Selasa, 03 Juli 2012

Kemuning Senja di Beranda Mekkah (Part 1)


KARYA: ABU UMAR BASYIER


  • HARU BIRU NIKAH KELABU
Pagi itu adalah awal terbukanya lembaran hidup baru yg sulit dicerna kemerjap maknanya oleh gadis semuda Rafiqah. Usai menyelesaikan pendidikannya disebuah SMU di kota Jakarta tepatnya diwilayah Jakarta Timur secara tiba2 orang tuanya mendesaknya untuk menikah. Sungguh aneh! Aneh bin ajaib! Hasil ujian baru saja diumumkan 5 hari yang lalu. Ia masih dalam euforia karena lulus dengan nilai sangat memuaskan sekarang saat keceriaan dibenaknya sempat melambung menjadi hasrat melanjutkan studi diperguruan tinggi berkualitas, kedua orang tuanya justru membuyarkan ambisinya dengan keinginan mereka itu. Kemauan yang menurut Rafiqah sungguh tidak lazim. Terutama bagi kedua orang tuanya yang dikenal sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Ingin anak-anaknya berpendidikan tinggi. Sungguh tak masuk akal.
Rafiqah amat gelisah dg hasrat orang tuanya tersebut. Ia bukan tak menyetujui menikah cepat-cepat. Baginya pernikahan dini bukanlah momok yang pasti menghantui jiwa tapi tentu harus dengan pria yang Ia idamkan. Pria yg memenuhi kriteria-kriteria suami pilihan yang ia tetapkan. Tapi ini adalah pria pilihan orang tuanya. Ia tahu bagaimana cara berpikir mereka, pria macam apa yang akan dipilih orang tuanya untuk menjadi suaminya dan menikahkan anak cepat-cepat juga tak ada dalam kamus mereka sehingga keputusan ini sungguh tidak masuk akal, Rafiqah heran sekali tapi tanpa ia sadari semua itu sesungguhnya bermula dari dirinya sendiri. Bila ia adalah remaji seperti layaknya teman-temannya yang begitu patuh pada arus kehidupan metropolis tentu ia akan dipandang tak pantas segera menikah. Orang tuanya tidak akan kelabakan dengan tiba-tiba mengusulkan ide pernikahan itu justru saat Rafiqah meneguhkan keinginannya berubah secara tiba-tiba, ia ditodong dengan hal yang tak pernah diduga-duga sebelumnya. Segera menikah. Perubahan apakah itu?
6 bulan yg lalu, Rafiqah memutuskan berjilbab sempurna. Setelah sebelumnya ia terbiasa mengenakan kerudung ala kadarnya. Di tengah glamour kehidupan keluarganya yang kaya raya yang perpahan sekuler militan keputusan itu dianggap mengada-ada. Memang banyak selebritis kini berjilbab, banyak para bisniwati juga berjilbab tapi keputusan Rafiqah yang secara tegas mulai memakai jilbab lebar dengan pakaian jubah yang panjang dan menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan saja khas wanita alim akhirnya tidak lazim dalam kebiasaan keluarga besar mereka. Papanya bahkan merasa malu memiliki gadis berpakaian seperti itu. Anti agama? Tidak juga. Ia hanya merasa risih meliha putrinya berpakaian dengan bentuk tidak lazim bukan semata-mata pakaiannya tapi ruh dibalik pakaian tersebut yang lebih ia cemaskan. Cibiran dari rekan-rekan bisnisnya dalam bayangan sang papa kalau putrinya itu jangan-jangan pengikut aliran sesat dari kalangan radikalis yg berpotensi menjadi teroris sungguh bayangan seran yang baginya nyaris melebihi kematian. Hal yang sesungguhnya belum tentu terjadi namun sudah membuat orang tua Rafiqah tak ubahnya seekor kambing yang mati kaget sebelum disembelih.
Rasa-rasanya bila Rafiqah memilih berjilbab seperti biasa mengenakan sejenis jilbab gaul atau jilbab modis yang kini memang digemari sebagian remaji islam tanah air mereka tak akan mempersoalkannya, mereka akan lebih mudah bertoleransi. Soal ibunya sendiri atau saudari-saudarinya yang tak pernah memakai jilbab model apapun, itu juga tak masalah. Bagi mereka jilbab sebagai simbol religiusitas sudah dimaklumi tapi jilbab yang dipilih untuk dipakai Rafiqah adalah jilbab Syar'i yang dipandang orang tuanya sebagai pakaian golongan ekstrimis dan fundamentalis islam. Mereka sendiri sejak dulu bersikap antipati terhadap pergerakan2 islam, majelis-majelis dakwah sunnah atau komunitas2 sejenis yang mereka pandang kolot dan terbelakang itu.
Dialog, bahkan perdebatan alot akhirnya terjadi antara Rafiqah dan kedua orang tuanya terutama sekali dengan papanya, sebagai orang yang merasa paling bertanggung jawab atas adanya perubahan itu. Sesekali bahkan kakak dan adik-adiknya ikut nimbrung dipihak orang tuanya. Perdebatan yang secara logis tak seimbang itu secara tak terduga justru sesalu berakhir dengan keunggulan Rafiqah. Logika dan alasan yg disampaikan oleh orang tua dan saudara-saudaranya seputar tuduhan terhadapnya sebagai muslimah kolot, ekstrim dan kaku berhasil dibantah satu persatu. Kepiawaian berdebat yang sudah dimiliki Rafiqah secara genetik warisan dari kedua orang tuanya sendiri dipadu dengan dalil-dalil, nash dan penjelasan ilmiah yang hampir setengah tahun ini didalami oleh Rafiqah menjelma menjadi layaknya predator bagi model paham orang tuanya yang sekuler abis. Mereka takluk. Perdebatan itu sering diulang-ulang namun hasilnya tetap sama. Mereka berusaha menekan Rafiqah namun mereka malah seolah-olah kehabisan nafas menghadapi semangatnya yang menggebu-gebu dalam berislam secara benar menurut apa yang ia yakini. Semangat itu membuahkan kemapanan dalam berfikir dan berorasi begitu rupa akhirnya dialog terhenti sementara. Bukan kapok tapi mereka belum menemukan cara terbaik menghadapi Rafiqah, mereka memilih menggerutu diam-diam.
Belakangan Rafiqah mulai semakin tegas dan beringas menerangkan prinsip-prinsip hidupnya yang dibangun diatas syariat. Termasuk yang paling merisaukan hati kedua orang tuanya soal kriteria pria bagaimana yg dipilihnya sebagai suaminya kelak. Semangat mudanya membuat Rafiqah bertindak ekstra agresif sehingga kurang memikirkan dan memperhitungkan dinding-dinding tebal yang masih berdiri tegak dihadapannya. Bahwa mengubah persepsi orang lain, ternyata bukanlah semudah yang selama ini ia pikirkan. Disitu perdebatan-perdebatan panas kembali tergelar tanpa disadari. Kecemasan-kecemasan susulan mulai menyelinap dalam hati kedua orang tuanya. Mereka sangat tidak menginginkan adanya perubahan kurang nyaman dalam rumah tangga orang the have seperti mereka. Mereka tak mau ikut-ikutan terpengaruh menjadi kampungan. Jilbab muslimah yang sempurna itu bagi mereka tak ubahnya momok yang menakutkan karena itu simbol pemberontakan terhadap kebijakan-kebijakan ningrat yang sudah lama dilestarikan dirumah mereka. Rumah mereka akhirnya kembali bising dengan suasana keseharian yang tak pernah sepi dari perdebatan namun kembali pula Rafiqah menunjukkan keteguhan prinsipnya. Dalam setiap perdebatan kembali terlihat kerapuhan dari pendapat dan prinsip hidup yang selama ini dibangun oleh kedua orang tua Rafiqah itu. Akhirnya orang tua Rafiqah, pak Broto dan bu Broto mengaku kalah. Mengaku kalah hanya dalam berolah kata dan berdebat tapi prinsip mereka yang bersebrangan dengan Rafiqah dalam soal pernikahan itu rupanya justru menggeliat garang. Sebagai orang tua yang dihormati banyak orang, mereka pantang dipermalukan anak sendiri. Akhirnya cara kejam itu pun menjadi pilihan mereka.
Sangat disayangkan memang saat islamisasi mulai merambati semua kalangan dan komunitas yang berkerumun ramai dinegeri ini masih ada saja keluarga-keluarga yang bertahan pada konsep moderenisasi yg tidak seimbang. Yakni yang hanya berpangkal pada semangat mengadopsi budaya barat yang didalamnya ada kecanggihan teknologi, kebebasan budaya dan sinisme berat terhadap budaya islam secara radikal, tanpa pilih-pilih. Sehingga terlepas sudah tali pembeda antara hak-hak kemanusiaan yang wajar saja dimodernisasikan semacam teknologi, industri dan science, dan hak-hak ketuhanan yang bersikap baku permanen. Tak boleh diubah-ubah seperti keyakinan terhadap alam gaib, cara beribadah, aturan hidup, hukum, adab dan etika itulah pemicu utama kenapa akhirnya perubahan Rafiqah seolah dipandang sebagai genderang perang melawan angkara murka dilingkungan keluarga besar pak Broto meski Rafiqah sendiri tak merasa melakukan hal-hal yang luar biasa. Ia hanya ingin mulai berjilbab lebih sempurna. Tak lebih dari itu. Saat itulah ada salah satu rekan bisnis pak Broto yg rupanya tertarik melihat kecantikan Rafiqah yang alami apalagi kecantikan dibalut sehelai jilbab lebar dan panjang berpadu dengan jubah suci yang menutupi sekujur auratnya. Ketertarikan itu bermula pada hari itu, secara tanpa sengaja saat berkunjung kerumah pak Broto sedang berdiskusi akrab dengan rekan bisnisnya itu, ia berniat keluar rumah.
Disitulah pria tersebut melihat Rafiqah, sekilas saja tapi ia sudah cukup baginya menilai kecantikan Rafiqah. Rekan bisnis pak Broto yang masih sangat muda itu menyatakan terus terang ketertarikannya pada putri pak Broto tersebut baginya Rafiqah memiliki kecantikan yang betul-betul natural bukan kecantikan yang menonjol karena dipoles oleh alat-alat kosmetik moderen yang cenderung manipulatif. Dan saat itu pula pak Broto mendapat ide gemilang secara spontan ia menawarkan putrinya untuk dinikahi rekannya tersebut kalau rekannya itu memang betul-betul serius meminati Rafiqah. Pria muda itu tentu girang bukan main saat itu juga ia menerima tawaran pak Broto. Herannya tanpa berpikir-pikir lagi sementara pak Broto sendiri merasa kejatuhan durian bila obsesi itu benar-benar terwujud selain sebagai mitra bisnis yg sangat berperan bagi berjalannya usaha pak Broto, pria bernama Pram (Pramono Agung Setia) juga ia tahu sangat kaya lebih kaya dari pak Broto sendiri. Pernikahan putrinya dengan Pram dalam benak pak Broto, berarti mendulang 2 keuntungan sekaligus. Pertama bisa memperlancar usahanya sehingga ia semakin kaya, kedua menundukan sikap tegas Rafiqah. Pak Broto ingin Rafiqah kembali menjadi putrinya yang cantik dan modis dengan tampilan kebangsawanannya, dengan moderat. Itu bisa terwujud bila putrinya itu menikah dengan Pram. Membayangkan itu hati pak Broto melambai-lambai kesenangan.
Gaya hidup Pram yang modern namun sedikit religius, moderat dan progressif cara berfikirnya diharapkan akan bisa mengubah pola pikir putri mereka itu perlahan-lahan. Itu obsesi terpendam dalam jiwa pak Broto. Sesungguhnya pak Broto tak pernah berniat menikahkan putrinya diusia sedini itu tapi ia anggap itu sebuah keharusan. Pendidikan toh bisa dilanjutkan setelah menikah, ia tidak melihat peluang yang lebih pantas diambil saat itu agar ia berkesempatan mengubah gaya hidup putrinya yang ia pandang sudah mulai mengancam ketentraman keluarga besar pak Broto yang terkenal itu.
"Orang yg cita-citanya tertuju pada dunia saja,urusannya akan Allah cerai beraikan. Kemiskinan senantiasa terbayang dipelupuk matanya. Sementara dunia yang menghampirinya hanya sebatas yg telah Allah tetapkan baginya saja..." (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dinyatakan shahih oleh Al Bani)
''Kenapa tiba-tiba papa berbicara soal pernikahan. Papa sendiri yang ingin saya melanjutkan kuliah dan mencapai prestasi setinggi mungkin?" tanya Rafiqah kepada papanya suatu pagi. Beberapa saat, setelah bu Broto menyampaikan kepadanya keinginan keluarga agar ia segera menikah dengan Pram. Pria yg sama sekali belum dikenalnya.
"Nak, kamu adalah putri pak Broto. Putri dari keluarga besar Broto susilo yg dikenal sebagai orang berpikir maju. Enterpreuner ternama yang punya banyak relasi bisnis yang nyaris semuanya berfikiran modern. Papa ingin kamu kelak menjadi Ibu rumah tangga yang selain cerdas, berpendidikan juga menjaga trademark keluarga kita sebagai teladan keluarga moderen. Lengkap dengan simbol-simbol kemoderenan yang selama ini sudah kamu kenal."
"Lalu, kenapa papa menyuruh saya menikah cepat-cepat?"
"Karena papa tak mau kamu larut dalam gaya berpikirmu yang kolot itu" tegas pak Broto.
"Apa dengan menikah papa berharap saya berubah? Pa, saya sudah besar saya berhak memegang prinsip saya. Keluarga modern dan cerdas adalah yang tidak akan memaksakan kehendak pada anak2 mereka." ungkap Rafiqah. "Lagi pula urusan menikah tak bisa dipaksa-paksakan. Begitu juga jodoh, aku juga punya hak untuk memilih tho, pa?"
"Papa tak mau membiarkanmu memilih calon suamimu sendiri karena papa tahu bahwa suami yang akan kamu pilih pasti pria-pria bercelana menggantung, memakai baju koko atau gamis yang lusuh dan berfikiran kolot itu," ketus pak Broto lagi kali ini dengan nada mulai meninggi.
"Suami yang terbaik adalah yang mampu membimbing istrinya menuju keridhaan Allah, pa. Papa sendiri yang senjak dahulu menanamkan dalam jiwa kami agar tak lupa kepada Allah. Untuk suatu saat memilih pendamping yang baik dan shalih" lirih Rafiqah.
"Tapi keshalihan dalam persepsi kita sekarang berbeda, Nak. Keluarga kita sudah memiliki sudut pandang yang renyah tentang religiusitas. Tidak kaku dan terbelakang seperti yang mulai menyelinap dipikiranmu sekarang ini bagi kami keshalihan itu bukan dibuktikan dengan cara berpakaian yang tidak lumrah dinegeri ini asalkan sopan dan tidak mengundang birahi orang banyak itu sudah cukup. Lelaki shalih juga bukan harus pandai berbahasa Arab, fasih berdakwah dan memakai celana seperti layaknya orang dilokasi kebanjiran seperti itu" tegas pak Broto lagi dengan nada lebih sinis dari sebelumnya.
"Tapi agama ini bukan kita yang membuat, pa.."
"Itu sudah sering kamu bilang." potong pak Broto.
"Nah, seharusnya Papa mengerti. Suami bagaimana yang sesungguhnya bisa mengajak istrinya kesurga."
"Pram itu orang baik. Ia enterpreuner muda yang sukses, ia juga religius meski tampilannya sedikit modis selalu berdasi dan necis karena ia memang pebisnis unggulan dinegri ini. Apa menurutmu sosok pria seperti Pram lebih cocok jadi penghuni Neraka? Apa ia orang yang jelek dimata Allah?" tanya pak Broto kepada putrinya. "Selama ini semua rekan bisnis papa menganggap Pram itu orang baik bahkan sangat baik, ia tak pernah bermain kotor dalam berbisnis tak pernah mau diajak bersenang-senang dengan para wanita malam seperti yang lazim dilakukan oleh rekan-rekan bisnis kami pada umumnya." lanjut pak Broto meyakinkan.
"Baik menurut orang belum tentu baik menurut Allah. Kalau menurutku, Pa. Ukuran keshalihan itu simpel saja. Ia boleh kaya atau miskin. Boleh orang awam atau pria ternama yang penting ia rajin beribadah, rajin berdzikir selalu menghindari yang haram, dan taat kepada Allah. Yang haram bukan hanya menenggak minuman keras, berzina atau melakukan korupsi yang haram itu termasuk melihat aurat lawan jenis dengan sengaja tidak menjalankan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah. Bagi wanita contohnya tidak menutupi auratnya terlebih lagi bila ia seorang suami, sebagai suami yang baik ia harus mampu membimbing anak dan istrinya senantiasa dijalan Allah. senantiasa patuh pada hukum Allah. Semua itu tentu dapat dilihat dari hidup kesehariannya, seberapa besar perhatiannya terhadap ilmu, seberapa perhatiannya terhadap keharusan berpegang pada syariat sejauh mana kesesuaian perikehidupannya dengan kepribadian Rasulullah...."
"Orang seperti itu mungkin hanya kamu dapatkan disurga, Nak. Ini dunia, ini abad modern kamu harus berpikir yang realistis. Pram itu sudah punya segalanya, ia pebisnis yang sangat sukses, masih muda dan punya perhatian terhadap agama. Ia banyak bersedekah kok..." pak Broto berusaha meyakinkan Rafiqah.
"Rafiqah bukan mengharapkan kesempurnaan, papa. Rafiqah hanya menginginkan bahwa tanda-tanda keshalihan itu terlihat pada sosok pria yang akan menjadi suamiku kelak. Rafiqah tidak melihat pada diri Pram, gaya bicaranya masih terlalu ceplas-ceplos, kurang terkontrol. Untuk shalat saja ia masih suka melalaikan. Ingat Pa, kemarin waktu mengobrol dengan papa? Hingga mendekati Magrib ia baru shalat itu pun karena ia memilat papa meminta izin untuk shalat." jelas Rafiqah.
"Simpan saja prinsipmu itu dalam hati, dirumah ini papa yang punya kekuasaan. Papa melihat bahwa kamu hanya bisa mengikuti irama kehidupan dirumah ini kalau kamu menikah dengan Pram. Papa sudah kenal baik pemuda itu, ia bisa dipercaya dan kamu tahu Rafiqah? Dia sangat menyukai gadis berjilbab sepertimu..." Disini pak Broto ingin menjebak putrinya dengan ungkapan berjilbab seolah-olah ia menyetujui cara Rafiqah berjilbab sesungguhnya tidaklah demikian karena pak Broto sudah merancang skenario licik dibalik ucapannya itu.
"Papa ingin aku tetap menikah dengannya?"
"Ya."
"Meski aku tidak mencintainya? Dan aku merasa tidak akan berbahagia hidup bersamanya?"
''Ya. Cinta itu bisa datang belakangan, soal kebahagiaan kamu itu tahu apa Nak? Kamu masih terlalu hijau asalkan sudah hidup senang berkecukupan dan mendapat kasih sayang suami kamu pasti akan berbahagia. Lihat Ibumu, dulu ia juga dijodohkan kakekmu dengan Papa. Buktinya ia hidup berbahagia sampai sekarang kami tak pernah bercerai."
"Papa bilang bahwa Papa adalah orang berpikiran maju."
"Ya. Memang benar." tukas pak Broto.
"Tapi kenapa Papa ingin membuatku layaknya siti Nurbaya? Apa itu sesuai dengan kebebasan berpikir dan berpendapat seperti yang sering Papa tanamkan kepada kami sejak kecil?"
Pak Broto terdiam.
Beberapa saat orang tua itu tampak termenung. Pertanyaan putrinya itu seperti menggebuk kepalanya dari belakang. Ia tidak menyangka kalau Rafiqah justru menggunakan pola berpikir yang biasa ia pakai untuk menyudutkan putrinya itu. Ia orang modern. Minimal begitulah ia menganggap dirinya. Tuduhan sebagai orang kolot adalah hal yang paling ia benci. Ia paling pantang dibilang kampungan, terbelakang atau ketinggalan zaman. Pertanyaan Rafiqah itu memaksanya memeras otak, mencari ungkapan yang pas untuk menjawab pertanyaan putrinya tersebut.
"Papa kira, memaksa anak menikah itu bukanlah harus berarti mengikuti pola 'siti nurbaya' itu harus ditimbang berdasarkan kemaslahatan si anak. Papa pernah dengar dalam sebuah pengajian bahwa dalam islam orang tua berhak menentukan calon suami buat putrinya." pak Broto berusaha berlindung pada ajaran islam yang kebetulan ia pernah tahu.
"Itu benar Pa, bagus klo papa mau merujuk kepada aturan islam karena kita memang orang islam. Orang tua memang berhak mencarikan jodoh buat anaknya terutama seorang Ayah yang mencarikan calon suami bagi putrinya. Oleh karena itu seorang Ayah harus memikirkan apa yang ditegaskan oleh Allah dalam firmannya,
"Hai orang2 yg beriman,peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka..."(A-TAHRIM:6)
"Apakah papa yakin bahwa bila aku menikah dengan Pram, ia akan bisa membimbing hidupku dengan islam? Akan membawaku menuju surga? Apakah papa yakin bahwa ia akan menjaga aturan Allah yang wajib dilaksanakan seorang suami terhadap Allah,kemudian terhadap istri dan anak-anaknya?" Dengan nada tegas pertanyaan-pertanyaan itu meluncur dari mulut Rafiqah.
"Bukankah menurut islam apabila datang seorang pria melamar putri seorang muslim yang ia suka agama dan akhlaknya maka wajib menikahkannya dengan putrinya?" pak Broto balik bertanya.
"Papa salah memahaminya. Rasa suka terhadap agama dan akhlak seorang didalam hadits itu bukanlah soal selera yakni bahwa menurut seleranya agama dan akhlaknya baik. Tidak, itu keliru Pa. Tapi bahwa si muslim tadi betul-betul menyukai orang tersebut karena bagusnya kualitas agama (ibadah dan prinsip2 dasar keagamaannya) pria itu, dan kebagusan akhlak serta perilakunya. 2 hal itu agama dan akhlak ukurannya adalah Al Qur'an dan sunah Nabi. Kalau memang Pram itu menurut papa bagus kualitas agamanya, bagus budi pekertinya dalam arti sesuai yang Allah ajarkan dan Rasulullah contohkan, aku akan menurut saja Pa. Karena Nabi bersabda,
''Kalau ada seorang lelaki yang engkau sukai karena agama dan akhlaknya bagus, melamar putrimu maka nikahkanlah dengan putrimu itu. Kalau tidak, akan terjadi bencana besar dimuka bumi ini." (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam kitab An Nikah, bab : riwayat tentang sabdanya "Kalau ada seorang lelaki yang engkau sukai ketekunannya beragama (islam) melamar putrimu maka nikahkahlah dengan putrimu itu." At Tirmidzi berkata : "hadits ini hasan gharib."
Pak Broto kembali terbungkam karena sesungguhnya ia pun bukan orang yang begitu yakin akan kualitas agama Pram bahkan sekadar menurut kapasitasnya saja sebagai orang yang awam agama. Ia hanya tahu, Pram itu pria baik, titik. Tapi ia tak bisa membayangkan bila putrinya menikah dengan orang-orang yang sama sekali tidak ia suka. Orang-orang yang baginya memandang islam terlalu berlebihan seolah-olah hidup bukan di zamannya. Membayangkan memiliki menantu seperti itu ibarat kiamat baginya. Bila berfikir demikian seburuk-buruknya Pram menurutnya masih lebih dapat ia toleransi.
"Papa yakin, Pram itu pria baik dan shalih?" tanya Rafiqah tiba-tiba. "Menurutku,belum Pa."
"Papa lelah berdebat denganmu, Nak."
"Rafiqah tak berniat untuk mendebat Papa. Tapi ini kan bukan urusan sederhana, Pa." sela Rafiqah.
"Buatlah menjadi sederhana."
"Maksud Papa?" Rafiqah bertanya keheranan.
"Pokoknya kamu terima saja menikah dengannya segalanya akan menjadi sederhana."
"Papa tetap memaksa?"
"Ya"
"Tidak ada pilihan lain?"
"Tidak."
"Papa rela Rafiqah akan hidup tidak berbahagia?"
"Kamu pasti berbahagia."
"Bagaimana bila ternyata Rafiqah hidup sengsara nantinya?"
"Tidak. itu tidak mungkin."
"Papa yakin ia pria yang baik menurut Papa? Jujur Pa?"
"Ya."
"Baiklah, Pa. Sebagai anak, Rafiqah tak bisa berbuat apa-apa untuk pergi dari rumah ini pun, Rafiqah tak punya kemampuan apa-apa nyali Rafiqah tak cukup untuk ituk. Rafiqah akan turuti kemauan Papa. Tapi bila ada apa-apa dikemudian hari, Papa harus rela menanggung segala resikonya..."
"Dahulu juga mamamu pernah mengucapkan hal serupa kepada kakekmu dan nyatanya itu tak pernah terbukti apa-apa."
Perbincangan itu pun berhenti. Rafiqah harus menerima kenyataan, menikah dengan pria yg sama sekali tidak ia cintai dan sama sekali jauh dari sosok yg ia idam-idamkan terlebih lagi saat itu ia sama sekali belum berfikir untuk menikah. Segala ketidaknyamanan itu menumpuk menjadi satu terolah menjadi adonan kepedihan yang membaluri lubuk hatinya. Ia luluh dan berduka. Pernikahan itu menjadi tak ubahnya mendung kelabu dalam langit-langit kehidupannya. Rafiqah sama sekali tak dapat membayangkan hari-hari yang akan dijalaninya esok. Semuanya ia pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa hanya kepada Nyalah ketawakalan itu berlabuh.
"... Dan rasa belas kasihan yag mendalam dari sisi kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya dan bukanlah ia orang yg sombong lagi durhaka..."(MARYAM:13-14)
  • RAFIQAH, GADIS BERMATA BIRU
... Siapakah sesungguhnya Rafiqah? Ia hanya gadis biasa yang hidup dan tumbuh sebagai putri salah seorang pebisnis kaya dikota jakarta.
Papanya berasal dari kota Aceh, asal nenek moyangnya dari pulau jawa namun sang papa lahir dan besar di Sumatra. Orang-orang disana menyebutnya PUJA KUSUMA. Putra jawa kelahiran sumatra. Ibunya keturunan sunda tepatnya dari wilayah Garut namun sebenarnya mamanya masih memiliki darah jerman dari pihak neneknya konon buyutnya bapak dari neneknya lahir dijerman lalu bekerja diindonesia dan menikah dengan gadis kota Garut. Nama asli Ibunya Melvi setiani tapi semenjak menikah dengan Papanya Ia lebih dikenal dengan panggilan Bu Broto mengikut panggilan suaminya.
Dari campuran beberapa etnis bahkan juga bangsa berbeda itu lahirlah Rafiqah. Sehingga secara fisik ada percampuran beberapa ras yang menyatu dan menciptakan kecantikan khas dalam dirinya. Salah satunya adalah matanya yang terlihat kebiruan. Tidak terlalu biru seperti layaknya sebagian wanita Eropa tapi juga tidak hitam kecoklatan seperti layaknya wanita-wanita indonesia. Agak hitam tapi terlihat kebiruan.
Semenjak kecil Rafiqah dikenal sebagai anak manja, Ia hidup secara berkecukupan tak pernah merasakan hidup susah, tak pernah merasakan pahitnya kemiskinan segala yang ia inginkan dapat dibeli oleh Papanya. Papanya itu bukan saja dikenal sebagai enterpreuner yang sukses tapi juga populer sebagai tokoh masyarakat yang dikagumi banyak orang. Ia sering melakukan kegiatan-kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Ide-idenya dianggap segar dan berkarakter tidak hanya kalangan atas masyarakat sekitar juga menyukainya.
Memang Papanya tidak menyukai kehidupan politik sehingga berkali-kali datang tawaran masuk partai tertentu selalu ditolak oleh Papanya. Mungkin itu satu sisi penting kehidupan keluarga Pak Broto yg membuat rata-rata anggota keluarga hanya berkonsentrasi pada perbaikan kehidupan ekonomi dan pendidikan.
Keluarganya sesungguhnya juga bukan keluarga yang jauh-jauh amat dari kehidupan agama. Papa dan mamanya itu tetap menjalankan shalat 5 waktu. Mereka juga sama sekali tidak pernah tenggelam dalam gaya kehidupan borjuis yang tak mengenal batas halal dan haram tapi lingkungan kalangan kelas menengah keatas yang sangat heterogen menyebabkan keduanya hidup berinteraksi dengan toleransi tinggi.
Bayangkan saja keduanya bukanlah pecandu minuman keras bahkan tak pernah mencicipinya sedikitpun tapi dirumah mereka ada bar. Sejenis tempat kecil disudut ruang tamu yang dibuatkan meja permanen berbentuk huruf L atau setengah lingkaran dibelakangnya ada rak-rak berisi berbagai jenis minuman mulai dari minuman keras jenis anggur (wine) dari beberapa negara, berbagai jenis juice mahal, beberapa jenis bavarage, soft drink dan beberapa jenis minuman lain semua itu disiapkan untuk menyambut para tetamu dari berbagai kalangan.
Meski memilih tak mengkosumsi minuman keras tapi mereka menyediakan segala fasilitasnya dirumah karena rumah seorang pebisnis sukses yang tidak menyediakan bar diruang tamunya dianggap kurang berkelas dan mereka menganggap itu hanya sebagai sikap toleransi saja. Toh, bukan mereka yang menyebabkan sebagian tamu menenggak minuman keras kebiasaan itu sudah menjadi kebiasaan para tamunya dirumah-rumah mereka sendiri. Jadi dapatlah dibayangkan makna religius menurut sudut pandang kedua orang tua Rafiqah. Di lingkungan seperti itulah Rafiqah tumbuh besar menjadi muslimah yang moderat. Begitulah awal pemikiran dan budaya yang berproses dalam diri Rafiqah sebelum akhirnya muncul perubahan-perubahan kecil yang mengubah sentuhan warna pada kepribadiannya.
Sejatinya dari kecil memang ada tanda-tanda perbedaan dan mungkin juga keunikan pada diri Rafiqah. Ia sering memilih hal-hal yang justru tidak disukai oleh saudara-saudaranya, banyak kebiasaan atau hobi yang digemari kebanyakan anggota keluarga tapi justru tidak ia minati sama sekali itu juga terjadi dalam soal belajar.
Saat kakak-kakaknya begitu antusias menyambut tawaran belajar disekolah favorit keluarga mereka, ia justru menganggapnya tidak nyaman.
Sekolah favorit keluarga Pak Broto adalah sebuah sekolah unggulan di Jakarta, sekolah itu dikelola oleh sebuah lembaga swasta milik salah seorang kolongmerat Jakarta. Berbentuk sebuah kompleks pendidikan yg didalamnya ada beberapa jenjang pendidikan secara terpadu mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMU hingga perguruan tinggi meski swasta tapi sekolah itu menawarkan hal-hal yang istimewa salah satu keistimewaannya adalah bahwa itu sekolah pertama di Jakarta yang menggunakan metoda bilingual mulai dari taman kanak-kanak. Yaitu metoda pengajaran dengan menggunakan 2 bahasa pengantar bahasa indonesia dan inggris. Mulai SLTP para siswa bahkan juga diberikan kejuruan dalam pendidikan bahasa bentuknya memang semi ekstra kurikuler. Selain bahasa indonesia dan inggris mereka diperbolehkan memilih salah satu dari beberapa bahasa asing unggulan yang diajarkan disitu, bahasa jerman, jepang, perancis, belanda, dan mandarin.
Selain pendidikan bahasa secara aktif, sekolah itu juga memberikan pelajaran-pelajaran ekstra kurikuler yang komplet mulai dari pendidikan komputer, accounting, manajemen usaha, otomotif dan berbagai keterampilan lain secara teori dan praktik. Sekolah juga menyediakan jam khusus bagi yang ingin mendalami salah satu keterampilan tersebut. Para tutor dan pelatihnya serba profesional. Kelebihan lain yang justru sangat diminati para pelajar dan siswa disekolah itu adalah para pengajarnya yang memang orang-orang pilihan bukan semata-mata dari latar belakang akademisnya yang istimewa tapi juga karakter dan cara mengajarnya yang sangat berbeda dengan disekolah-sekolah lain. Untuk bisa mengajar disekolah itu seorang calon guru akan diberikan semacam psikotest dan juga beberapa jenis ujian lisan dan tertulis, teori dan praktik. Selain kecerdasan juga dibutuhkan adaptasi yang bagus dengan para murid, gaya penyampaian yang renyah, teknik mengajar yang inovatif, dan juga taste of educating yang mumpuni. Tujuannya adalah agar dapat memberikan kenyamanan yang optimal diruang belajar. Bagaimana mengubah suasana belajar dalam kelas menjadi sebuah show edukatif yang menarik tapi serius dan efektif. Sebodoh-bodohnya murid akan mampu menyerap pelajaran-pelajaran yang diberikan secara jauh lebih baik dibandingkan dengan bila diajarkan melalui metoda pengajaran manual.
Sebagai refresing menyelingi kepenatan belajar setiap hari, sekolah menyediakan sarana-saran hiburan yang menarik dan beragam. Ada semacam game centre atau game zone yang diletakkan dibeberapa ruangan dan lokasi yang agak jauh dari ruang-ruang belajar. Sekolah juga menyediakan asrama bagi mereka yang ingin tinggal dikomplek sekolah agar lebih bisa berkonsentrasi belajar. Asrama itu lebih menyerupai hotel berbintang 5, ketimbang asrama sekolah biasa. Segala fasilitas mewah tersedia didalamnya. Anak-anak pejabat dan kalangan selebritis banyak yang belajar disitu, kebanyakan memilih menyekolahkan anak-anaknya minimal disalah satu level pendidikan yang disediakan. Hanya perguruan tingginya yang kurang diminati karena sebagian pejabat lebih memilih anak mereka melanjutkan studi diluar negeri, pasca SMU.
Rafiqah memiliki 4 kakak yang pertama, kedua dan ketiga perempuan seperti dirinya sedangkan yg ke 4 laki-laki disamping itu Rafiqah memiliki seorang adik yang juga perempuan jadi dalam keluarga mereka ada 6 orang anak 1 laki-laki, 5 perempuan. Keempat saudaranya dan seorang adiknya punya minat yang sama biasanya mereka melonjak kegirangan saat pertama kali diberitahu akan belajar disekolah tersebut. Kakaknya yang no 4 bahkan tak bisa tidur semalaman ketika dipagi harinya diberitahu akan mulai belajar dikeesokan harinya.
Alih-alih bereuforia setelah ditawarkan mulai belajar disekolah tersebut, Rafiqah malah menangis seharian. Padahal ia baru akan memulai masa belajarnya disekolah dasar. Kakak-kakaknya bahkan sudah mengeyam pendidikan disekolah semenjak taman kanak-kanak didesak untuk menjelaskan alasannya, Rafiqah hanya ingin sekolah bersama teman-teman dekatnya. Di SD Negeri dekat rumahnya Ia ingin sekolah bersama teman-teman yang sudah ia kenal baik, Ia sudah merasa iri bila melihat teman-temannya itu melambaikan tangan kerumah menyapanya saat mereka akan berangkat kesekolah.
"Kapan kamu mau mulai sekolah Rafiqah" tanya temannya suatu hari, Ia adalah teman yang paling disukai Rafiqah. Ia anak seorang guru ngaji dikampung diluar perumahan elit dimana Rafiqah tinggal. Namanya Heryani (Sri Heryani).
"Insya Allah tahun ini, kata papaku aku langsung masuk SD saja Usiaku sudah 6 tahun"
"Berarti kamu belajar bersamaku dong? Tahun ini aku juga mulai masuk SD" Tanya Heryani antusias.
"Wah aku belum tau, orang tuaku terutama papaku mau aku sekolah bersama kakak-kakakku" Jawab Rafiqah.
"Disekolah artis itu ya?" Tanya Heryani lagi kecewa
"Sepertinya ya, aku sendiri sebenarnya enggak suka. Aku sih mau sekolah bersama kalian tapi gak tahu apa itu mungkin."
"Waduh, kasihan kamu. O ya, Iqah si Aziz rencananya juga akan belajar di SD 13. Kamu gak mau belajar bersama dia di satu sekolah?"
Rafiqah mengangguk, Ia memang sangat mengagumi anak lelaki bernama Aziz itu, Ia anak seorang pedagang kain dipasar dekat Tanah Abang. Keluarganya sederhana tidak miskin namun tidak kaya yang ia paling kagumi pada diri Aziz adalah semangat belajarnya padahal ia masih sangat kecil ia baru belajar disebuah Tk islam terpadu dikampungnya Ia belajai dari jam 08.00 pagi hingga pukul 13.00 selesai sekolah Ia diajak ayahnya kepasar, ayahnya mengajaknya melihat bagaimana sang ayah berdagang melakukan traksaksi dan tawar menawar dengan pembeli. Kata ayahnya Ia harus belajar berdagang semenjak kecil biar kalau sudah besar nanti bisa membuka usaha sendiri tak bergantung pada ijazah sekolah yang ia miliki.
Usaha mandiri itu jauh lebih bagus karena selain tidak terikat dengan orang lain juga bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang kurang mampu.
Setelah shalat Ashar ayah Aziz membawanya pulang jam 17.00 ia mengikuti pengajian yang diisi oleh seorang guru mengaji yang masih cukup muda yang tidak lain adalah ayah dari Sri Heryani namanya Ustadz Qomaruddien dari Ustadz itu Aziz belajar mengaji membaca Al-Qur'an dengan tartil menulis arab dan ibadah-ibadah praktis seperti shalat dan berwudhu hanya dimalam hari Aziz istirahat. Di usia yang masih begitu kecil ia sudah gigih belajar menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Rafiqah amat menyukainya selain Heryani, Aziz adalah teman dekatnya itulah kenapa ia begitu antusias untuk bisa belajar bersama mereka Disekolah SD Negeri biasa tanpa fasilitas serba wah sederhana tapi bagi Rafiqah sangat menyenangkan baginya tak ada hiburan yg lebih menyenangkan dari pada teman-teman yang ia sukai. Pak Broto dan Bu Broto kepayahan memaksa Rafiqah untuk bersekolah disekolahan favorit keluarga mereka itu. Mereka tidak ingin anaknya bergaul dengan masyarakat umum kelas rendah yang menurut mereka cenderung suka ugal-ugalan kurang educated,wawasan sempit dan kurang mengenal tata krama.
Namun kali ini Pak Broto seperti berhadapan dengan tembok baja, sikap Rafiqah keras ia bersikukuh hanya ingin belajar disekolah SD biasa Di SD 13 dimana Heryani dan Aziz akan bersekolah. Akhirnya mereka luluh juga, Rafiqah diizinkan untuk belajar disekolah yang diminatinya mereka khawatir bila dipaksa justru akan membuat Rafiqah kehilangan semangat belajar dan nantinya mereka juga yang akan dibuat repot akhirnya Rafiqah belajar di SD favoritnya ia girang bukan kepalang.
Masa kanak2 memang masa paling indah, keindahan dialam tersendiri bukan alam logika tapi meski tak tercermati sedetil-detilnya seperti masa remaja dan dewasa memori masa kecil tanpa terasa membentuk sebagian besar watak dan kebiasaan seseorang.
Itulah yang terjadi pada Rafiqah, semenjak kecil ia memang lebih akrab dengan pergaulan masyarakat rendahan yang sarat keluguan dan kepolosan ia lebih mengenal arti pertemanan secara lebih alami dibandingkan kakak-kakaknya. Ia terbiasa berteman bukan dengan memandang status dan kedudukan kebanyakan teman-temannya malah dari masyarakat kelas bawah dari strata yang jauh di bawahnya ia lebih banyak membantu dan menolong mereka.
Bila sudah tiba dikantin saat istirahat ia adalah ratunya banyak teman-temannya mengejar, mendekati dan mengajaknya mengobrol secara tiba-tiba kebanyakan ingin ditraktir oleh Rafiqah dan Rafiqah sendiri tak pernah segan membagi-bagikan makanan yang ia bawa dari rumah kepada teman-temannya atau mentraktir sebagian temannya dikantin sekolah yang sederhana itu. Itu ia lakukan setiap hari dan dengan itu ia merasakan kebahagian yang tidak terkira, jiwa sosialnya betul-betul terlatih semenjak dini. Rafiqah sering mendengar dari Ustadz Qomar ayah Heryani bahwa berbagi dengan sesama itu sifat yang mulia Allah akan selalu menolong seseorang kalau ia suka menolong sesamanya.
"Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selama si hamba menolong sesamanya..." (Diriwayatkan Imam Muslim dan At Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah)

Aura kehidupan seperti itu sungguh nyaris tak tersentuh oleh saudara-saudaranya mereka hidup dalam persaingan sengit. Sekolah sendiri bagi mereka adalah prestise. Disekolah itu mereka hidup bersama anak-anak dari sebagian pialang bisnis terkemuka, selebritis atau pejabat tinggi. Masing-masing ingin menonjolkan kelebihannya meski disitu masih ada kemanusiaan masih ada kepedulian pada orang lain namun semua itu mengendap menjadi ampas aktivitas yang tak lagi memberi makna. Maka Rafiqah pun tumbuh berbeda jiwanya melambung membelai-belai kesejukan hidup dalam nuasa keagamaan yang pekat namun kebiasaan hidup dirumahnya yang serba mewah, penuh tata krama kehidupan kelas atas juga toleransi terhadap rekan-rekan bisnis papanya suasana itu tak memberinya kesempatan untuk bisa mengimbangi teman-teman dekatnya dalam membangun diri sesuai keyakinan yang mereka pelajari. Terutama dari orang tua dan juga guru mengaji mereka Ustadz Qomaruddien.
Heryani lebih dahulu memutuskan berjilbab itu sudah dilakukannya saat masih duduk dikelas 2 SMP. Aziz juga aktif mengaji dikelas 5 SD, Ia pernah menjuarai perlombaan berpidato tingkat kelurahan. Masih ditahun yang sama ia bahkan menjadi juara MTQ tingkat kecamatan dan juga antar sekolah.
"Kamu kok belum juga berjilbab, Iqah" tanya Heryani usai pengajian.
"Lho, sekarang kan aku berjilbab"
Saat itu Rafiqah sudah duduk dibangku kelas 3 SMP, Ia belajar di SMP 49 tak begitu jauh dari lokasi SD dimana ia belajar.
"Maksudku, berjilbab beneran." sungut Heryani.
"Memangnya ini bukan jilbab beneran apa?" canda Rafiqah
"Iqah, aku serius. Kenapa kamu belum konsisten memakai jilbab diluar waktu mengaji? Kamu kan tahu menutup aurat itu wajib bagi kita sebagai muslimah."
Kali ini Rafiqah memandang serius temannya itu.
"Aku gak tahu, aku kepengen sekali berjilbab tapi kamu kan tahu sendiri keluargaku bagaimana untuk mengaji ini saja aku belum sepenuhnya mendapat restu bagi mereka pengajian keluarga setiap bulan itu sudah cukup padahal setiap pengajian tidak pernah menyentuh-nyentuh soal bagaimana hidup secara islami bagaimana akidah, keyakinan dan cara ibadah yg benar yang dibahas melulu soal bahwa orang islam itu harus kaya harus berpendidikan tinggi. Ya seputar itu deh."
"Tapi apa orang tuamu sampai melarangmu berjilbab?" tanya Heryani Agak penasaran.
"Mungkin tidak. Tapi, Ya jilbabnya itu harus modis pakaiannya juga harus tetap ketat, menonjolkan bentuk tubuh bagiku untuk apa berjilbab kalo sesungguhnya sama saja dengan setengah telanjang." jelas Rafiqah sedih.
"Wah, susah juga ya. Kamu sudah coba meminta izin mengenakan jilbab 'sungguhan' ?"
"Sudah, tapi mereka tak mengizinkan katanya itu jilbab teroris "
"Astagfirullah ! Sampai segitu, Iqah?"
"Ya, makanya sulit rasanya aku untuk bisa berjilbab sepertimu." ungkap Rafiqah.
"Tapi menurutku, ada baiknya kamu tetap berjilbab meski belum sempurna setidaknya kamu bisa menutupi rambutmu yang indah itu.
Makin hari akan makin banyak yang terbius oleh kecantikanmu itu, Iqah. Kalau rambut indahmu itu disembunyikan dibalik kerudung minimal separuh aura kecantikan dirimu bisa kamu samarkan."
Heryani menjelaskan semua itu dengan bahasa yang lebih layak diucapkan oleh orang yang sudah dewasa. Didikan ayahnya dirumah yang begitu ketat menjalankan syariat membuatnya tumbuh jauh melampaui usianya Ia begitu dewasa dalam berpikir dan berkata-kata padahal usianya baru 15 tahun.
"Kayaknya pendapatmu betul juga kalau aku gak mulai dari sekarang untuk belajar berjilbab, kapan lagi? Biarlah soal kesempurnaanya aku lakukan perlahan-lahan. Jazaakillahu khairan, Her."
"Wa iyyaak."
  • PILIHAN YG MENGGELISAHKAN
Seperti bola matanya yang pekat nuasa biru, pilihan yang diambil Rafiqah sekarang pun, bagaikan awal kisah yg mengharu-biru. Ia harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya, diusia yang relatif muda dengan tanpa kerelaan hati sama sekali. Sulit baginya membayangkan apakah ia mampu mencintai pria seperti pram, yang amat jauh dari gambaran pria yang diidamkannya sebagai suami. Tapi pilihan itu tetap harus ia ambil. Papanya tak memberinya pilihan sedikit pun hingga misalnya sekadar untuk memilih mana diantara rekan-rekan bisnis papanya yang dianggap lebih baik kualitas agamanya agar minimal ia tidak akan terlalu bersusah payah menyelaraskan warna hidupnya dengan warna hidup suaminya kelak. Tampaknya sang Papa sudah kepincut abis oleh pemuda kaya bernama Pram itu terlihat ada ambisi besar yang meluap-luap yang menyebabkan Papanya tega mengobarkan kehidupan putrinya demi mencapai ambisinya itu. Rafiqah tak mau menebak-nebak lebih jauh, apa sesungguhnya ambisi itu tapi bila terkait dengan soal fulus dan prestise pasti tidak jauh2 amat.
Masih beruntung, bahwa orang tuanya bukan orang yang anti terhadap agama seratus persen. Bagaimanapun, Pram adalah pemuda muslim yang cukup baik menurut ukuran mata pandang masyarakat awam kebanyakan sekarang. Ia tampan, kaya, jujur, punya misi yang bagus dan juga masih berpikiran religius. Terbukti, bahwa ia begitu senang mendapatkan kesempatan menyunting Rafiqah. Ia amat kagum bukan saja oleh kecantikannya tapi oleh cara berpakaiannya.

Berbeda dengann Ayahnya, Pram justru menurutnya amat menyukai gadis berjilbab lebar sepertinya. Ia melihat dengan segala kekurangannya, sesungguhnya Pram berbeda dengan Ayahnya. Mungkin Ayahnya lebih matang, lebih rajin shalat tapi ia masih terlalu sinis terhadap orang-orang yang teguh pendirian pada aturan syariat termasuk wanita yang mengenakan jilbab yang syar'i seperti Rafiqah putrinya sendiri. Kenyataan Pram yang tampak begitu menyukai penampilannya, setidaknya memberi sedikit harapan dalam benak Rafiqah untuk bisa hidup bersamanya sebagai istri yang taat. Ia melihat Pram masih bisa memperbaiki diri. Itulah kenapa akhirnya Ia mengalah untuk menerima pinangan tersebut.
"Ya Rabb kami,berilah kami kebaikan didunia dan kebaikan diakhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." (AL BAQARAH:201).
Rafiqah berdoa semnga pilihannya ini menjadi kebaikan baginya didunia dan akherat.
Pernikahan itu berlangsung dengan khidmat. Alhamdulillah, Papanya tidak mengadakan resepsi yang terlalu mewah, memang masih sangat mewah dibandingkan dengan resepsi kebanyakan orang karena pesta itu dilangsungkan disebuah hotel berbintang yang menyediakan aula untuk digunakan sebagai ruang resepsi atau pertemuan. Kapasitasnya lebih dari 1000 orang segala jenis makanan dan minuman terhidang secara mewah dengan sistem prasmanan namun dikalangan para pebisnis sukses resepsi itu terbilang sangat sederhana bahkan terlalu sederhana nyaris membubarkan selera mereka untuk menghadirinya.
Tidak ada band, tidak mengundang artis atau penyanyi terkenal. Pembaca acara atau MC nya juga hanya orang biasa bukan even organiser terkenal, hanya ada lantunan lagu dan musik pop yg disenandungkan melalui tape recorder dengan sound system yang lumayan bagus itu pun diselingi dengan lagu-lagu nasyid modern. Kenapa Papanya memilih begitu? Alasannya klasik, ia masih malu bila rekan-rekan bisnisnya tahu kalau putrinya ketahuan sebagai pengikut pengajian ekstrim, pakaiannya juga jilbab yang lebar khas wanita-wanita pergerakan atau wanita-wanita pengikut pengajian islam militan. Sebuah kecemasan berlebihan yang lebih menyerupai paranoid apalagi dimasa modern yang justru memberi ruang sebesar-besarnya toleransi pada keragaman corak berpikir dan bersikap. Itulah kenapa ia akhirnya hanya mengundang teman-teman terdekatnya, karib kerabat dari pihak Pram dan dari keluarga besar kami, jumlah total mencapai 500 orang juga tapi itu jumlah kecil untuk resepsi pernikahan putri pengusaha besar seperti Papanya.
Tapi justru Rafiqah merasa sedikit diuntungkan. Ia tak harus berhadapan dengan tetek bengek urusan pernikahan yang dikalangan atas sering menyajikan pernak-pernik yang menggelisahkan. Terutama bagi muslimah seperti Rafiqah yang sudah berusaha melepaskan diri dari kelap-kelip kehidupan maksiat baginya resepsi pernikahan yang gemerlap yang berisi acara-acara hiburan penuh gegar sementara ia terlibat didalamnya hanya menjadi neraka dunia yang membakar otak. Alhamdulillah, itu tak terjadi hanya dentuman musik hingar-bingar yang dirasa masih amat mengganggu telinganya. Selain itu tak ada yang heboh. Papanya memilih jalur aman dan Rafiqah pun boleh sekejap tersenyum manis.
Pagi itu akad diberlangsungkan dengan sederhana dan mulai hari itu Rafiqah resmi menjadi istri Pram. Pramono agung setia eksekutif muda, enterpreuner cerdas dan pemuda beruntung pilihan Papanya.
Malam itu usai perhelatan sederhana menurut ukuran kaum borjouis seperti Pak Broto, Pram menemui Rafiqah diruang tengah dirumah Pak Broto mertua barunya. Saat itu mereka baru saja pulang dari aula hotel H, usai menjalani akad dan resepsi pernikahan itu rencananya Pram akan menginap dirumah mertuanya itu selama 2 malam baru kemudian Rafiqah diboyong kerumahnya dikawasan cempaka putih jakarta pusat. Ternyata Pram seorang pria yang lembut gaya bicaranya santun wajar bila Ayahnya menganggapnya sebagai pria baik.
''Rafiqah... Eh, maaf aku harus panggil kamu apa?" tanya Pram saat mereka berduaan dikamar tengah.
"Terserah Mas, panggil aja adik atau adinda. Udah cukup."
"Adik, sebenarnya kamu rela atau tidak menikah denganku?"
"Kenapa Mas? Apa itu harus dijawab?"
"Ya, aku tidak ingin menikahi siapa pun secara paksa. Itu sangat tidak baik bagi kehidupan rumah tangga kita kelak."
"Maaf Mas, sebelum ini apa yang pernah diberitahukan papaku kepada Mas Pram? Bagaimana menurutnya tanggapanku atas pernikahan ini?" Rafiqah balik bertanya.
"Menurut Pak Broto, adik setuju saja. Saat kutanya, apakah adik rela atau terpaksa beliau tak mau menjawab. Beliau bilang pokoknya Rafiqah mau. Makanya, aku ingin ketegasan dari adik"
"Mas, sebaiknya pertanyaan itu tidak aku jawab. Yang jelas aku sudah menjadi istrimu sekarang, rela atau tidak rela insya Allah bukan masalah lagi. Aku akan belajar mencintaimu, belajar untuk senantiasa patuh dan taat kepadamu, selama itu dalam ketaatan kepada Allah. Aku akan belajar menjadi istri yang terbaik buat Mas karena kalaupun aku tegaskan aku rela menjadi istri Mas, dan aku menyukai mas bila ternyata aku tak mampu menjadi istri yang baik tentu percuma saja. Kehidupan rumah tangga akan runtuh bila sendi-sendi kepatuhan istri terhadap suami lenyap disitu cinta menjadi tak lagi punya arti apa-apa, bila aku selalu mematuhi mas dan mas selalu membimbingku dengan kebenaran menurut keyakinan agama kita, keyakinan islam niscaya cinta sejati akan tumbuh dan lestari diantara kita..." Rafiqah mengurai kata-katanya dengan sepenuh hati, sementara Pram mendengarkannya dengan takjub. Rasa sukanya terhadap Rafiqah makin membuncah dan akhirnya menyemburkan sejuta harapan bahagia.
"Rasanya, aku betul-betul tak salah memilihmu sebagai istriku. Mudah-mudahan aku juga bisa menjadi seperti yang engkau harapkan Rafiqah. Adik, Mas juga perlu belajar banyak dari adik. Terutama tentang islam, terus terang Mas sangat awam terhadap islam. Semoga saja tak ada hal-hal yang merintangi kita untuk hidup bahagia..."
"Ya, Mas. Semoga saja...."

Top of Form
  • Bottom of FormJEJAK-JEJAK KASIH
Allah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan. Itulah, kenapa pernikahan disyariatkan dan itulah kenapa dalam syarat keserasian menjadi elemen penting yang sangat dibutuhkan. Dalam sebuah hadits, Nabi pernah menegaskan kepada salah seorang sahabat beliau yang ingin mempersunting seorang wanita untuk dinikahinya. Sabda Beliau :
"Lihatlah terlebih dahulu (wanita) itu. Karena yang demikian itu lebih baik agar tercipta keserasian (yakni tercipta cinta, kasih sayang dan keharmonisan. lihat An-Nihayah oleh Ibnu atsir 1:32) diantara kalian berdua." (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam sunannya kitab An Nikah, bab riwayat melihat wanita yang dipinang, hadits No.1087. Imam At Tirmidzi berkata, hadits ini hasan. Diriwayatkan juga oleh An Nasa'i dalam sunannya dalam kitab An Nikah bab dibolehkannya melihat wanita yang sebelum dinikahi.)
Ketidakserasian adalah virus berbahaya dalam kehidupan rumah tangga tingkat bahaya amat ditentukan dengan kapasitas virus itu sendiri, seberapa besar powernya. Wilayah mana yang ia hinggapi dan bagaimana ide kreatif suami istri yang diibaratkan sebagai pakar komputer menyiasati sikap dan langkah mereka agar tak terganggu oleh bahaya virus tersebut. Yang parah bila ketidakserasian itu melekat pada titik-titik sentral yang berpotensi memicu terjadinya komplit berat misalnya dalam soal prinsip hidug dalam keyakinan atau dalam pandangan terhadap masa depan. Sayangnya pada pernikahan Rafiqah dengan suaminya Pram justru dititik-titik itulah ketidakserasian berkerumun. Awalnya terlihat agak samar-samar namun kian hari kian berwujud jelas akhirnya menjadi sangat jelas. Saat itulah hal-hal yang dicemaskan oleh Rafiqah semakin menjelma menjadi kenyataan.
Pram memang bukan pria bejat, pria nakal atau pria tak bermoral, ia pria bagus dengan karakter bawaan yang cukup memikat. Hanya masalahnya ia buta agama. Disamping buta agama, ia sudah terlanjur memiliki prinsip, persepsi dan sudut pandang khusus yang mengental liat dalam benaknya selama ini yakni terkait dengan nilai-nilai religiusitas yang harus ia jaga, ia hormati dan ia perjuangkan.
Sementara disisi lain Rafiqah juga punya banyak prinsip dan peta pemikiran yang sering berseberangan dengan yang dimiliki oleh Pram. Maka benturan pemikiran pun terjadi, awalnya hanya menimbulkan degup perlahan saja namun makin lama makin menyentak, sedikit lalu akhirnya menggelegar kuat. Langit-langit rumah tangga mereka pun mulai terancam goyah.
Awal kehidupan rumah tangga mereka sempat bergoyang cukup hebat namun kesabaran Rafiqah dan juga kearifan Pram membuat mereka sejauh ini mampu bertahan dalam benak mereka yang dalam mereka tetap ingin mempertahankan rumah tangga mereka sebisa mungkin. Mereka berusaha agar ketidakserasian diantara mereka dapat segera teratasi minimal terbungkam sejenak. Diawal sebuah pernikahan kata perceraian memang sangat menakutkan bahkan bagi Rafiqah yang dari semenjak belum menikah pun sudah memperkirakan kemungkinan terjadinya hal itu, Itulah kenapa ia berusaha menata aura rumah tangganya agar tetap nyaman meski perbedaan dalam banyak hal kian hari kian menyeruak.
Ya, contohnya saja soal bar diruang tamu persis dengan yang dimiliki oleh orang tua Rafiqah dirumahnya bedanya dahulu Rafiqah hanya sebagai salah satu penghuni yang tak punya hak apa-apa untuk campur tangan dalam urusan mengatur isi rumah tapi sekarang ia adalah istri dari bapak Pram yang ikut memiliki rumah dimana mereka berdua tinggal hanya mereka berdua saja karena rumah itu baru dibangun saat mereka sudah menetapkan hari pernikahan dan baru 1 bulan mereka tinggal disitu.
Sebagai nyonya rumah, Rafiqah merasa punya tanggung jawab terhadap apa yang ada dirumah. Bar adalah bahasa dari sebuah gaya hidup modern hasil adopsi dari masyarakat barat. Persoalannya kebanyakan mereka adalah orang-orang yang menganggap minuman itu halal sementara Rafiqah dan suaminya adalah muslim yang tahu betul akan haramnya khamar. Kebanyakan relasi bisnis yang mampir dirumah mereka pun juga muslim jadi sungguh picik bila kebiasaan itu turut dilestarikan oleh mereka.
Rafiqah tidak rela ada sebagian orang berbuat haram bahkan melakukan Dosa besar didalam rumahnya. Lebih parahnya, Pram sering memintanya menyediakan minuman bagi para tamunya. Bila yang dihidangkan adalah kopi, blended bavarage, copucino teh atau juice buah jelas bukan masalah tapi seringkali ia dipaksa untuk memenuhi permintaan sebagian tamu yang ingin bersantap malam dengan ditemani secawan wine atau vodca bila demikian sungguh runyam akibatnya. Mau ditaruh dimana imannya? Mau ditaruh mana kepatuhannya pada syariat Allah selama ini? Ia tahu benar, bahwa yang ia lakukan adalah kerjasama dalam bermaksiat. Padahal Allah sudah menegaskan,
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa Nya." (AL MAIDAH:2)
Ia cemas bahkan merinding hebat bila membayangkan peringatan Nabi yg dituturkan oleh Ibnu Umar putra Umar bin Al Khatab katanya : "Tahukah,kalian...." Tegas Nabi, ".. Bahwa penjual minuman keras, pembelinya, penyajinya, yang menyediakan fasilitasnya itu sama dengan orang yang menenggak (meminum) nya..." (Lihat mushannaf Ibnu Razzaq IX:240)
Iiih,ia ngeri membayangkan bahwa dirinya termasuk orang yang akan dilaknat karena terlibat langsung dalam kemaksiatan didepan matanya, dirumahnya sendiri.
Dalam sebuah hadist Nabi pernah menegaskan : "Kalau ada seorang muslim menenggak minuman keras, hukumlah dia dengan pukulan cemeti. Bila ia mengulangi untuk kedua kali pukul dengan cemeti, kalau ia mengulangi lagi untuk ketiga kali pukul dengan cemeti dan bila ia mengulanginya lagi untuk keempat kali penggal lehernya!!!" (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya XXXIV:228)
Menghidangkan minuman keras kepada para tetamunya sama saja memberi mereka fasilitas untuk berbuat dosa besar yang bila dalam sebuah negara islam sudah mengharuskan mereka dipecut dengan cambuk hingga kapok atau bahkan bagi mereka yang sudah kecanduan dipenggal kepalanya hingga mati terkulai. Realita itu tentu amat menyusahkan hati Rafiqah.
Tak hanya itu, terkadang dirumah mereka diadakan pesta kecil-kecilan saat sebuah proyek besar goal atau usaha yang dikelola suaminya Pram mendapat benefit besar. Disitu terkadang harus dihidangkan macam ragam makanan dan minuman termasuk wine. Lalu ditengah acara terkadang diadakan acara berdansa. Meski Pram tak pernah menyuruhnya berdansa dengan pria lain, seperti lazimnya kebiasaan dikalangan mereka dan bisa jadi ia masih menghormatinya sebagai wanita berjilbab tapi tak jarang ia memintanya berdansa bersama disaksikan belasan hingga puluhan pasang mata, Ia seringkali menolak.
Tapi pernah sekali saja ia memenuhi permintaan tersebut karena desakan Pram yang sudah kelewat batas. Ia melakukannya dengan sangat terpaksa namun sialnya justru mereka berdua mendapatkan aplause hebat dari para hadirin, gaya dansanya dipuji hebat, gaya dansa yang santun tapi memikat padahal ia sudah menyimpan serumpun malu dihatinya. Ia sudah merasa begitu terhina, telah mengkhianati kesuciannya, kefasikan yang menurut pandangan kebanyakan mereka adalah keceriaan baginya bagai belati mengubak dada namun itu terlanjur terjadi.
Dan dilain kesempatan, ia kembali diminta berdansa dengan Pram bahkan bukan dirumahnya tapi dikediaman salah seorang rekan bisnis Pram! Disitu, ia kembali didesak bahkan dengan balutan emosi yang lebih nyata Rafiqah panik, ia sangat tidak mengharapkan terjadinya percecokkan didepan orang banyak sehingga kembali ia mengalah untuk berdansa dengan suaminya itu dan itu adalah 2 kali penampilannya hanya itu saja. Sesudah itu ia selalu menolak bila diminta berdansa meski dengan suaminya dan meski sang suami memaksa dan mendesaknya habis-habisan karena itu Pram pernah marah hebat dan nyaris menampar wajahnya.
Rafiqah merasa bagai dikurung ditengah kobaran api besar yg menjilat-jilat. Sesungguhnya ia punya kesempatan untuk melompat keluar dari kobaran tersebut namun ia masih berharap bahwa itu akan padam dengan sendirinya bahkan Pram yg merasa sangat sulit beradaptasi dengan Rafiqah secara ajaib juga sama sekali tak menginginkan perceraian.
Ia termasuk orang yang tak menginginkan ada percikan-percikan api sekalipun yang akan menghangus dirumahnya meski tanpa sadar sesungguhnya dialah yang menyulut api tersebut.
Diluar segala kehebohan dalam gaya hidup sesungguhnya Pram tetap seorang pria yang baik, sikapnya lembut dan bila pun marah ia selalu menahan diri untuk tidak menyakiti istrinya bahkan saat kemarahannya memuncak dan emosinya mendorong tangan kanannya untuk meluncur kewajah Rafiqah,ia tetap menahan diri dan selama ini selalu berhasil.
Karena sikapnya itu, Rafiqah masih sanggup bertahan. Pram bahkan sangat membanggakan dirinya dihadapan teman-temannya dan banyak rekan-rekan bisnis Pram yang merasa iri dengannya.
"Beruntung kau Pram, dapat istri secantik dan sealim dia..." ujar salah seorang rekan bisnis Pram.P ak Budi namanya lengkapnya Budi santoso.
"Ya, betul. Semenjak dahulu aku memang ingin memiliki istri seperti dia. Bagiku, wanita muslimah yang shalihah akan menjadi bunga kebahagiaan dalam rumah tangga."
"Hmm,yg aku agak heran kenapa wanita seperti dia mau menikah denganmu? Biasanya wanita dengan balutan jilbab lebar seperti itu hanya menikah dengan teman-teman mengajinya." Budi berkata heran.
"Itu namanya jodoh bung! Kalo sudah jodoh, siapa yang bisa menghalangi? Lagi pula, apa aku ini tidak pantas berjodoh dengan wanita seperti dia. Kau kira, wanita berjilbab itu makhluk asing dia itu wanita bung. Wanita mana yang tak akan terpikat terhadapku?" Pram menyombong.
"Huh, paling-paling kau cuma memanfaatkan hubungan baikmu dengan Pak Broto itu. Siapa yang gak tahu, kalau kau itu gacoan Pak Broto sejak dulu. Berapa banyak tender yang kau serahkan kepadanya, padahal banyak yang lebih berkapasitas dibandingkan dia. Aku tahu dia dulunya hanya pedagang emas biasa saja. Kau termasuk yang Paling berjasa mengangkat harkatnya..." Budi mengoceh dengan maksud menyudutkan Pram. Ia tak yakin, bila pesona diri Pram lah yang membuat Rafiqah jatuh cinta kepadanya tapi karena Pak Broto keburu kepincut oleh keberhasilan Pram dalam dunia bisnis dan karena Pak Broto seperti berhutang budi kepadanya.
"Ahh, itu cuma bualanmu saja, bilang saja kalau kau merasa iri. Yang jelas, terbukti aku bisa menikahi Rafiqah kalau dia tak suka tentu dia sudah menolaknya..."
Budi terdiam, malas ia beradu mulut dengan temannya yang satu ini. Entah karena iri atau semata-mata hanya merasa aneh dengan rezeki yang diperoleh Pram.
Orang seperti Pak Budi ternyata tidak sedikit, seringkali Pram menerima pertanyaan serupa dari rekan-rekan bisnisnya terlebih-lebih dalam berbagai pertemuan dan pesta, Rafiqah selalu tampak beda cara berpakaiannya berbeda 180 derajat dengang gaya berpakaian istri teman-temannya bahkan dalam acara pengajian atau sejenis itu yang kadang mereka hadiri bersama-sama gaya berpakaian Rafiqah yang full cover kerap mengundang decak kagum meski tak sedikit yang memilih berbisik-bisik.
Tapi tak seperti yang kerap dibayangkan oleh Pak Broto kebanyakan rekan-rekan bisnis mereka justru memandang hormat kepada Rafiqah bahkan sesungguhnya Pram tak perlu mendesak-desak istrinya untuk mau berdansa agar mendapatkan apresiasi dari rekan-rekannya. Rafiqah sudah menjadi keistimewaan tersendiri pada keluarga Pramono agung setia.
Ditengah kegalauan hati akibat ragam perbedaan dalam prinsip hidug dengan suaminya Pram, Rafiqah masih merasa terhibur oleh kenyataan bahwa suaminya itu masih senantiasa membanggakan dirinya dihadapan rekan-rekannya. Mereka juga tidak pernah dicemooh atau dicibirkan akibat penampilan dirinya yang menutup aurat secara baik seperti yang selama ini dicemaskan oleh Papanya Pak Broto. Itulah sebabnya kenapa cinta kasih antara dirinya dengan Pram betapapun lebar jurang pemisah antara pola pikir dan gaya hidup mereka berdua, masih melukiskan jejak-jejaknya bahkan kumpulan jejak indah yang meskipun terlihat kabur dan buram namun masih menjadi bukti bahwa cinta kasih diantara mereka sebagai pasutri sudah ada namun sejauh manakah cinta kasih itu bertahan untuk tetap ada?
  • AWAL PRAHARA
Hidup ini Allah yang menciptakan, maka warna hidup, liku-liku, ruas-ruas perjalanannya, selalu sulit ditebak dan direka-reka. Meski cinta kasih bersemi indah dalam kehidupan Rafiqah dan Pramono agung setia tapi cita-cita hidup setiap orang selalu melahirkan gelombang bahkan ombak yang bergerak bersusun-susun. Bila 2 barisan ombak saling berhadapan dan bertubrukan dari arah berlawanan sulit dibayangkan apa yang terjadi. Bahtera semegah dan sebesar apapun akan ngeri membayangkan dihimpit terkaman 2 barisan ombak dari 2 arah yang berbeda.
Bahtera yang dilayarkan oleh Rafiqah dan Pramono memang amat megah dan full fasilitas. Tapi masing-masing dari keduanya mengusung cita-cita yang berbeda, Rafiqah mengidamkan sebuah rumah tangga yang terpadu secara ketat oleh ajaran syariat sehingga dapat membentuk taman keindahan surgawi yang memikat hati. Sementara Pram lebih menginginkan sebuah keluarga modern yang dinamis dan responsif terhadap dinamika hidup kelas atas. Ia bukan anti agama tapi baginya religiusitas itu harus dibentuk secara lentur, tidak kaku dan fanatik. Kompleksitas pergaulan masa kini terutama dikalangan the have, memaksa penganut agama apa pun untuk membangun sikap toleransi yang tinggi. Bila tidak, siapa pun akan roboh diterjang arus besar kehidupannya.
Keshalihan wanita bagi Pram harus membentuk kepatuhan terhadap suami. Sifat taat, patuh dan nrimo baginya adalah ciri kental keshalihan wanita dan itu baginya adalah produk dari agama yang sangat tolerir terhadap perbedaan jangan karena berbeda paham kepada suami maka perintah suami diabaikan.
Prinsip Pram itu secara teoritis memuat kebenaran namun kebutaannya terhadap nilai-nilai agama islam dan detil-detil ilmu syariat membuatnya tak mampu atau tak kuasa membedakan antara perintah yang benar dan salah bila diukur dengan syariat islam yang sebenar-benarnya. Rafiqah berupaya mematuhi setiap perintahnya namun seringkali perintah itu berisi hal-hal yang justru menurut islam adalah salah dan keliru.
Bahkan haram dan bahkan dosa besar namun itu ditanggapi oleh Pram secara sepihak saja bahwa istrinya tak menghormati pemahaman dirinya sebagai suami, terhadap ajaran islam yang dia ketahui dan dia yakini semenjak dahulu. Kenapa ia berpendapat demikian? Bila diteliti,ada beberapa sebab :
  1. Karena ia beranggapan bahwa berbuat Dosa besar adalah bila seseorang melakukannya dengan dirinya sendiri. Orang yang menenggak minuman keras itu dosa besar tapi orang yang menyediakan minuman keras dirumahnya bagi siapa saja yang menghendakinya asal kita dalam hati mengutukinya, tidaklah berdosa.
  2. Bersikap kukuh pada komitmen terhadap syariat islam yang berlawanan dengan kehendak banyak orang apalagi mereka adalah orang-orang yang menentukan peruntungan kehidupan bisnis yang menjanjikan adalah kebodohan. Baginya tidak masalah mengorbankan sedikit dari kefanatikan itu demi kelancaran hidup. Menentang arus adalah bunuh diri
  3. Pram belum mengerti titik-titik keharaman pada banyak perbuatan dan sikap keseharian. Ia menganut paham kau jawa kuno yg memandang dosa tak terampun itu hanya empat saja, mabuk minuman keras, mencuri, berzina dan berjudi. Selain itu hanya dosa-dosa kecil yang dengan ibadah keseharian juga pasti terampuni. Padahal para ulama telah menjelaskan tentang definisi dosa besar," Segala maksiat yang memgandung ancaman siksa, baik berupa hukuman dunia maupun ancaman akhirat berupa lafal ancaman, kemarahan, atau laknat terhadap pelakunya." Jumlah dosa besar juga banyak,tidak hanya empat, lima atau tujuh macam saja. Abdullah bin Abbas menjelaskan "Jumlahnya lebih dekat kepada 70 dari pada tujuh."
Diantara bentuk dosa-dosa besar misalnya, kemusyrikan atau menyekutukan Allah, sihir, membunuh, memakan harta anak yatin secara dzalim, memakan riba, kabur dari medan perang dan menuduh berzina kaum mukminah yang telah menikah, melakukan maksiat terus menerus, frustasi untuk mendapatkan rahmat Allah, merasa aman (tidak takut) terhadap siksa Allah, membuat persaksian palsu, berzina, berliwath (homoseksual), mencuri, berdusta, li'an (dosa akibat berani bersumpah dan tuduhan zina dengan kedustaan), meminum khamar, takabbur, memutus hubungan silahturahmi, mengadu domba, berkhianat, menurunkan kain (jubah, gamis, sarung atau celana panjang) hingga bawah mata kaki, menyuap, lelaki menyerupai wanita atau wanita menyerupai laki-laki, bersikap jahat kepada tetangga, meninggalkan shalat berjamaah, demikian juga meninggalkan shalat jumat tanpa uzur yang dibolehkan dan masih banyak yang lainnya.
Selain itu orang yang shalih bukanlah orang yang hanya berusaha meninggalkan dosa-dosa besar saja tapi juga setiap dosa dan maksiat yang haram menurut islam. Dalam titik ini Pram terjebak dalam kekeliruan fatal, ia terlalu menyepelekan dosa dan maksiat sementara Rafiqah berusaha keras untuk tidak melanggar aturan Allah untuk menjauhi maksiat seberapa pun kecilnya.
Realita itu diperparah dengan kerapuhan pada akidah dan keyakinan Pram. Sebagai penganut paham islam abangan Pram masih begitu akrab dengan hal-hal yang berbau takhayul dan klenik. Ia masih sering mendatangi guru spiritualnya diwilayah jawa tengah tepatnya disalah satu dusun kecil dikawasan sleman yogyakarta. Dari gurunya ia sering mendapat amalan berupa dzikir dan wirid-wirid khusus untuk memperlancar usahanya. Ia juga dibekali sejenis rajah atau isim yang dibungkus kain putih dan diletakkan ditempat khusus dirumahnya, ada juga yang diselipkan dilipatan ikat pinggangnya, "untuk berjaga-jaga" ujarnya suatu saat.
Menurut Pram, itu bagian dari ikhtiar bahkan itu bagian dari bukti kedekatannya kepada agama. Ia hanya mendatangi orang yang dipandangnya sebagai kyai guru spiritual. Baginya, gurunya bukanlah dukun bahkan musuh dukun, gurunya beraliran putih. Para dukun itu adalah pemuja setan, aliran ilmu mereka hitam dan menyesatkan. Dititik ini, Pram begitu kukuh ia tak sedikit pun mendengarkan peringatan dan penjelasan dari istrinya Rafiqah bahwa semua yang ia lakukan adalah kemusyrikan.
"Kalau Allah menimpakan bencana kepadamu maka tidak ada yang dapat mengatasinya selain Dia, dan kalau Allah menghendaki kebaikan untukmu maka tidak ada yang dapat menghalangi kebaikan yang diberikan oleh-Nya kepada orang yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya. Dia lah yang maha pengampun lagi maha penyayang." (YUNUS:107)
Nabi sudah menegaskan : "Siapa saja yang memakai (mengalungkan) jimat, maka ia musyrik.'' (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam kitab 2072, bab dilarangnya mengalungkan (jimat) diriwayatkan juga oleh Ahmad dan Al Hakim) Sementara musyrik itu sudah keluar dari islam, bila tidak bertaubat ia akan mendekam dalam neraka selama-lamanya.
Saat itu dibincangkan Pram membantah keras ia bersikukuh bahwa apa yang dilakukannya itu sah dan banyak Kyai dan Ustadz mendukungnya. Segala penjelasan Rafiqah yang dipaparkan secara sederhana kadang dengan membacakan sebuah buku saja dianggap kacangan. Dari dulu ia sudah sering berdebat dan berseteru dengan teman-temannya soal itu dan ia begitu muak mendengar orang-orang yang begitu mudah mengklaim perbuatannya itu sebagai syirik atau kemusyrikan.
Meski masih miskin ilmu tapi landasan akidah yang dipelajari oleh Rafiqah lurus. Ustadz Qamaruddien dikenal ustadz yang bagus akidahnya, mahir membaca kitab-kitab gundul, rajin mempelajari dan mengajarkan Tafsir dan Al Hadits bersandar pada kitab-kitab rujukan yang dapat dipercaya. Darinya lah Rafiqah banyak menimba ilmu bersama Aziz, Heryani putri dari Ustadz Qamaruddien dan banyak teman-teman lainnya. Sehingga rancunya keyakinan yang dimiliki oleh suaminya sungguh memberatkan jiwanya. Hatinya bagai ditekan godam berat bila memikirkan betapa ia harus hidup bersama pria yang masih lusuh dan kusut akibat budaya syirik padahal kemusyrikan itu sungguh mengerikan.
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yg selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar."(AN NISA:48)
Firman Allah : "Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun." (AL MAIDAH:72)
Rasulullah juga bersabda : "Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun pasti akan masuk surga. Sebaliknya orang yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu ia pasti masuk Neraka." (Lihat shahih Al Bukhari)
Hidup mereka menjadi penuh perdebatan yang sama sekali tidak sehat. Pram memang tipikal pria yang tidak mudah mengumbar emosi sehingga percekcokan hebat yang menyebabkan rumah layaknya kapal pecah seperti yang kerap terjadi pada banyak rumah tangga saat ini yang membuat Pram sebagai suami akhirnya menyakiti istrinya, menempeleng atau sekadar menamparnya alhamdulillah tidak pernah terjadi tapi itu bukan berarti kehidupan mereka menjadi nyaman. Kegalauan dalam hati Rafiqah dan ketidak nyamanan dalam jiwa Pram bisa diibaratkan seumpama api dalam sekam sementara waktu tampak aman dan terkendali namun suatu saat bisa saja berkobar dan membakari segala isi rumah saat itu tak ada lagi rasa aman terhadap bahaya yang akan menghanguskan ketentraman jiwa.
Suatu kali Rafiqah menemukan sebuah hard copy dari file-file penting milik Pram yang berserakan dimeja kerjanya. Saat itu Pram sedang berada dikantornya. Pada mulanya Rafiqah tak berniat membaca isi tulisan pada kertas-kertas itu hanya menyusun kembali kertas-kertas yang berserakan itu dan meletakannya pada sebuah map besar diatas meja namun tanpa sengaja matanya tertumbuk sebaris tulisan pada bagian atas salah satu kertas tersebut "PROYEK DIAMOND DISCOTIQUE". Proyek apa itu? Rafiqah bertanya dalam hati. Ia tahu, bahwa salah satu bisnis yang ditekuni suaminya adalah bisnis properti termasuk pembuatan berbagai sarana perkotaan, mulai dari jembatan, shoping centre dan sejenisnya. Apa itu salah satu proyek yang sedang digarap oleh Pram? Rafiqah tak mau bertanya lebih jauh. Di hari-hari selanjutnya itu tak lagi dipikirkan oleh Rafiqah sampai tiba hari itu. Salah seorang rekan bisnis Pram, Pak Budi datang berkunjung. Kali ini kunjungannya dimalam hari bahkan nyaris ditengah malam pukul 23.00!!
Ia datang ditemani 2 orang pria yang bila dilihat dari penampilannya sepertinya juga mitra bisnisnya. Minimal anak buah kepercayaannya karena Ia seperti juga Budi dan Pram mengenakan jas dan dasi. Seperti biasa saat mereka datang, Pram menyuruh Rafiqah duduk dibelakang Bar bisa dibelakang bar itu sudah menggantikan posisi dapur untuk pertemuan-pertemuan santai tapi serius seperti itu dan secara kebetulan Pak budi bukan tipikal pria yang doyan minuman keras meski jenis yang kurang memberi pria memabukan seperti wine dan vodca. Ia lebih menyukai coco blended bavarege selera uniknya adalah pada sentuhan lain diminuman nikmat tersebut. Ia suka bila coco blended bavarege itu dicampuri dengan sedikit sirup strawberry jadi ada rasa coklat, strawberry, susu dan kopi arabica yang menyatu menciptakan nuasa rasa yang unik, sedap, legit dan segar apalagi minuman itu dikomsumsi dingin nikmat sekali. Pram sendiri ikut ketagihan mengkonsumsinya jadi soal penyajian minuman bagi Rafiqah tidak ada masalah. Acara juga dibuat santai tidak ada hiburan atau sejenis pesta kecil karena ada hal serius yang akan dibicarakan.
Namun kejutan justru muncul dari isi pembicaraan mereka. Hard copy yang ditemukan Rafiqah dimeja kerja Pram beberapa hari yang lalu ternyata adalah master piece dari pembicaraan mereka malam itu. Mereka ternyata betul-betul sedang mendiskusikan proyek pengadaan sebuah discotique yang menyatu dengan sebuah proyek yang lebih besar Graha Shoping Centre (GSC). Discotique itu dibicarakan secara khusus karena menimbulkan pro kontra. Bangunan perbelanjaan itu didirikan diareal tanah bekas asrama pensiunan kepolisian. Disamping bangunan itu persis ada jalan kecil yang dikenal dengan sebutan MHT. Muhammad Husni Tamrin. Diseberangan jalan itu bediri tegak sebuah masjid raya Masjid Al Amin, dimasjid itulah warga sekitar menjalankan shalat jumat dan shalat berjamaah setiap harinya. Di masjid itu juga berbagai kegiatan islam dilaksanakan termasuk pengajian untuk kalangan remaja dan TPA untuk anak-anak kecil disamping masjid itu sudah puluhan tahun ini didirikan sejenis madrasah diniyyah atau juga dikenal dengan sekolah sore. Sebuah lokasi belajar dimana anak-anak usia SD mempelajari ilmu-ilmu keislaman diwaktu petang.
Jadi letak persoalannya para nazhir masjid dan masyarat dikawasan perkampungan disebelah calon proyek itu tidak setuju apabila didirikan sebuah diskotik berdekatan dengan masjid mereka. meskipun diskotik itu menyatu dengan pusat perbelanjaan dan diletakan dilantai atas mereka merasa gerah dengan kehadiran tempat maksiat itu, dilingkungan orang-orang beragama bahkan disamping masjid terbesai dikawasan itu.
Itulah topik yg dibicarakan oleh Pram, Budi dan 2 orang rekannya pada malam itu, diskusi berlangsung hangat. Pak Budi bersikeras menyelesaikan proyek bangunan diskotik itu karena selain konsepnya sudah menyatu dengan shoping centre secara umum proyek itu juga mendapatkan dukungan penuh dari salah seorang putra mantan orang nomor satu dinegeri ini jadi soal kekisruhan warga yang dikhawatirkan akan terjadi tidak perlu terlalu dicemaskan.
Pram memiliki pendapat berbeda, ia menganggap bahwa diskotik itu bukanlah proyek unggulan. Urgensinya dalam shoping centre tersebut tidak begitu jelas artinya ia bisa saja didirikan disembarangan tempat tidak harus dipusat perbelanjaan. Ia berpendapat akan lebih menguntungkan bila diganti saja dengan food centre kebetulan dipusat perbelanjaan itu belum diplanning selain tak akan mengundang pro kontra food centre dianggap lebih merakyat. Diminati banyak orang dan terbukti disetiap pusat perbelanjaan dijakarta Area food centre ini tidak pernah sepi dikunjungi orang.
Kedua orang yg hadir bersama Pak Budi justru setuju dengan pendapat Budi mereka berpandangan bahwa diskotik itu bisa menjadi lambang kemodernan sekaligus ciri khas yang diusung GSC. Pusat makanan siap saji sudah bertaburan dimana-mana setiap perbelanjaan sudah menyediakan divisi khusus untuk itu, berbeda dengan diskotik. Selain unik secara komersial ia juga tidak kalah menguntungkan dibandingkan food centre bahkan disitu harga makanan dan minuman siap saji bisa dijual secara jauh lebih mahal keuntungan bisa berkali-kali lipat.
"Bagi saya, keresahan warga tetap harus diberi perhatian khusus. Kekerasan tak akan memberi dampak positif dalam menyelesaikan urusan ini. Mereka mungkin bisa ditakut-takuti tapi tak mungkin dibungkam sama sekali, mereka adalah salah satu potensi yang akan kita bidik, sebagian dari pengunjung pusat perbelanjaan itu adalah mereka. Mengabaikan potensi mereka jelas tidak benar, bila tidak suka mereka tak akan mau menjadi pengunjung setia pusat perbelanjaan kita juga jangan lupa bahwa mereka bisa saja memprovokasi massa sehingga enggan meramaikan shoping centre tersebut ini sungguh membahayakan" Pram menjelaskan alasan-alasannya dengan begitu lugas dan gamblang.
"Mas Pram ini terlalu berlebih-lebihan, seperti pula dengan pengalaman-pengalaman sendiri bukankah setiap proyek yang kita tangani selalu menghadapi kasus semacam ini? Pihak pemukim yang enggan dialokalisasi lah. Pihak pengurus masjid yang tidak mau terima bila masjidnya dibongkar meski diganti dengan masjid yang lebih mewah dilokasi lain juga para warga yang menuntut ganti rugi lebih tinggi dari yang kita tawarkan, itu kasus-kasus yang sudah sering kita hadapi dan selama ini kita tak pernah gagal bahkan tak pernah mengubah konsep, rancangan dan pemetaan yang sudah kita sepakati.
Sekarang yang kita hadapi hanya orang-orang senewen, tak ada hak mereka yang kita rebut tanah milik kita sendiri lokasi juga kita yang bangun sendiri perihal mereka terganggu apa di Jakarta ini ada lokasi Sejenis diskotik yang dianggap tidak menganggu? Apa ada diskotik dibuat dilokasi terpencil jauh dari kepungan masyarakat beragama? Alasan mereka sama sekali tidak rasional. Soal keberadaan mereka sebagai konsumen saya kok gak percaya-percaya amat Jakarta ini kota kosmopolit, kota metropolis dengan penduduk belasan juta jiwa asal shoping centre kita berkualitas, konsumen dan pengunjung akan datang berduyun-duyun dari mana-mana. Provokasi mereka akan mandul gak akan menberi pengaruh apa-apa..." Secara panjang lebar Pak Budi mengemukakan bantahannya.
2 orang yang bersamanya hanya bisa mengamini saja tak ada tambahan ide dari mereka. Mereka termasuk jenis orang yang bisa setuju atau tidak setuju tanpa perlu tahu persoalan yang mereka amati. Keberadaan orang-oran seperti mereka inilah yang membuat kondisi negara kita makin carut marut, pendapat mereka bisa dibeli, suara mereka juga bisa ditukar dengan uang, kesetiaan mereka pun bisa digantungkan kepada siapa saja yang membuat perut mereka kenyang.
Perdebatan berjalan alot tapi akhirnya Pram mengalah, ia menunda menganggap upayanya untuk setidaknya menunda pengadaan diskotik itu tak mungkin membawa hasil, ia kalah suara selain itu ia secara moril tak memiliki beban apa-apa dengan didirikannya diskotik semacam itu. Ia hanya mencemaskan sebagian warga masyarakat sekitar yang obsesif menggagalkan usaha pembangunan itu. Ia semenjak dahulu memang anti keributan tapi dunia bisnis yang ia geluti menuntutnya untuk memiliki mental baja dan menyembunyikan sifat belas kasihnya sedalam mungkin, dilubuk hati yang tak terjamah ia harus rela menjadi raja tega. Sifat yang sesungguhnya berlawanan dengan karakternya.
Dibalik bar dada Rafiqah bergemuruh ada kemarahan yang mengencet jiwanya dan nyaris meledak saat konklusi rapat suaminya malam itu diputuskan dengan menggoalkan proyek pembuatan Diamond Discotique. Saat Pram terdiam Rafiqah nyaris berteriak minta banding tapi keberadaannya sebagai nyonya rumah yang baik dan tampilannya sebagai wanita muslimah yang menjaga adab dan etika mengharuskan dirinya diam mematung, hanya sudut hatinya yang mengumpat.
Sepulang para tetamunya, Pram melanjutkan debatnya dengan Rafikah, kali ini Pram diposisi membela diri karena menerima keputusan rapat secara mengenaskan namun Rafiqah justru menyudutkan Pram pada konteks ini bukan soal kepantasan atau ketidakpantasan tapi soal prinsip hidup sebagai muslim. Ia menegaskan bahwa diskotik itu adalah lumbung maksiat, segala jenis perbuatan dosa berkerumun disitu. Membuat sebuah proyek dengan diskotik sebagai bagian darinya apalagi menempatkannya sebagai maskot proyek sungguh berlawanan dengan sikap hidup seorang muslim. Hasil jerih payah dari usaha itu hanyalah uang haram dan betapa ngeri membayangkan uang haram itu akan mereka telan,mengendp dalam tubuh mereka lalu tumbuh menjadi daging yang akan dijilat api neraka.
"Daging yg tumbuh dari yg haram tidak akan masuk surga.Setiap daging yg tumbuh dari yg haram lebih layak untuk disentuh oleh api neraka." (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi sunannya jus 3 hal 1 juga oleh Ahmad 28:468 dari hadits jabir bin abdillah dan Abu bakar ash-shiddiq) Begitu sabda Nabi dalam sebuah hadits.
Pram tahu ia berada diposisi sulit tapi ia tak membayangkan sudut pandang yang kini dipaparkan istrinya. Ia berpendidikan jauh lebih tinggi dari Rafiqah. Ia lulusan S2 dilondon dibidang ilmu ekonomi namun menghadapi Rafiqah ia begitu kepayahan kadang hati kecilnya mengamini pendapat Rafiqah namun lebih sering egonya yang berbicara bila demikian perdebatannya dengan istrinya akan semakin rumit, ia tetap ngotot namun sesungguhnya ia berbicara setengah hati terlebih saat ini ia memiliki final idea yang mirip dengan istrinya dalam kasus ini bahwa proyek pembangunan discotik itu tidak benar meski ia dan istrinya memandang dari sudut pandang yang tidak sama.
"Tapi begitulah realitas bisnis Adinda, dalam berbisnis pikiran kita akan tersedot pada fokus mengejar keuntungan, meneliti penerimaan pasar, sisi-sisi penunjang dan kendala-kendala yang menghadang untuk memikirkan semua itu saja kemampuan otak kita sudah terkuras habis. Idealisme halal haram tak lagi memiliki tempat ideal dipertarungan bisnis modern. Kita hanya bisa menjaga asal jangan kelewat batas dan biasanya aku melihat pada sisi apakah bisnis atau proyekku ini menelantarkan atau menyakiti orang lain atau tidak? Selama bisnis itu aman, tak ada orang merasa dirugikan it's ok."
Sejenak,ia menanti komentar istrinya. Dari kedalaman hati, Rafiqah mengungkapkan tanggapannya.
"Bila kita berpikir dengan logika umum segala persoalan akan terlihat rumit, Mas. Karena mata pandang umum seringkali terhalang oleh ambisi dan syahwat sehingga banyak sisi-sisi kebenaran yang tertutupi. Bayangkan untuk menghadapi masalah sepelik apapun kebanyakan kita tetap fight tapi kalau sudah berhadapan dengan persoalan, 'cara ini haram,harus dihindari' kita seolah-olah kehilangan akal. seakan Allah tak cukup menyediakan cara-cara halal bagi manusia untuk mengais rezeki. Kondisi itu hampir mirip dengan orang yang sudah dilanda emosi hingga ke ujung kepala saat mendapatkan nasihat yang sejujur, setulus dan sesantun apapun akan merasa seperti dihujat habis-habisan. Ia akan berteriak bahwa semua orang membencinya. Tidak ada yg memperhatikannya lagi. Saat sadar baru ia tahu kalau semua yang ia ucapkan itu ngawur belaka bahwa semua ungkapannya itu berasal dari kepanikannya saja. Demikian juga soal halal dan haram dalam berbisnis tak ada kamus yang membuktikan bahwa kejujuran, ketulusan dan pencarian yang halal dalam dunia usaha itu membangkrutkan dan tak terbukti bahwa setiap yang tidak peduli halal dan haram dalam bisnis juga pasti berhasil."
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq:2-3)
"Padahal, sebagai umat islam kita sudah diberi panduan yang jelas oleh Allah. Setiap yang diharamkan pasti berbahaya buat kita maka akibatnya akan kita rasakan didunia dan diakherat. Setiap yang halal pasti berguna buat kita, manfaatnya juga akan kita kenyam selama didunia dan diakherat kelak. Mas, tak ada satu persoalan pun termasuk dalam jual beli yang tidak dijelaskan dalam islam. Nabi sudah menegaskan."
"Tidak tersisa satu hal pun yang dapat mendekatkan seorang kepada surga dan menjauhkannya dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian." (Al Haitsami dalam majma'uz Zawa-id)
Aku memang tidak bisa menjelaskan panjang lebar tentang detilisasinya Mas. Ilmuku terbatas soal itu, tapi keyakinanku bulat bila kita menjadikan islam sebagai pemandu kita segala yang maslahat akan terpenuhi. Cepat atau lambat, soal kerugian dan keuntungan dalam bisnis pasti dialami semua orang. Baik yang berpijak pada aturan syariat ataupun yang bekerja semau syahwatnya...."


BERSAMBUNG


NB : www.janganjadimuslimahnyebelin.facebook.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar