki kualitas dunia batinnya yang membuat nya merasa telah menjalani hidup penuh arti. Perjalanan hidup yang tak sekadar mengikuti proses biologis , namun juga menjadi perjalanan menuju pemahaman hakikat hidup dan juga hakikat mati.


Sumber :
Majalah Tarbawi Edisi 164 Th.8/Ramadhan 1428 H/21 September 2007 M
Kisah Nyata Dhana Widyatmika
 
»»  READ MORE...

Surat Cinta untuk Calon Suami Ku

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
 
Apa kabarnya iman mu hari ini ??
Sudahkah harimu ini diawali dengan syukur karena dapat kembali menatap fananya hidup ini ??
Sudahkah air wudhu menyegarkan kembali ingatanmu atas amanah yang saat ini tengah kau genggam ??
Wahai calon suamiku , tahukah engkau Allah swt sangat mencintaiku dengan dahsyatnya ??

Disini aku ditempa untuk menjadi dewasa , agar aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu kelak meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi namun kini kurasakan diri ini lebih baik. Kadang aku bertanya-tanya kenapa Allah swt selalu mengujiku tepat di hatiku , bagian terapuh dari diriku. Namun kini kutahu jawabnya….
Allah swt tahu dimana tempat yang paling tepat agar aku senantiasa kembali mengingat-Nya , kembali mencintai-Nya. Ujian demi ujian insya Allah membuatku menjadi lebih tangguh , sehingga saat kelak kita bertemu , kau bangga memiliki aku di hatimu.

Calon suami ku ….
Entah dimana dirimu sekarang , tapi aku yakin Allah swt pun mencintaimu sebagaimana Dia mencintaiku. Aku yakin Dia kini tengah melatihmu menjadi mujahid yang tangguh, hingga aku pun bangga memilikimu kelak. Apa yang ku harapkan darimu adalah keshalihan. Semoga sama halnya dengan dirimu. Karena apabila kecantikan yang kau harapkan dariku, maka hanya kesia-siaan dan kekecewaan yang akan kau dapati. Aku masih haus akan ilmu , namun berbekal ilmu yang ada saat ini aku berharap dapat menjadi istri yang mendapat keridhaan Allah dan dirimu , suamiku …

Wahai calon suami ku …
Saat aku masih menjadi asuhan ayah dan bundaku , tak lain doa ku agar menjadi anak yang sholehah agar kelak dapat menjadi tabungan keduanya di akhirat kelak. Namun nanti setelah menjadi istrimu , aku berharap menjadi pendamping yang sholehah agar kelak di Surga cukup aku yang menjadi bidadarimu dan mendampingimu yang shaleh. Aku ini pencemburu berat , tapi kalau Allah swt dan Rasulullah saw lebih kau cintai , aku rela. Aku harap begitu pula dirimu. Aku yakin kau lah yang ku butuhkan meski mungkin bukan yang ku harapkan.

Calon suami ku yang dirahmati Allah swt …
Apabila hanya sebuah gubuk menjadi perahu pernikahan kita , takkan ku namai dengan gubuk derita. Karena itulah markas da’wah kita dan akan menjadi indah ketika kita hiasi dengan cinta kasih. Ketika kelak telah lahir generasi penerus da’wah islam dari pernikahan kita , bantu aku untuk bersama mendidiknya dengan harta yang halal , dengan ilmu yang bermanfaat , terutama dengan menanamkan pada diri mereka ketaatan kepada Allah swt. Bunga akan indah pada waktunya , yaitu ketika bermekaran menghiasi taman. Maka kini tengah ku persiapkan diri ini sebaik-baiknya. bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku. Kini aku sedang belajar menjadi yang terbaik. Meski bukan umat yang terbaik tapi setidaknya bisa menjadi yang terbaik di sisimu kelak.

Calon suami ku ….
Inilah sekilas harapan yang ku ukirkan dalam rangkaian kata. seperti kata orang “tidak semua yang dirasakan dapat diungkapkan dengan kata-kata”, itulah yang kini ku hadapi. Kelak saat kita tengah bersama maka disitu lah kau akan memahami diriku , sama halnya dengan diriku yang akan belajar memahamimu. Bersabarlah calon suami ku doa ku selalu agar Allah swt memudahkan jalanmu untuk menjemputku sebagai bidadarimu…
 
»»  READ MORE...

Minggu, 26 Februari 2012

Only I didn't Know

I certainly so hope
When you left me , I hope you come back
How stupid am I ?
In the end there's no beautiful goodbye
If I knew , I wept for all her
At that time , I have been a part of your final
A story that I just do not know
You really forget everything
See how cheerful you are greeted
Instantly the pain began to feel faint
Wounds that are now emerging in my heart
Reluctant tears drip
Because of this separation as meaningless
Since this did not seem right
In the end there's no beautiful goodbye
If I knew , I wept for all her
At that time , I have been a part of your final
A story that I just do not know
So it is not love
Just for a moment that you spend time beside me
Now faint I began to understand
Why you can only apologize
»»  READ MORE...

Fall in Love With You

do you care if it turns out I fall in love ??
if you want to know if I fall in love with you ??
This time I feel the love that forced me to speak
many times I tried to string the words

but what happens, not a single word I encountered
This time I feel the love that forced me to speak
This time I feel the love that makes me unable to speak

I should receive, if the reality is different
or I leave it all going to stay this way
this time I feel, is it possible that I will have it
have it have it have it have it

»»  READ MORE...

Sabtu, 25 Februari 2012

Mengapa Bu ????

Jika seorang anak di dalam janin akibat pergaulan bebas bisa mengatakan , mungkin mereka akan mengatakan ini :

Ibu ...
Aku merasakan ada getaran-getaran tulus di dalam dirimu , namun aku tidak menyangka ibu melakukan itu kepada aku anakmu
Ibu ...
Aku sayang padamu. Apakah ibu sayang padaku ?? Jika ibu sayang kepadaku,mengapa ibu tak pernah menginginkanku untuk lahir didunia ?? aku juga ingin menghirup udara dan mataku ingin memandang dunia
Ibu ...
Aku sangat cinta kepadamu,apakah ibu juga cinta kepadaku ?? Mengapa ketika saatnya persalinan tiba dan mataku mulai merasakan adanya kehidupan , ibu malah mencampakkanku

Sungguh ibu mengandungku,kenapa ibu juga yang tidak menginginkanku lahir di dunia ini ?? Sungguh , aku ingin melihat wajah cantikmu,ibu dan akan ku bahagiakan engkau ibu , namun sayang ibu tidak pernah menginginkanku sama sekali

Apa salahku , ibu ?? Aku adalah janin yang kau kandung , aku juga ingin merasakan cinta dan sayang yang tulus darimu ibu seperti janin-janin yang lain ??
Kenapa disaat kau ingin mempertahankanku , kau terbuai dengan rayuan laki-laki yang menyuruhmu untuk meniadakan aku ?? Bukankah yang menghidupkanku itu Allah SWT dan yang mematikanku juga Allah SWT ??
Ibu ... katakanlah apa laki-laki itu adalah ayahku ?? Seorang imam dalam keluarga bertindak sekejam itu ??

Ibu ... meskipun kau melakukan itu kepadaku , didalam rahimmu aku terus berdoa kepada Tuhanku , agar semua yang ibu lakukan padaku , Allah SWT senantiasa mengampuni dosa-dosa mu
Jangan menangis ibu ... aku sungguh rela meninggalkanmu , jika ibu tak menginginkanku lahir ke dunia
Salam sayang dan cinta selalu dariku anakmu ... Semoga ibu sehat selalu 
 
 
Mungkin jika aku lahir , aku akan seperti bayi-bayi ini ibu


 
*) Semoga ini bisa menjadi renungan kita semua untuk senantiasa tidak melanggar apa yang telah Allah SWT larang. Bagaimana seandainya kita dahulu adalah janin itu , janin yang tidak pernah diinginkan lahir didunia ?? sungguh .. Sungguh hati terasa sakit ... Pergaulan bebas hanya akan merusak masa depan kita. Mari kita bentengi diri kita semua dengan iman dan taqwa yang kokoh kepada Allah SWT. Amien .........
»»  READ MORE...

Jumat, 24 Februari 2012

Andai Kalian Tahu

Yaa Allah , perasaan apa yang selalu bikin aku kaya gini ??? aku ngerasa pengen pergi jauh tapi badan sama pikiran ku udah terlalu capek Yaa Rabb ... apa aku udah mulai gila ??? apa aku butuh pergi ke psikiater ???
apa ada yang salah sama diri aku ???
aku cuma pengen nangis , tapi rasanya air mata aku udah abis . aku pengen lari sekencang mungkin , tapi kaki ku berasa lumpuh . aku nyoba buat teriak sekeras yang aku bisa , tapi kerongkongan tenggorokan ku terasa tersangkut duri tajam . rasa apa ini ???
banyak yang udah aku lalui selama aku hidup . mulai dari keluarga ku yang sedikit demi sedikit goyah karena pihak yang merasa iri terhadap keluarga ku , ekonomi keluarga yang cukup naik turun , sakit yang aku derita , ada yang pengen orang tua ku yang bercerai , dan masalah lain yang menurut ku cukup rumit .
aku hanya ingin ketenangan di hidup ku , ku ingin damai menyertaiku . apa itu permintaan yang sulit Kau kabulkan Yaa Rabb ???
aku capek kalo harus kaya gini terus !!! aku mulai suntuk !!!
mah , pak ... kalian ngerti gak apa yang aku rasain selama 10 taun terakhir ini ??? aku udah capek !!!

»»  READ MORE...

Pancake Sederhana


Bahan:
100 g tepung terigu
1 sdt penuh baking powder
50 g gula halus
200 ml susu cair
1 sdt garam
3 butir telur ayam, pisahkan kuning dan putihnya

Pelengkap:
Maple syrup
Mentega,
Irisan buah, seperti apel atau pisang

Cara membuat:
1. Campur tepung, baking powder, gula, susu, garam dan kuning telur hingga licin dan rata. Sisihkan.
2. Kocok putih telur hingga kaku.
3. Masukkan kocokan putih telur ke dalam adonan terigu, aduk rata.
4. Panaskan wajan dadar antilengket, olesi sedikit minyak.
5. Tuangkan 1 sendok sayur penuh adonan ke dalam wajan. Masak hingga kedua sisinya matang.
6. Taruh di piring saji. Sajikan hangat dengan pelengkapnya.
Untuk 12 buah
»»  READ MORE...

When You Say You Love Me --- Josh Groban

Like the sound of silence calling
I hear your voice and suddenly I'm falling
Lost in a dream
Like the echoes of our souls are meeting

You say those words, my heart stops beating
I wonder what it means
What could it be that comes over me
At times I can't move
At times I can't hardly breathe

When you say you love me
The world goes still, so still inside
When you say you love me
For a moment, there's no one else alive

You're the one I've always thought of you
I don't know how but I feel sheltered in your love
You're where I belong
And when you're with me if I close my eyes

There are times I swear I feel like I can fly
For a moment in time
Somewhere between
The heavens and earth
I'm frozen in time
when you say those words

When you say you love me
The world goes still so still inside
When you say you love me
For a moment, there's no one else alive

And this journey that we're on
How far we've come and I
Celebrate every moment
When you say you love me
That's all you have to say
I'll always feel this way

When you say you love me
The world goes still so still inside and
when you say you love me
In that moment, I know that I'm alive
When you say you love me
Do you know how I love you ?
»»  READ MORE...

Sabtu, 18 Februari 2012

Apa ini Pilihan Ku ???

Apa pilihan Ku salah Tuhan ????
Apa jalan takdir Mu yang salah Tuhan ????
Ataukah takdir Ku yang tertukar dengan Mereka yang kini sedang tertawa dan canda Tuhan ????
Apa Kau yang salah memilihkan takdir untuk Ku Tuhan ????

Ribuan tetes keringat tlah Ku curahkan
Demi sesuap nasi yang tak layak di makan oleh orang gedongan
Tapi itu bagaikan makanan di Hotel Berbintang
Atau bahkan seonggok daging yang Aku dapatkan jika hari Qurban datang (Jika Ku dapat)

Panasnya matahari sudah seperti es krim di Swalayan
Karena tlah terbiasanya Aku kepanasan dan kedinginan
Hingga panas dan dingin pun tak dapat Aku bedakan
Tuhan ..... Adakah yang salah ????

Aku ingin seperti Mereka .....
Makan di restoran , belanja di Mall , bahkan naik mobil mewah
Tapi itu hanya mimpi yang tak'kan pernah terwujud
Sesuap nasi saja Ku sudah bersyukur



»»  READ MORE...

Pigeon


Merpati putih itu indah sekali , terbang kesana kemari dengan sayapnya
Bebas Ia terbang bersama sekelompoknya
Iya. . .Aku ingin seperti Merpati Putih yang dapat terbang sebebas yang Ia sukai
Tidak seperti Aku yang terkurung dalam sangkar dengan hati yang kelam

Gulungan ombak itu sangat keras menghantam batuan tajam dan terjang
Hingga air laut pasang
Ku ingin berlarian di pantai dengan pasir putih
Ku ingin berteriak hingga suara petir Ku kalahkan

Cukup hanya Merpati Putih lah yang Ku inginkan
Bukan Ombak , Petir , ataupun Pasir Putih
Karena Ku hanya perempuan yang terkurung dalam kesendiriannya dengan hati yang begitu sesak
Cukup , Cukup , Cukup

Pilihan ini memang sulit
Melihat semuanya begitu pahit dan rasa sesak sangat nyata
Menjadikan Ku seorang perempuan yang kuat tapi hati yang lemah

»»  READ MORE...

Istilah "Orang Pinggiran"

Saya sering mendengar kalimat “Orang Pinggiran”, sebenarnya apa maksud dari kalimat itu sampai saat ini Saya masih belum tahu. Karena di dunia ini tidak ada kalimat seperti itu, yang ada hanyalah “orang miskin dan orang kaya”. Maksud Saya adadalah kaya harta tapi mereka miskin hati, ilmu, dan akhlak. Kenapa Saya berkata demikian , karena sudah jelas bahwa di Negara Kita ini keadilan untuk hidup itu telah berkurang dikarenakan orang-orang yang tidak bertanggungjawab atas apa yang telah menjadi tanggungjawabnya dan menurut Saya itu semuanya hanya janji-janji para PEJABAT untuk dapat terpilih dalam kampanye-kampanye yang diselenggarakan oleh pemerintah. Memang dalam kegiatannya Mereka selalu mementingkan rakyat-rakyat yang kurang mampu, tapi dalam artian yaah Saya menyebutnya “Mencari Muka”. Jika yang Saya katakana ini Salah ??? maka menurut Saya ada yang bisa membenarkannya, siapa itu Saya jelas tidak tahu.
Kembali lagi pada masalah kalimat “Orang Pinggiran”, siapa sih orang pinggiran itu ??? memangnya ada yaah orang pinggiran ??? seperti apa Mereka ??? terus apa bedanya dengan Pejabat yang “Tak Bermoral” ??? aduh maaf Pak dan Bu yang tersinggung dengan ucapan Saya, tapi untuk orang awam atau yaah bisa disebut nggak tahu apa-apa. Saya pikir ini pertanyaan yang wajar, karena begitu wajarnya Saya mikir bahwa Pejabat itu memang “Tidak Punya Moral” alias Mereka “Amoral” kali yaah. Hahaha Saya Cuma bisa ketawa mendengar masyarakat mencemooh para “pejabat”. Tapi kenapa yaah sepertinya kata “pejabat” itu buruk sekali dimata masyarakat, yaah Saya kira-kirain baiknyua Mereka hanya 10%, kecuali untuk pejabat yang memang Mereka masih punya akhlak dan tahu bagaimana memperlakukan masyarakat kurang mampu dengan masyarakat amoral (Pejabat).

Tulisan Saya ini pasti akan menimbulkan ketidaknyamanan untuk para pejabat yang mungkin Mereka merasa tersindir dengan semua ucapan Saya. Saya sih ambil sikap positifnya saja, kalau Mereka tersindir berarti tulisan Saya benar donk alias Fakta. Kalau tidak mau disindir atau dihujati dengan perkataan yang tidak senonoh, maka berkaca lah jika memang Anda mempunyai kaca dirumah (kaca yang di toilet juga tidak apa-apa hahaha). Saya juga tidak sebaik yang Anda pikir, mungkin Saya lebih baik darpada Anda-anda sekalian Pak dan Bu. Anda itu sudah mendapatkan cukup gaji (maksud Saya lebih dari cukup), kenapa masih mau mencuri hak orang-orang yang wajib mendapatkan hak-hak itu ??? apa tidak panas telinga Kita kalau mendengar Negara Indonesia adalah Negara Termiskin yang entah ke berapa urutannya (saking miskinnya, urutan ke berapa saja sampai tidak tahu), Astaghfirullahala’dzim
Capek juga yaah menulis yang tentang pejabat pemerintah, sampai tangan dan otak Saya kaku ini hehehe. Maaf kalau tulisannya malah melenceng dari tema atau judul, karena setiap Saya mau menulis tentang keadilan, KKN, kesehatan, pendidikan, bahkan rakyat tidak mampu pun, semuanya tidak terlepas dari kata “pejabat”. Heran Saya, saking banyaknya Mereka disebut, lama-lama Mereka pejabat yang bakalan merangkap jadi artis juga, yaah untuk para artis Ibukota bersiap-siaplah kalian untuk mencari pekerjaan baru hahaha. Udah aaahhh kenapa jadi ngomongin pejabat sih, Mereka kan udah tajir melintir kasian nanti telinganya panas dibicarakan terus. Piss Pak dan Bu

Potret kemiskinan di Indonesia itu telah banyak, mulai dari kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, Itu hanya segelintir contoh. Mereka yang tinggal di kolong jembatan, menjadi pemulung, memakan makanan sisa yang di dapat dari tempat sampah, tidur beralaskan koran atau kardus bekas, buta aksara karena tidak mengenyam pendidikan, dan masih banyak lagi yang Mereka hadapi untuk terus bertahan hidup. Tapi masih saja tega pemerintah Kita melihatnya demikian. Toilet ingin diperbarui, konsumsi rapat inginnya bergizi, gedung ingin ada fasilitas kolam renang, spa, salon, kursi untuk rapat saja ingin di impor dari Eropa. Yaa ampun Astaghfirullah. Mending temanya Saya ganti jadi “Pejabat dari Kolong Jembatan menjadi Artis yang bling-bling” atau “Pejabat yang tadinya Kodok Burik menjadi Pangeran William Inggris” wkwkwkwk tema yang cukup mengagumkan untuk orang-orang sekelas “pejabat”.

Saya katakan sekali lagi bahwa di dunia ini itu tidak ada yang namanya “Orang Pinggiran”, karena pada asalnya Mereka tinggal di pinggiran sungai atau di bawah kolong jembatan itu adalah pilihan, pilihan yang mengharuskan Mereka antara hidup atau mati. Sadarlah Anda-anda yang pernah mengatakan bahwa Orang Pinggiran itu kumuh, kotor, dan amoral. Yang sebenarnya kumuh, kotor, dan amoral itu adalah orang tua Anda yang tidak dapat mendidik Anda bagaimana caranya menghargai dan bertutur kata sopan kepada saudara/i kita yang kurang mampu. Mereka tidak berhak di cemooh, yang seharusnya diperlakukan seperti itu adalah orang-orang yang mengaku ingin membantu sesama tapi pada akhirnya Mereka hanya memanfaatkan situasi dan kondisi untuk mencari muka di hadapan para petinggi Negara. Banyak masyarakat Kita yang pintar dan sangat berwawasan yang tinggal di luar negeri, tapi Mereka tidak mau kembali lagi ke Indonesia. Yaah menurut Saya itu wajar, untuk apa Kita tinggal di Negara ini jika tidak ada yang mau menghormati hasil jerih payah Kita. Lebih baik tinggal di negeri orang lain, tapi dihargai, dihormati, dan yang pasti dengan gaji yang lebih besar daripada di Negara sendiri.


»»  READ MORE...

Jumat, 10 Februari 2012

Anak Ku Sayang


         Saya seorang ibu dengan 2 orang anak , mantan direktur sebuah Perusahaan multinasional. Mungkin anda termasuk orang yang menganggap saya orang yang berhasil dalam karir namun sungguh jika seandainya saya boleh memilih maka saya akan berkata kalau lebih baik saya tidak seperti sekarang dan menganggap apa yang saya raih sungguh sia-sia.
Semuanya berawal ketika putri saya satu-satunya yang berusia 19 tahun baru saja meninggal karena overdosis narkotika. Sungguh hidup saya hancur berantakan karenanya, suami saya saat ini masih terbaring di rumah sakit karena terkena stroke dan mengalami kelumpuhan karena memikirkan musibah ini. Putera saya satu-satunya juga sempat mengalami depresi berat dan Sekarang masih dalam perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga merasa sangat terpukul dengan kepergian adiknya. Sungguh apa lagi yang bisa saya harapkan.

Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan kepergian Bik Inah pembantu kami. Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba. Mungkin terdengar aneh kepergian seorang pembantu bisa membawa dampak Begitu hebat pada putri kami. Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti keluarga bagi kami, dia telah ikut bersama kami sejak 20 tahun yang lalu dan ketika Doni berumur 2 tahun. Bahkan bagi Maya dan Doni , bik Inah sudah seperti ibu kandungnya sendiri. Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang saya baca setelah dia meninggal. Maya begitu cemas dengan sakitnya bik Inah, berlembar-lembar buku hariannya berisi hal ini. Dan ketika saya sakit saya pernah sakit karena kelelahan dan diopname di rumah sakit selama 3 minggu ) Maya hanya menulis singkat sebuah kalimat di buku hariannya

“Hari ini Mama sakit di Rumah sakit” , hanya itu saja.
Sungguh hal ini menjadikan saya semakin terpukul. Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya. Begitu sedikitnya waktu saya untuk Doni, Maya dan Suami saya. Waktu saya habis di kantor, otak saya lebih banyak berpikir tentang keadaan perusahaan dari pada keadaan mereka.

Berangkat jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam kemudian bahkan mungkin lebih. Ketika sudah sampai rumah rasanya sudah begitu capai untuk memikirkan urusan mereka. Memang setiap hari libur kami gunakan untuk acara keluarga, namun sepertinya itu hanya seremonial dan rutinitas saja, ketika hari Senin tiba saya dan suami sudah seperti “robot” yang terprogram untuk urusan kantor. Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali mengingatkan sayauntuk berhenti bekerja sejak Doni masuk SMA namun selalu saya tolak, saya anggap ibu terlalu kuno cara berpikirnya. Memang Ibu saya memutuskan berhenti bekerja dan memilih membesarkan kami 6 orang anaknya. Padahal sebagai seorang sarjana ekonomi karir ibu waktu itu katanya sangat baik. Dan ayahpun ketika itu juga biasa-biasa saja dari segi karir dan penghasilan.

Meski jujur saya pernah berpikir untuk memutuskan berhenti bekerja dan mau mengurus Doni dan Maya, namun selalu sajaperasaan bagaimana kebutuhan hidup bisa terpenuhi kalau berhenti bekerja, dan lalu apa gunanya saya sekolah tinggi-tinggi ?. Meski sebenarnya suami saya juga seorang yang cukup mapan dalam karirnya dan penghasilan. Dan biasanya setelah ada nasehat ibu saya menjadi lebih perhatian pada Doni dan Maya namun tidak lebih dari duaminggu semuanya kembali seperti asal urusan kantor dan karir fokus saya. Dan kembali saya menganggap saya masih bisa membagi waktu untuk mereka, toh teman yang lain di kantor juga bisa dan ungkapan “kualitas pertemuan dengan anak lebih penting dari kuantitas ” selalu menjadi patokan saya. Sampai akhirnya semua terjadi dan diluar kendali saya dan berjalan begitu cepat sebelum saya sempat tersadar.
Maya berubah dari anak yang begitu manis menjadi pemakai Narkoba. Dan saya tidak mengetahuinya!!! Sebuah sindiran dan protes Maya saat ini selalu terngiang di telinga. Waktu itu bik Inah pernah memohon untuk berhenti bekerja dan memutuskan kembali ke desa untuk membesarkan Bagas, putera satu-satunya, setelah dia ditinggal mati suaminya . Namunkarena Maya dan Doni keberatan maka akhirnya kami putuskan agar Bagas dibawa tinggal bersama kami.
Pengorbanan bik Inah buat Bagas ini sangat dibanggakan Maya. Namun sindiran Maya tidak begitu saya perhatikan. Akhirnya semua terjadi ,setelah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua minggu, bik Inah meninggal dunia di Rumah Sakit. Dari buku harian Maya saya juga baru tahu kenapa Doni malah pergi dari rumah ketika bik Inah di Rumah Sakit. Memang Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik Inah dibawa ke Singapore untuk berobat setelah dokter di sini mengatakan bahwa bik Inah sudah masuk stadium 4 kankernya. Dan usul Doni kami tolak hingga dia begitu marah pada kami. Dari sini saya kini tahu betapa berartinya bik Inah buat mereka, sudah seperti ibu kandungnya! menggantikan tempat saya yang seolah hanya bertugas melahirkan mereka saja ke dunia. Tragis !

Dan sebuah foto “keluarga” di dinding kamar Maya sering saya amati Kalau lagi kangen dengannya. Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga ke desa bik Inah. Atas desakan Maya kami sekeluarga menghadiri acara pengangkatan Bagas sebagai kepala sekolah madrasah setelah dia selesai kuliah dan belajar di pesantren. Dan Doni pun begitu bersemangat untuk hadir di acara itu padahal dia paling susah untuk diajak ke acara serupa di kantor saya atau ayahnya. Dan difoto “keluarga” itu tampak bik Inah, Bagas, Doni dan Maya tersenyum bersama. Tak pernah kami lihat Maya begitu senang seperti saat itu dan seingat saya itulah foto terakhirnya. Setelah bik Inah meninggal Maya begitu terguncang dan shock, kami sempat erisaukannya dan membawanya ke psikolog ternamadi Jakarta. Namun sebatas itu yang kami lakukan setelah itu saya kembali berkutat dengan urusan kantor. Dan di halaman buku harian Maya penyesalan dan air mata tercurah.
Maya menulis :“Ya Allah kenapa bik Inah meninggalkan Maya, terus siapa yang bangunin Maya, siapa yang nyiapin sarapan Maya, siapa yang nyambut Maya kalau pulang sekolah, Siapa yang ngingetinMaya buat sholat, siapa yang Maya cerita kalau lagi kesel di sekolah, siapa yang nemenin Maya kalo nggak bias tidur……….Ya Allah , Maya kangen banget sama bik Inah “

Astagfirullah bukankah itu seharusnya tugas saya sebagai ibunya, bukan bik Inah ? Sungguh hancur hati saya membaca itu semua,namun semuanya sudah terlambat tidak mungkin bisa kembali, seandainya semua bisa berputar kebelakang saya rela berkorban apa saja untuk itu. Kadang saya merenung sepertinya ini hanya cerita sinetron di TV da n saya pemeran utamanya. Namun saya tersadar ini real dan kenyataan yang terjadi. Sungguh saya menulis ini bukan berniat untuk menggurui siapapun tapi sekedar pengurang sesal saya semoga ada yang bisa mengambil pelajaran darinya. Biarkan saya yang merasakan musibah ini karena sungguh tiada terbayang beratnya.Semoga siapapun yang membaca tulisan ini bisa menentukan “prioritas hidup dan tidak salah dalam memilihnya”. Biarkan saya seorang yang mengalaminya.

Saat ini saya sedang mengikuti program konseling/therapy dan Mencoba aktif ikut di pengajian-pengajian untuk menentramkan hati saya. Berkat dorongan seorang teman saya beranikan tulis ini semua. 
»»  READ MORE...

It's Me

Yaa Rabb ... apa yg lg aku rasain sekarang ???? perasaan apa ini Yaa Rabb ???
sampe sekarang pun aku masih bingung sama perasaan aku , apa ini suka ato nggak .... aku ngerasa nggak pantes buat kamu !!!
sahabat ku bilang buat aku jaga jarak sama kamu , dan sekarang aku lg lakuin itu . entah apa yg kurasain , kaya ada yg ilang gitu aja . apalagi kalo aku inget tentang perasaan kamu sama perempuan itu
kata anak-anak jaman sekarang sih aku disebut "galau" , yaah mungkin itu bener . hehehe
aku seneng pas kamu ikut aku pulang ke Cianjur , tapi ada keselnya juga sih . kamu nggak bilang alesan kamu ikut aku pulang . aku malu kalo keadaan keluarga ku kaya gitu , aku emang bukan orang kaya , nggak seperti sahabat-sahabat ku yg laen . ini aku yg hidup dengan kesedehanaan ku .
iya , aku sadar banget aku bukan siapa-siapa kamu . aku nggak berhak bilang ini itu ke kamu , aku ngerti batasan aku temenan sama laki-laki kaya gimana . apa ada yg salah sama aku ???
pas kamu jauhin aku , aku juga nyadar banget . aku nggak mau nyakitin siapa-siapa , karena aku emang nyaman banget kalo sama kamu . tapi kamu malah ngehindarin aku gitu aja , yaah aku cuma bisa bilang "dia mau nya gini yaa udah" .
mama bilang kamu baik , aku seneng banget ^_^ . disaat aku jauh dari keluarga , aku dapet temen yg baik-baik disini . Subhanalloh , terimakasih Yaa Rabb

aku tau kamu masih suka sama "dia" , mata kamu nggak bisa bohong yaah . aku pengen cita-cita mu yg 5 taun ke depan itu harus terwujud . dia perempuan yg baik , dan dia cocok berjodoh sama kamu yg baik . emang nggak salah yaah pilihan kamu hehehe ^_^ . dia baik , pinter , ramah , cantik , sholehah ^_^

»»  READ MORE...