Minggu, 30 Maret 2014

Bumi Cinta (Part 12)

"Ya aku tahu. Kau adalah Yelena yang baik."
"Salah. Kau salah. Aku bukan Yelena yang baik. Kau harus tahu aku adalah seorang pelacur. Aku perempuan bejat. Kau salah kalau kau memintaku menjadi istrimu. Carilah perempuan
baik-baik."
"Aku tidak salah. Jika kau mau tobat seperti aku, maka kau adalah orang yang aku cari. Aku juga bukan lelaki yang suci, aku adalah juga lelaki bejat. Hanya saja aku tidak mau selamanya bejat. Aku ingin jadi manusia yang sesungguhnya. Aku rasa kita sama jika kau mau bertobat dan mengikuti jalan hidupku."
Mereka berdua lalu berbincang dari hati ke hati. Semua dibuka begitu saja. Tak ada yang ditutupi. Keduanya menemukan muara yang sama, yaitu muara ingin hidup sesuai dengan fitrah
manusia diciptakan oleh Allah Ta'ala. Akhirnya, di akhir pertemuan Yelena mengatakan,
"Baiklah aku bersedia menjadi istrimu. Dan aku akan mengikuti jalan yang kau tempuh,
selama jalan itu memanusiakan diriku."
"Terima kasih Yelena. Kita tidak perlu menunda niat baik kita. Dua hari lagi kita menikah sesuai dengan syariah, sambil kita urus peresmian pernikahan kita sesuai hukum positif di Rusia."
"Aku setuju."

***


Hari itu hari Jumat. Musim dingin masih bertahan. Salju sudah dua hari tidak turun, tetapi di
mana-mana salju masih nampak membungkus apa saja. Masjid Prospek Mira penuh sesak oleh
jamaah shalat Jumat. Nampak wajah-wajah dari berbagai bangsa. Ada Rusia, Tatar, Kazakh, Kirgis, Turkmen, Chechnya, Azerbaijan, Kirgish, Melayu, dan Arab.
Sebelum khutbah Jumat dimulai, takmir masjid mengumumkan akan adanya seorang perempuan
muda Rusia yang akan mengucapkan dua kalimat syahadat siang itu. Prosesi pengucapan kalimat syahadat akan dipimpin oleh Imam Hasan Sadulayev. Juga diumumkan setelah shalat Jumat akan ada prosesi akad nikah antara perempuan Rusia yang baru masuk Islam dengan seorang pemuda Muslim dari Indonesia. Jamaah diminta untuk tidak bubar dulu setelah shalat Jumat. Kumandang takbir dan tahmid seketika membahana di dalam masjid setelah jamaah mendengar pengumuman itu.
Takmir masjid juga mengumumkan hal-hal penting lainnya. Setelah itu sang takmir mempersilahkan perempuan muda Rusia bernama Yelena Aleksandrovna untuk maju ke barisan
paling depan di bagian shaf perempuan. Seorang perempuan muda bergerak maju dari barisan ketiga menuju barisan pertama di bagian perempuan. Kaum perempuan yang mengikuti shalat Jumat memang tidak terlalu banyak. Perempuan muda itu nampak anggun dibalut oleh pakaian serba putih, juga jilbab putih. Imam Hasan Sadulayev memberikan pidato singkat sebelum
membimbing Yelena mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah pidato Imam Hasan Sadulayev menanyakan kepada Yelena, untuk meyakinkan bahwa
dia masuk Islam bukan karena ada paksaan atau karena keadaan yang memaksanya masuk Islam.
Yelena menjawab bahwa dia masuk Islam sama sekali bukan dipaksa seseorang, bukan juga
karena ada keadaan tertentu yang memaksanya masuk Islam. Ia masuk Islam sungguh-sungguh
karena kesadaran dan keinsyafan, serta karena panggilan jiwanya yang cenderung kepada Islam.
Mendengar jawaban Yelena, takbir dan tahmid kembali menggema di dalam masjid.
Di bagian pria, tepatnya di barisan pertama tidak jauh dari Imam Sadulayev berdiri, seorang
pemuda berkaca mata dan berwajah Asia Tenggara nampak duduk menunduk dengan mata
berkaca-kaca. Teringat masa lalunya yang kelam ia menangis dalam istighfar. Dan teringat akan
kasih sayang Allah yang memberinya petunjuk untuk bertobat dan membersihkan jiwanya dengan ibadah. Ia terisak dalam keharuan dan kesyukuran. Allah kembali melimpahinya dengan
kasih sayang tiada terkira. Sebentar lagi ia akan mendengar perempuan yang telah dilamarnya untuk dijadikan pendamping hidupnya mengucapkan kalimat syahadat.
Imam Hasan Sadulayev, kemudian meminta kepada adiknya yaitu Aminet Sadulayevna untuk
membimbing Yelena Aleksandrovna mengucapkan dua kalimat syahadat. Seluruh jamaah yang
hadir shalat Jumat akan menjadi saksi masuk Islamnya Yelena. Dengan suara yang jernih dan
berwibawa Aminet membimbing Yelena mengucapkan kalimat syahadat kata per kata.
"Asyahadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah." Aminet membimbing Yelena mengucapkan dua kalimat syahadat itu tiga kali. Setelah itu Aminet membimbing Yelena untuk mengucapkan arti dua kalimat syahadat itu dalam bahasa Rusia.
Begitu Yelena selesai mengucapkan syahadatnya. Imam Hasan Sadulayev seketika bertahmid
dan mengumandangkan takbir dengan kedua mata basah oleh airmata. Seluruh jamaah mengikutinya.
Tak sedikit di antara mereka yang meneteskan airmata karena tersentuh suasana yang agung itu. Prosesi seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat adalah prosesi yang sangat agung, lebih agung dari terbitnya matahari menyinari dunia.
Imam Hasan kemudian mengajak jamaah berdoa bersama untuk Yelena yang baru masuk Islam, agar diberi tambahan kekuatan oleh Allah untuk teguh memegang hidayah yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
Pemuda berkaca mata yang tak lain adalah Devid, mengangkat kedua tangannya dan mengamini setiap kalimat yang diucapkan Imam Hasan Sadulayev dengan airmata terus meleleh di pipinya. Di sampingnya, Ayyas juga tidak bisa menahan harunya. Ia tahu persis siapa Devid dan siapa Yelena sebelumnya. Devid kini telah menjadi ahli rukuk dan sujud.
Dan Yelena yang pernah tidak mengakui adanya Tuhan, kini bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Yelena menjadi manusia baru yang bersih dan fitri. Seluruh dosa dan masa lalunya yang kelam terhapus oleh dua kalimat syahadat yang ia ucapkan dengan tubuh bergetar.
Selesai berdoa, Imam Hasan Sadulayev naik ke mimbar. Azan dikumandangkan. Lalu khotbah
Jumat dimulai. Sang Imam menjelaskan tentang keajaiban tobat. Menurut Sang Imam, setiap anak manusia pasti pernah melakukan dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, kecuali para nabi dan rasul yang sudah pasti dijaga oleh Allah dari dosa dan kesalahan. Dan jalan terbaik bagi orang yang memiliki dosa adalah bertobat, memohon ampun kepada Allah. Orang-orang yang mau bertobat dengan sebenar-benar tobat adalah manusiamanusia yang dipilih dan dikasihi oleh Allah.
Imam Hasan Sadulayev kemudian menceritakan seorang pendosa yang ada pada umat terdahulu,
yang mendapat kemuliaan dari Allah yang luar biasa karena mau bertobat. Imam Hasan
Sadulayev menjelaskan,
"Termasuk dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah adalah perbuatan zina. Para nabi dan
rasul juga murka pada orang-orang yang melakukan perbuatan keji itu. Alkisah, pada umat terdahulu ada seorang perempuan yang menjadikan zina sebagai profesinya. Dia mendapatkan uang dengan melacurkan dirinya. Kecantikannya yang menawan sangat terkenal dan membuat dirinya terkenal ke berbagai daerah. Banyak lelaki yang tergila-gila padanya dan ingin menikmati kecantikannya.
Di saat yang sama ada seorang pemuda ahli ibadah. Pemuda itu juga mendengar pesona perempuan itu dan hati pemuda itu juga condong kepadanya. Pemuda itu juga beranganangan
ingin menikmati kecantikan perempuan itu. Karena bayaran perempuan itu sangat mahal, pemuda itu bekerja keras siang malam demi mendapatkan uang agar nanti bisa membayar perempuan itu. Setelah berbulan-bulan bekerja pemuda itu mendapatkan uang yang cukup banyak. Uang yang cukup untuk membayar kecantikan perempuan itu. Pemuda itu lalu mendatangi perempuan itu.
Tentu saja perempuan itu senang didatangi pemuda yang terkenal ahli ibadah dan tampan. Ia
merasa bangga bahwa kecantikan dan pesona dirinya ternyata mampu mengalahkan kezuhudan
dan keteguhan iman seorang pemuda ahli ibadah.
Ia menyambut pemuda itu dengan sebaik-baik sambutan. Ketika mereka berdua sudah berada di
sebuah ruang yang sangat nyaman. Jendela telah ditutup dan pintu telah terkunci rapat, dan
pemuda itu bisa melakukan apa yang telah dilakukan banyak lelaki pada perempuan itu, tiba-tiba
pemuda itu teringat kepada Allah. Bahwa Allah melihatnya. Bahwa Allah memurkai perbuatan
maksiat yang sedang dan yang akan dilakukannya. Wajahnya tiba-tiba pucat. Ia sangat takut
kepada Allah. Perempuan itu kaget melihat wajah pemuda itu yang tiba-tiba pucat pasi seperti
tidak dialiri darah. Perempuan itu menduga bahwa pemuda itu sangat'gugup karena tidak pernah
memiliki pengalaman berduaan dengan seorang perempuan. Maka perempuan itu berusaha
menenangkan pemuda itu.
Akan tetapi pemuda itu justru semakin pucat, tubuhnya mengigil dan bergetar hebat. Dengan
terbata-bata pemuda itu berkata kepada perempuan itu, 'Ini, di kantong ini ada ratusan dinar,
yang aku kumpulkan dengan bekerja mati-matian berbulan-bulan. Aku bekerja keras demi bisa
menikmati dirimu. Kini aku sudah ada di hadapanmu, kalau aku mau aku bisa mendapatkan apa yang kuinginkan selama ini.
Akan tetapi jika aku melakukannya maka Allah akan murka kepadaku, dan Allah pasti menyiapkan nerakanya yang menyala-nyala untukku. Aku takut kepada Allah. Aku tidak mau kenikmatan sesaat yang semu akan menghancurkan kenikmatan abadi di surganya Allah. Ini ambillah uang ini. Dan biarkan aku meninggalkan tempat ini sebelum Allah murka dan mencabut nyawaku dalam keadaan syuul khatimah'
Pemuda itu meletakkan kantong uangnya di hadapan perempuan jelita itu, lalu melangkah ke
pintu. Sang perempuan duduk terpaku di pinggir ranjangnya. Ia kaget bercampur takjub dengan
sikap dan apa yang didengarnya. Selama ini tidak ada lelaki yang bisa mengendalikan
kesadarannya jika sudah berduaan dengannya. Tetapi pemuda itu bisa bersikap dan berkata
setegar itu. Rasa takut pemuda itu kepada Allah mengalahkan segala sihir pesona kecantikan yang dimilikinya. Dirinya samasekali tidak ada harganya di mata pemuda itu.
Sang pemuda melangkah meninggalkan tempat itu dengan airmata berderjinlerai. Ia menangis
takut kepada Allah. Pemuda itu malu pada dirinya sendiri. Ia lalu pergi meninggalkan kota itu
dan kembali ke kampung asalnya. Di kampungnya siang malam ia beribadah, karena merasa
telah melakukan dosa besar meskipun belum sampai zina. Tetapi ia merasa telah melakukan
dosa yang sangat besar, sebab telah mendekati zina. Bahkan ia sempat berazam untuk zina
dengan pelacur cantik itu. Ia bahkan sampai bekerja berbulan-bulan demi mendapatkan uang agar bisa berzina dengan perempuan itu. Pemuda itu terus menangis penuh penyesalan. Ia
beribadah sebanyak-banyaknya karena ingin menghapus dosanya. Dan pemuda itu akhirnya
meninggal dunia dalam keadaan menangis dan beribadah kepada Allah Swt.
Perempuan itu, sejak kejadian itu ia sadar. Bahwa dirinya selama ini telah melakukan dosa besar yang dimurkai oleh Allah. Pemuda itu menyadarkan dirinya akan adanya Allah yang memurkai orang-orang yang berbuat maksiat. Pemuda itu menyadarkan dirinya bahwa ada neraka yang disediakan untuk orang-orang yang menantang Allah. Pemuda itu menyadarkan bahwa ada kehidupan yang sesungguhnya setelah kehidupan di dunia ini. Perempuan itu sejak itu bertobat.
Siang malam ia menangis kepada Allah. Ia lalu berazam dan bertekad kuat untuk mencari
pemuda itu. Ia ingin menjadikan pemuda itu sebagai suaminya yang akan membimbingnya
beribadah kepada Allah.
Berbulan-bulan ia mencari pemuda itu, tapi tidak bertemu. Setelah sekian lama ia akhirnya tahu bahwa pemuda itu telah pulang ke kampung halamannya. Perempuan itu langsung menyusulnya.
Dan alangkah sedihnya ketika ia tahu bahwa pemuda itu telah meninggal dunia dalam keadaan bertobat penuh penyesalan kepada Allah.
Pemuda itu memiliki saudara yang juga ahli ibadah. Perempuan bekas pelacur yang kini telah jadi ahli ibadah itu akhirnya menikah dengan ahli ibadah, saudara pemuda tadi. Perempuan itu telah melakukan tobat yang sungguh-sungguh tobat. Tobat yang mampu membuat pintu langit terbuka untuk doa dan zikirnya. Dari pernikahan dengan ahli ibadah itu, perempuan bekas pelacur itu melahirkan banyak anak yang semuanya diangkat oleh Allah menjadi nabi. Dari rahim perempuan itu yang kini berisi kalimat-kalimat thayyibah lahir manusia-manusia mulia yang dipilih oleh Allah sebagai nabinya.
Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada umat terdahulu. Menjelaskan kepada kita bahwa sebesar
apa pun dosa seseorang, jika ia mau bertobat dengan sungguh-sungguh seperti perempuan itu, maka Allah akan menerima orang itu dengan penuh pengampunan dan kasih sayang. Bahkan
Allah akan tetap memuliakan hamba-hamba-Nya yang mau bertobat kepadanya.
Maka kepada siapapun yang merasa pernah melakukan dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, juga kepada diri saya sendiri, saya wasiatkan untuk segera bertobat dengan sebenar-benar tobat. Dengan tobat dan kembali kepada Allah sepenuh jiwa dan raga, kita berharap Allah senantiasa
menyelimuti kita dengan selimut rahmat dan kasih sayang-Nya. Amin" Khutbah Imam Hasan Sadulayev sangat menyentuh.
Terutama bagi Devid dan Yelena. Juga bagi banyak orang yang merasa sedang memikul dosa yang tidak ringan. Bagi mereka, khutbah itu seperti air penyejuk bagi orang yang kehausan di padang sahara. Dengan airmata meleleh Devid berdoa agar tobatnya diterima Allah dan agar dirinya diberi keberkahan seperti keluarga perempuan yang jadi ahli ibadah setelah bertobat itu. Yelena lebih deras airmatanya, ia merasa dirinya nyaris sama dengan perempuan yang dikisahkan oleh Imam Hasan Sadulayev. Ia bertekad dalam hati akan berislam sebaikbaiknya.
Ia akan belajar tentang Islam sekuat tenaga, dan ia akan menjaga kesuciannya dan terus beribadah kepada Allah seperti perempuan itu, agar kelak anak-anak yang ia lahirkan dari
rahimnya jika dikehendaki oleh Allah menjadi manusia-manusia yang baik dan dikasihi Allah.
Selesai shalat Jumat, akad pernikahan dilangsungkan. Yang dinikahkan adalah Devid
mendapatkan Yelena. Ayyas dan beberapa pejabat KBRI Moskwa menyaksikan prosesi akad
pernikahan itu. Ayyas tidak kuasa menahan airmatanya ketika melihat Devid menangis tersedu-sedu dalam pelukan Imam Hasan Sadulayev setelah akad. Ayyas mendoakan teman lamanya itu
agar benar-benar menjadi orang beriman sejati. Ia juga mendoakan agar dosa teman lamanya itu benar-benar diampuni oleh Allah.
Ayyas juga terharu ketika sekilas melihat Yelena dengan penampilan yang jauh berbeda dengan yang pernah dilihatnya dulu. Yelena kini berpakaian putih anggun tertutup auratnya.
Sama sekali tidak ada bekas atau kesan bahwa Yelena pernah menjadi pelacur kelas atas di
Moskwa. Kini Yelena nampak bercahaya seumpama kapas putih yang tidak dinodai apaapa.
Ayyas berdoa agar Yelena yang pernah menjadi tetangga kamarnya itu benar-benar mampu
menjadi Muslimah yang baik, dan menjadi ibu yang salehah yang nanti akan melahirkan keturunan yang saleh, keturunan yang meninggikan kalimat Allah di atas bumi Allah, bumi cinta
orang-orang saleh yang menjadikan hidupnya sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah.

***


Untuk sementara Devid tinggal bersama Yelena di apartemen Yelena. Bibi Margareta masih menyertai mereka. Mereka tetap memperlakukan Bibi Margareta layaknya bibi sendiri. Keyakinan yang berbeda sama sekali tidak memengaruhi keharmonisan hubungan mereka dengan Bibi Margareta.
Untuk pertama kalinya dalam hidup, Yelena merasakan keindahan menghirup udara sebagai
manusia. Ia merasa benar-benar terlepas dari belenggu-belenggu berhala dan perbudakan yang
selama ini menjeratnya. Ia merasa benar-benar merdeka. Ia merasa menjadi manusia yang sempurna kemanusiaannya dengan hanya menyembah kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Ia telah menemukan jalan hidup yang dicarinya. Dan kini, dengan statusnya sebagai seorang istri,
ia mendapatkan kehormatannya kembali sebagai perempuan yang memiliki harga dan nilai yang sesungguhnya. Lebih dari itu ia seperti orang yang baru pertama kali jatuh cinta. Bungabunga
kini bermekaran di dalam hatinya. Musim semi belum tiba, tetapi ia merasa suasana yang ia
rasakan adalah suasana musim semi paling indah yang belum pernah ia rasakan. Setiap kali shalat bersama suaminya, lalu ia mencium tangan suaminya, ia merasakan kenikmatan cinta yang
belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Untuk sementara sampai Devid menyelesaikan kuliahnya mereka berdua akan tinggal di Rusia.
Bisa di Moskwa bisa juga di St. Petersburg. Akan tetapi setelah Devid menyelesaikan kuliahnya ia berjanji dalam hati akan mengikuti suaminya kemana pun ia pergi. Ia rela jika kemudian suaminya memutuskan harus hidup di Indonesia.
Bagi orang-orang yang beriman, di mana pun ia bisa rukuk dan sujud kepada Allah, maka ia menemukan bumi cinta. Dan sesungguhnya dunia ini adalah bumi cinta bagi para pecinta Allah Taala. Bumi cinta yang akan mengantarkan kepada bumi cinta yang lebih abadi dan lebih mulia yaitu surganya Allah.
Sementara Devid juga merasakan hal yang hampir sama dengan yang dirasakan Yelena.
Mendapatkan istri seperti Yelena, ia seumpama mendapatkan bidadari yang selalu merindukannya dan selalu tersenyum kepadanya. Ia telah melupakan semua masa lalunya dan masa lalu istrinya. Dengan menggenggam erat tangan istrinya, ia ingin terus maju melangkah dalam pengembaraan mencapai ridha Allah yang tertinggi di bumi cinta ini.
Ia tahu bahwa Yelena telah memiliki seorang anak dengan suami terdahulunya. Ia tahu bahwa
istrinya sangat merindukan anaknya itu. Maka ia tidak segan untuk membahagiakan istrinya,
dengan mengantarkannya menemui anaknya yang ada di kota Kazan, yang letaknya ribuan
kilometer di sebelah timur kota Moskwa.
Yang membuat Devid bahagia, anak istrinya itu ternyata, juga Muslim. Setelah tahu persis
kisah hidup Yelena, ia semakin bertambah keimanannya akan kekuasaan Allah. Suami Yelena
yang pertama ternyata adalah seorang Muslim yang baik. Yelenalah yang sebenarnya tidak baik
sampai harus diusir suami yang pertama.
Setelah menyelesaikan S1 Sastra Inggris dari St. Petersburg, Yelena bekerja di sebuah agen
wisata di kota Kazan, ibu kota Tatarstan yang masih dalam kekuasaan Rusia. Di sana Yelena
berkenalan dengan seorang anak muda pemilik sebuah restoran. Anak muda itu bernama
Majidov. Singkat cerita Yelena menikah dengan Majidov. Saat itu Yelena mengaku berjanji siap
mengikuti keyakinan Majidov setelah menikah. Ternyata Yelena mengingkari janjinya, ia tetap
tidak mau mengikuti keyakinan Majidov. Bahkan Yelena malah mau masuk agama Budha.
Berkali-kali Majidov mengingatkan janjinya. Yelena tetap saja mengingkari janjinya.
Bahkan Yelena akhirnya suatu pagi mengatakan kepada suaminya bahwa ia mulai meragukan adanya Tuhan. Suaminya kaget dan marah. Yelena tidak mau mengalah, ia lalu berterus terang bahwa ia merasa dikungkung oleh banyak aturan yang dibuat suaminya. Suaminya kemudian memberinya pilihan yang tidak bisa ditawar, yaitu mengikuti aturan mainnya dan Yelena memenuhi janjinya, atau Yelena keluar dari rumahnya yang berarti telah diceraikannya dan boleh hidup semaunya. Yelena memilih cerai dan keluar dari rumah itu.
Yelena merasa seperti diusir suaminya, padahal sesungguhnya ia sendiri yang menentukan
pilihannya.
Yelena mengadu nasib ke Moskwa, dan sejak itu Yelena hidup dengan memperturutkan hawa
nafsunya. Sampai akhirnya ia hidup dalam genggaman Olga Nikolayenko dan tidak bisa keluar
darinya sampai Olga Nikolayenko binasa. Yelena merasa ada yang salah dalam hidupnya. Dan ia
mulai mendapatkan pencerahan pelan-pelan secara tidak langsung dengan datangnya Ayyas yang tinggal satu apartemen dengannya. Puncaknya adalah ketika ia nyaris mati kedinginan dan ditolong Ayyas.
Sejak itu ia merasakan kasih sayang Tuhan, dan ia mulai mencari tahu cara terbaik berbakti
kepada Tuhan. Ia terus merenung dan mengumpulkan informasi, juga banyak belajar diamdiam.
Sampai akhirnya ia yakin cara terbaik adalah dengan berislam. Hanya ia belum menemukan waktu yang tepat. Ia sempat kembali ke Kazan dan diam-diam mencari tahu keadaan mantan suami dan anaknya. Ternyata suaminya telah menikah lagi dengan putri seorang imam masjid kota Kazan, maka ia merasa tidak mungkin lagi kembali kepada suaminya.
Yelena sempat bingung harus bagaimana menentukan langkah. Ia sempat berpikiran mau menemui Ayyas dan meminta saran darinya. Belum sampai ia menemui Ayyas Devid datang mengulurkan tangannya untuk menikah dan berjalan bersama di jalan yang lurus. Maka tak ada keraguan sedikit pun bagi Yelena untuk menyetujuinya.
Devid tidak ragu mengajak Yelena menemui keluarga mantan suaminya. Devid datang sebagai
seorang Muslim yang terhormat dan disambut oleh Majidov, mantan suami Yelena dengan penuh penghormatan. Majidov nampak kaget dengan penampilan dan perubahan Yelena. Majidov nampak menjaga sekali pandangannya. Demikian juga Yelena. Di ruang tamu rumah Majidov, Devid duduk di samping Yelena dan Majidov duduk di samping istrinya yang bernama Fatheya.
Kepada Devid, Majidov berkata, "Tuan Devid, Anda sungguh lelaki yang beruntung. Tidak
seberuntung diri saya. Dulu saya menikahi Yelena dengan tujuan bisa mendapat pahala karena
akan bisa mengajaknya berjalan di jalan yang diridhai Allah, yaitu memeluk Islam. Saya berani
menikahinya sampai saya menolak tawaran guru saya untuk menikahi putrinya karena saya yakin
bisa mendapatkan pahala agung itu, apalagi Yelena berjanji akan mengikuti jalan hidup saya
sepenuhnya setelah menikah. Ternyata saya gagal.
Sampai punya anak satu, tetap saja saya tidak bisa mengajaknya berjalan di jalan yang benar.
Setelah beberapa tahun bersabar saya tetap juga gagal. Akhirnya, karena ditambah sebab lain yang tidak termaafkan, saya bersikap tegas memberinya dua pilihan. Bertobat dan mengikuti aturan main saya atau cerai dan keluar dari rumah. Dia memilih yang kedua. Saya sangat sedih karena merasa gagal berumah tangga dan berdakwah.
Setelah sekian lama-terpuruk dalam kesedihan, guru saya membangkitkan semangat hidup saya, bahkan tetap menawari saya untuk menikahi putrinya. Bagi saya tak ada pilihan lain kecuali menuruti nasihat dan tawaran guru saya. Ternyata jodoh saya adalah putri guru saya.
Dan sungguh di luar prasangka saya, akhirnya Yelena menemukan jalan yang lurus itu, justru di tangan orang asing, yaitu di tangan Anda Tuan Devid. Sungguh Anda sangat beruntung. Hidayah Allah memang mutlak wewenang Allah untuk diberikan kepada siapa, dan dengan cara bagaimana. Hanya Allah yang tahu.
Saya turut bahagia atas pernikahan kalian di jalan Allah, semoga Allah senantiasa memberkahi
rumah tangga kalian. Adapun Omarov, setelah saya mengetahui ibu kandungnya kini mengagungkan nama Allah, maka saya tidak khawatir jika Omarov akan memilih tinggal dengan ibu kandungnya yaitu Yelena."
Kalimat Majidov sangat menyejukkan Devid dan Yelena. Tak lama kemudian si kecil Omarov
yang lahir dari perkawinan Yelena dengan Majidov pulang dari sekolah. Anak kecil itu tidak
begitu memerhatikan siapa yang ada di ruang tamu. Ia kelihatannya sudah mulai lupa dengan
ibu kandungnya. Akan tetapi dengan sangat bijak Majidov menjelaskan kepada Omarov bahwa ibu kandungnya, yaitu Yelena, datang menjenguknya.
Omarov nampak agak bingung. Ia memerhatikan Yelena dengan seksama dari ujung kepala
dari ujung kaki. Yelena memandangi anaknya dengan mata berkaca-kaca. Tiga tahun lebih ia berpisah dengan Omarov. Saat Omarov masih bingung, Yelena tidak kuasa untuk tidak menghambur dan memeluk anaknya itu dengan penuh kasih sayang dan dengan deraian airmata.
Semua yang ada di ruangan itu melihat kejadian itu dengan hati basah dan mata berkaca-kaca.
Awalnya Fatheya, istri Majidov agak cemburu mengetahui yang datang Yelena. Akan tetapi kelembutan dan ketulusan sikap Yelena telah menyingkirkan rasa cemburu Fatheya dan menggantinya dengan simpati yang mendalam. Keberadaan Yelena bukan untuk dicemburui,
apalagi Yelena sudah menikah dan punya suami. Keberadaan Yelena justru untuk didukung dan
disambut hangat sebagai saudara dan keluarga. Karena dipeluk Yelena dengan sepenuh jiwa
dengan deraian airmata, dan suara haru terisakisak, Omarov menangis juga. Jiwa murni anak itu
merasakan getaran rindu dan cinta yang disalurkan oleh ibu kandungnya. Beberapa saat kemudian, keluarlah dari mulut Omarov, "Oh Mama!"
Seketika Yelena tambah terisak mendengarnya. Omarov masih memanggilnya
"Mama". Yelena lalu menciumi anaknya itu sejadi-jadinya dengan airmata terus meleleh.
"Kau sudah bisa shalat Nak?" Tanya Yelena sambil terisak. Omarov menganggukkan kepala.
"Kau sudah bisa membaca Al-Quran?" Si Kecil Omarov kembali menganggukkan kepala.
"Bagus. Kau anak yang baik. Teruslah mengaji. Berbaktilah pada ayahmu dan ibumu yang satu
ya." Omarov mengangguk.
Yelena memutuskan agar Omarov tetap bersama Majidov. Ia tidak khawatir sama sekali Omarov akan kekurangan kasih sayang seorang ibu. Sebab ia yakin Fatheya akan melimpahkan cinta dan kasih sayang yang melimpah kepada Omarov. Ia bisa merasakan dari wajah anaknya yang cerah dan tubuhnya yang sehat berisi. Yelena hanya meminta agar Omarov diberi kesempatan berkunjung ke rumahnya jika menghendakinya. Majidov dan Fatheya berjanji akan memenuhi keinginan Yelena. Fatheya bahkan berjanji, minimal satu tahun sekali ia, akan mengajak Omarov mengunjungi Yelena. selama Yelena masih tinggal di Rusia. Jika
Yelena akhirnya tinggal di Indonesia bersama Devid, maka ia tidak bisa menjanjikannya.
Yelena dan Devid meninggalkan rumah Majidov dengan mata berkaca-kaca. Terutama Yelena. Ia merasa masih ingin berlama-lama bersama anaknya. Tetapi ia tahu bahwa ia tetap harus berpisah dengan Omarov. Ia berdoa agar Omarov selalu dijaga oleh Allah dan diberkahi langkah hidupnya, sehingga akhirnya kelak menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama dan bermanfaat bagi dunia serta diridhai Allah Ta'ala.

***


Dalam perjalanan menuju Moskwa, di atas pesawat Devid bertanya kepada Yelena, "Istriku,
tadi Majidov mengatakan bahwa akhirnya ia menceraikanmu karena kau tidak memenuhi
janjimu dan karena ditambah sebab lain yang tidak termaafkan. Dia tidak menjelaskan sebab
lain yang tidak termaafkan. Kalau boleh tahu apa itu sebab lain yang tidak termaafkan?"
Mendengar pertanyaan Devid, Yelena malah terisak-isak.
"Kenapa kau malah menangis? Apakah aku menyinggung perasaanmu? Kalau aku tidak boleh tahu tidak apa-apa. Aku tidak memaksa. Itu masa lalumu, kau boleh menyimpannya untuk dirimu saja."
Yelena menyeka airmatanya dan menjawab dengan suara serak,
"Tidak, kau tidak menyinggungku. Aku sudah berjanji tidak akan menutupi apa pun darimu.
Aku tidak mengkhawatirkan apa pun. Itu adalah masa lalu. Kalau pun dikenang kembali adalah
untuk diambil pelajarannya. Sesungguhnya ketika Majidov tadi mengucapkan kalimat itu, aku juga tersentak. Sebab, dulu saat dia memberikan pilihan, kalimat itu sama sekali tidak ia
ucapkan. Aku merasa bahwa perbuatanku tidak diketahuinya. Ternyata dia mengetahuinya. Sebab lain yang tak termaafkan adalah aku berselingkuh dengan orang lain. Aku sangat rapat
menjaga hubunganku dengannya. Aku mengkhianati Majidov. Kukira Majidov tidak tahu. Ternyata tahu. Karena ia tahu maka ia memberikan ultimatumnya, agar aku mengikuti segala aturan mainnya. Itulah yang terjadi."
"Jadi ketika Majidov memberimu dua pilihan, sebenarnya dia masih memaafkan kamu selama
kamu memenuhi janjimu dan mengikuti aturannya."
"Iya. Tetapi diriku memang telah buta saat itu. Aku menganggap ultimatum Majidov sebagai
arogansi kelelakiannya dan kesewenang-wenangannya. Maka aku terima tantangannya, aku
memilih cerai dan kabur."
"Apakah kau menyesal?"
"Tentu saja. Itu adalah dosa yang harus disesali untuk tidak diulangi."
"Apakah kau menyesal menikah denganku?"
"Justru aku akan sangat menyesal kalau tidak memenuhi ajakanmu untuk menikah. Percayalah,
Yelena yang jahiliyyah telah binasa, dan kini yang menjadi istrimu adalah Yelena yang lain.
Yelena yang siap mati-matian menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya."
Devid tidak kuasa untuk tidak mencium kening istrinya dengan penuh cinta. Bagi orang yang
saling cinta-mencintai tidak ada yang lebih indah dari pernikahan suci di jalan yang diridhai Ilahi. Demikian Rasulullah pernah menjelaskan dalam sebuah hadisnya. Pernikahan adalah jalan paling indah untuk ditempuh bagi lelaki dan perempuan yang saling mencintai. Itu adalah yang ditempuh oleh para rasul dan para shalihin yang suci.
Yelena menerima ciuman suaminya dengan rasa bahagia yang luar biasa. Ciuman itu kini ia
rasakan bukan sebagai sesuatu yang mengotori jiwanya, justru kini ia rasakan sebagai sesuatu
yang membersihkan dan menguatkan jiwanya.
Sebab itu adalah ciuman yang halal yang mendatangkan datangnya rahmat dari Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

***


Awal musim semi datang. Mentari bersinar cerah. Udara terasa lebih hangat dan segar, tidak lagi dingin menggigit. Di mana-mana salju mencair. Butir-butir bening air masih Nampak membasahi beberapa ruas jalan. Butir-butir air itu mengalir mencari lubang-lubang drainase kota
Moskwa yang teratur rapi setiap seratus meter. Rumput-rumput hijau seperti bangun dari tidur
panjangnya dan tersenyum kepada siapa saja yang memandanginya. Bunga-bunga satu per satu
mulai bermekaran.
Burung-burung merpati nampak berkerumun di dekat halte tralibus Baumanskaya. Burung-burung merpati itu nampak seperti sedang bersenda gurau. Mereka seperti sedang berbahagia
merayakan datangnya musim semi. Bagi burungburung itu musim semi adalah musim yang paling ditunggu. Di musim semi itulah burung-burung merpati jantan dan betina ditakdirkan oleh
Tuhan untuk bertemu saling memaducinta, untuk kemudian beranak-pinak menjaga kelestarian
spesies mereka.
Musim semi tidak hanya dinanti oleh burung-burung merpati. Musim semi juga dinanti-nanti
oleh manusia, tumbuh-tumbuhan, juga makhluk hidup lainnya yang telah berjuang mempertahankan hidupnya mati-matian selama musim dingin yang beku. Musim semi adalah sentuhan rahmat Tuhan kepada makhluk-Nya yang hampir binasa dibelenggu musim dingin yang ganas.
Moskwa terasa hangat. Musim semi telah datang mengganti musim dingin. Pucuk-pucuk cemara araukaria bergoyang diterpa angin tanpa ada setitik salju pun menempel di daun-daunnya. Pohon-pohon cemara araukaria itu seperti bernafas lega dan memuji syukur kepada Tuhan atas
lewatnya musim dingin dan datangnya musim semi.
Pohon-pohon bereozka bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan seperti tubuh para sufi yang sedang
larut dalam nikmatnya zikir dihempus semilir angin.
Kota Moskwa nampak molek seumpama seorang gadis yang begitu segar. Bau harum bunga-bunga yang bermekaran begitu terasa. Taman-taman menjadi hidup oleh warna-warni bunga
tulip. Air mancur yang sebelumnya beku kini mengalir indah. Gadis-gadis dan perempuan-perempuan mudanya telah menyimpan palto mereka dan menggantinya dengan pakaian musim semi yang modis dan modern.
Pagi itu setelah sarapan pagi, Ayyas menyempatkan diri untuk menikmati keindahan kota
Moskwa. Ia bergegas ke pusat kota Kitay Gorod, di mana Kremlin dan Lapangan Merah ada di
dalamnya. Setelah melihat Kremlin di musim dingin, Ayyas ingin melihatnya di musim semi.
Pagi itu adalah waktu yang paling tepat baginya.
Selain karena cuacanya sangat bangus. Ia nyaris sudah tidak memiliki waktu luang lagi di
Moskwa. Jadwal kepulangannya meninggalkan Moskwa sudah jelas. Dua hari lagi ia akan
meninggalkan Moskwa. Data yang ia perlukan untuk menyusun tesisnya lebih dari cukup. Kepada pihak MGU dan khususnya kepada Doktor Anastasia Palazzo ia telah minta diri. Tiket
pesawat sudah ia beli. Barang-barangnya telah ia kemasi. Keberadaannya di Moskwa tidak perlu ia perpanjang lagi, apalagi targetnya mengajari dua anak Chechnya yaitu Shamil dan Sarah bisa shalat dan membaca Al-Quran dengan baik dan benar telah terpenuhi.
Ayyas datang ke Lapangan Merah sendirian. Pak Joko tidak bisa menemaninya karena harus
mengajar di Sekolah Indonesia Moskwa. Bagi Ayyas berjalan sendirian mengamati Kremlin,
Lapangan Merah dan Gereja St. Basil justru lebih nikmat. Ia bisa puas meneliti segala sudutnya
tanpa diganggu oleh siapa pun dan tanpa dibatasi oleh waktu orang yang menyertainya.
Meskipun hari masih pagi, ternyata Lapangan Merah tidak sepi. Sudah banyak orang yang
mendatanginya. Di antara mereka banyak pelancong dari Eropa Barat dan dari Asia, selain
penduduk Moskwa sendiri. Suasana pagi itu memang cerah dan nyaman. Rupanya tidak hanya
Ayyas yang memiliki pikiran menikmati keindahan Kremlin dan Lapangan Merah dalam suasana
yang sangat nyaman itu.
Ayyas berdiri di tengah-tengah Lapangan Merah dan memandang ke sekelilingnya. Pemandangan yang baginya sangat menakjubkan. Seperti dalam dunia mimpi. Kremlin yang kukuh, klasik dan indah. Menara-menaranya yang gagah. Gereja-gereja di dalamnya dengan kubah-kubah khas ortodoks yang membuatnya berwibawa. Di dampingi Katedral St. Basil membuat Kremlin menjadi legendaris.
Ayyas memandangi Kremlin sambil teringat sejarah lahirnya kota Moskwa. Dari Kremlin itulah
sejarah kota Moskwa dimulai.
Pada tahun 1156 Pangeran Yuri Vladimirovich Dolgoruky menemukan suatu tempat strategis, yang sekarang disebut Kremlin, dan tempat itu kini ada di hadapan Ayyas. Pangeran Yuri Vladimirovich Dolgoruky melihat lokasi itu sangat potensial untuk menahan serangan pasukan
Tartar. Karenanya ia memerintahkan membangun suatu kremlin yang artinya benteng dari kayu di salah satu bukit pinggir sungai Neglinka dan Moskwa.
Dari situlah sejarah kota Moskwa dimulai. Para ahli sejarah percaya bahwa nama "Moskwa"
berasal dari kata kuno Slavonic yang artinya "basah", yang bisa saja merujuk kepada kawasan
rawa-rawa di sekitarnya dan sungai Moskwa yang mengalir di sisinya. Sumber lain menyebutkan
nama Moskow diambil dari nama sungai yang membelah kota tersebut, dimana kata Moskwa berasal dari bahasa Finnic kuno yang artinya "gelap" dan "keruh".
Kremlin yang dibangun Yuri Dolgoruky itu ternyata tidak cukup kuat untuk menahan serangan
Mongol. Antara tahun 1237-1238 tentara kekaisaran Mongol membakar kota dan membunuh
penduduk Moskwa termasuk anggota kerajaan yang berkuasa saat itu. Selesai perang sebagian besar wilayah Rusia dikuasai kerajaan Mongol.
Moskwa dibangun kembali dan menjadi ibukota kerajaan baru pada tahun 1327. Dengan berlokasi di hulu sungai Volga, kota Moskow terus mengalami pertumbuhan dan perluasan hingga berkembang menjadi kota yang makmur dan stabil dengan pusat kotanya adalah Kremlin.
Pada abad ke-14, Moskwa mulai memperlihatkan statusnya sebagai kota besar. Kremlin
dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari batu dan membuat luas wilayahnya bertambah dari luas
awalnya. Pada awal abad ke-15 tembok baru dengan penambahan pembangunan menara. Di
arah timur Kremlin para pedagang dan ahli bangunan menetap di sebuah tempat dinamakan
Kitay Gorod atau Kota Benteng, yang juga dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari batu.
Kitay Gorod terdiri atas bangunan-bangunan satu lantai yang terbuat dari kayu hingga terjadinya
kebakaran pada tahun 1596 yang membuat seluruh bangunan tersebut musnah. Setelah kejadian tersebut penduduk mengganti material kayu dengan batu untuk membangun kembali pemukiman mereka.
Pusat kota Kitay Gorod merupakan lapangan yang pada awal abad ke-15 dinamakan torg atau
pasar. Dan pada abad ke-16 mulai dikenal dengan nama Lapangan Merah, £ada awalnya, tempat ini berfungsi sebagai pasar dan lokasi pameran dimana para seniman dan ahli bangunan dari seluruh Rusia berkumpul untuk memamerkan hasil karyanya. Tetapi pada akhirnya tempat ini menjadi pusat kota dimana proses eksekusi, demonstrasi, parade dan perayaan-perayaan lainnya termasuk pelantikan Tsar baru digelar.
Pada pertengahan abad ke-16, Ivan the Terrible membangun Katerdral Saint Basil di ujung selatan Lapangan Merah untuk mengenang kemenangannya dalam perang melawan tentara Tatar. Sejak itu Katedral St. Basil menjadi bagian tak terpisahkan dari Kremlin dan Lapangan
Merah. Bahkan bagian tak terpisahkan dari Moskwa. Katedral St. Basil menjadi landmark Moskwa yang sangat terkenal di seluruh dunia. Dulu, Kremlin yang luasnya lebih dari dua puluh
tujuh hektar dan dikelilingi tembok batu dengan panjang dua kilometer dan tinggi Sembilan belas meter, merupakan benteng pertahanan terakhir kerajaan Rusia dalam menghadapi invasi
kerajaan-kerajaan lain. Kini., Kremlin adalah pusat pemerintahan yang mengendalikan seluruh saraf Rusia, sekaligus menjadi pusat sejarah dan pusat pariwisata Rusia.
Mengingat sejarah lahirnya Moskwa dan sejarah Kremlin khususnya, Ayyas jadi teringat sejarah kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan di Indonesia. Orang Rusia begitu perhatian pada sejarah bangsanya dan merawat peninggalan para pendahulunya dengan baik sekali.
Kremlin dan Katedral St. Basil menjadi buktinya. Beratus-ratus tahun St. Basil berdiri kukuh dan
terjaga keasliannya. Anak-anak Rusia modern bisa melihat dengan mata dan kepala mereka lambang kejayaan Rusia Kuno zaman Ivan The Terrible dengan melihat St. Basil.
Lain Rusia lain Indonesia. Jika anak Indonesia sekarang ini ingin melihat seperti apa kira-kira
bentuk istana kesultanan Demak yang legendaris itu, maka keinginan itu hanya akan menjadi
keinginan yang tidak akan tertunaikan. Jangankan melihat bentuk istananya, bahkan bekas
pondasi istana kesultanan Demak pun tidak ditemukan.
Demikian juga jika anak Indonesia ingin melihat bekas istana Majapahit, tempat di mana Patih
Gajah Mada mengucapkan sumpah palapanya. Atau ingin melihat bekas istana kerajaan Sriwijaya yang pernah menguasai sebagian besar Nusantara. Anak-anak Indonesia akan kecewa
dan tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Anak-anak Indonesia yang ingin membanggakan kehebatan kesultanan Demak yang pernah
menyerang portugis di Malaka, atau kejayaan Majapahit yang mampu mengusir pasukan Kubilai Khan, juga kemajuan Sriwijaya yang disegani dunia, tak bisa melihat bekas peninggalannya yang nampak kasat mata. Anak-anak Indonesia hanya mendapatkan ceritanya dari buku sejarah atau dari mulut orang-orang tua yang terkadang simpang siur dan bercampur dengan dongeng, legenda, dan foklor.
Ayyas berjalan ke selatan mendekati Katedral St. Basil yang memiliki kubah sangat khas. Ayyas
berjalan dengan mulut berkomat-kamit melantunkan zikir. Tak jauh di depannya serombongan anak muda bermata sipit sedang foto bersama.
Tembok Kremlin, Lapangan Merah dan Katedral Saint Basil mereka jadikan latar belakang. Ayyas terus melangkah, sekonyong-konyong ia mendengar suara seseorang memanggilnya dari
arah belakang. Ia menoleh. Ternyata Devid yang sedang menggandeng istrinya, Yelena.
"Apa kabar pengantin baru?" Sapa Ayyas.
"Baik. Alhamdulillah. Jangan sebut kami pengantin baru terus dong. Usia pernikahan kami sudah hampir dua bulan lho, Yas." Jawab Devid.
"Itu masih layak disebut pengantin baru. Bagaimana, sudah ada tanda-tanda mau punya
momongan?"
"Alhamdulillah. Dua hari lalu kami ke dokter. Hasilnya Yelena sudah positif hamil."
Ucap Devid dengan mata berbinar bahagia. Penampilan Devid kini nampak lebih rapi dan
terjaga. Tutur katanya lebih halus. Sorot matanya nampak lebih teduh. Dan dalam setiap kalimatnya tanpa sadar ia banyak menyebut asma Allah.
"Iya, alhamdulillah. Mohon kami didoakan, agar rumah tangga kami sakinah. Dan kami diberi keturunan yang saleh dan salehah." Tambah Yelena yang nampak anggun dengan pakaian rapat menutup badan dan kerudung yang melilit menutupi kepala dan lehernya.
"Saya sangat bahagia mendengarnya. Teruslah mendekatkan diri kepada Allah, dan bertakwalah
kepada Allah kapan saja dan di mana saja, maka Allah akan selalu menyertai kalian." Jawab
Ayyas.
"Insya Allah." Tukas Yelena dan Devid hampir bersamaan.
"Eh, kau jadi pulang dua hari lagi, Yas?" Tanya Devid.
"Ya, insya Allah. Makanya hari ini aku sempatkan untuk melihat Kremlin. Aku ingin tahu
pemandangan Kremlin di musim semi. Aku juga ingin lihat beberapa tempat penting di Moskwa,
seperti Gorky Park, Balshoi Teater, Galeri Tretyakov, dan Stasiun Metro Komsomolskaya yang dibangun sangat megah oleh Stalin."
"Kalau masih ada waktu tak ada salahnya kau ke Museum Perjuangan Kutuzoyski, sekalian
berkunjung ke masjid yang ada di situ." Sahut Yelena memberi saran.
"Insya Allah"
"Kau pulang ke India atau ke Indonesia, Yas?" Tanya Devid.
"Awalnya mau ke India. Tetapi tiba-tiba saya rindu sekali sama Indonesia. Akhirnya saya putuskan untuk terbang ke Indonesia. Saya sudah minta izin pada Profesor Najmuddin di Aligarh
untuk cuti beberapa waktu."
"Kalau diperbolehkan, kami ingin mengantarmu ke bandara." Ujar Yelena.
"Tentu saja boleh. Justru saya sangat berbahagia sekali jika kalian mau mengantar ke bandara."
"Kalau begitu, kami akan mengantarmu ke bandara, insya Allah."
"Kalian masih tinggal di Smolenskaya?"
"Iya." Jawab Yelena.
"Apa kabar Bibi Margareta?"
"Sehat. Dia seperti ibu kami. Dan kami seperti anaknya. Kami sedang menyiapkan baju baru untuknya. Tanggal 17 April nanti dia akan merayakan Hari Paskah Ortodoks yang selalu
dinanti-nantikannya." Sambung Yelena.
"Kelihatannya aku tidak akan bertemu dengannya. Tolong sampaikan salamku padanya, dan mintakan maaf padanya jika selama bergaul dengannya ada kesalahan baik yang disengaja atau pun tidak.”
"Insya Allah" Jawab Yelena.
"O ya, apa kabar Linor. Apakah dia sudah kembali?"
"Sampai sekarang tak ada kabar apa pun dari Linor. Nomor ponselnya sama sekali tidak bisa
dihubungi, la seperti hilang tertelan bumi begitu saja." Jawab Yelena.
"Semoga dia baik saja. Sampaikan salam dan permohonan maafku jika ada khilaf."
"Hanya itu pesannya?" Tanya Yelena.
"Ya. Itu saja. Oh ya, jika nanti bertemu dengannya ajaklah dia mengikuti jejakmu meniti jalan kebenaran yang diridhai oleh Allah." Jawab Ayyas tenang.
Mereka bertiga kemudian berjalan pelan menikmati pemandangan Lapangan Merah. Setelah dirasa cukup, mereka berpisah. Ayyas melangkah menuju Gorky Park yang legendaris itu. Sementara Devid dan Yelena berjalan ke stasiun metro bawah tanah. Mereka berdua berencana
hendak ke pasar Vietnam di Savelovsky.
Matahari pagi bersinar terang. Sinarnya yang kuning keemasan menyepuh Lapangan Merah,
tembok merah Kremlin, Pucuk-pucuk Menara, Kubah-kubah gereja, gedung-gedung, rerumputan, bunga-bungaan, tanaman dan aspal di jalan-jalan.
Pagi itu udara terasa hangat, tidak lagi dingin menusuk tulang.
***
Di waktu yang sama, seorang perempuan muda berambut pirang kemerahan, beralis tebal dan berkaca mata hitam nampak keluar dari bagian imigrasi terminal-2 Seremetyevo. Perempuan muda itu agak ragu melangkah, tetapi ia segera menguasai dirinya dengan baik dan melangkah
dengan pasti untuk mencari taksi dan meluncur ke tengah kota.
Awalnya perempuan muda itu membawa taksi yang ditumpanginya meluncur ke kawasan
Smolenskaya, utamanya menuju Panfilovsky Pereulok. Akan tetapi sampai di Novy Arbat, perempuan itu meminta kepada sopir taksi untuk mengubah haluan menuju kawasan Proletarskaya.
Perempuan muda itu turun di dekat stasiun metro Taganskaya. Ia lalu turun ke bawah tanah dan naik metro menuju Proletarskaya. Ia turun di stasiun Proletarskaya dan berjalan kaki ke selatan kira-kira lima belas menit, sampailah ia di sebuah gedung tua berlantai lima. Ia melihat ke kiri dan ke kanan, setelah memastikan dirinya aman tidak diikutu siapa pun, ia naik ke lantai tiga dan membuka apartemennya.
Perempuan muda itu adalah Linor. Ia kembali ke Moskwa, setelah menghilang sekian bulan dan
mempelajari Islam di Berlin di bawah bimbingan keluarga Muslim Turki-Syiria, yang sudah lama menetap di Berlin atas saran Madame Ekaterina.
Di tengah-tengah keluarga itu ia diperlakukan seumpama putri raja, sangat dihormati dan dimuliakan. Keluarga itu terdiri atas ayah ibu dan tiga orang anak. Kepala keluarganya bernama
Tuan Yunus Bugha, asli Turki Kurdistan. Ibu rumah tangganya bernama Madame Yasmina
blasteran Syiria-Jerman. Tiga anaknya semuanya perempuan. Yang paling besar sedang S2 di bidang ilmu pendidikan bernama Rihem. Yang kedua bernama Rahma, dan yang ketiga bernama
Rabia.
Kepada mereka semua, Linor menceritakan dirinya apa adanya dan sejujur-jujurnya. Tidak ada
yang ia tutup-tutupi. Awalnya mereka agak jijik saat ia menjelaskan aktivitas kejahatannya sebagai agen Mosad. Tetapi setelah ia sampai pada cerita bahwa dirinya sebenarnya adalah seorang Palestina yang tidak tahu identitasnya, dan menceritakan semua yang ia dapatkan dari Madame Ekaterina yang selama ini merawatnya, terbitlah rasa simpati di hati mereka.
Madame Yasmina sampai berkomentar, "Aku memang dulu ikut jadi sukarelawan. Aku ikut
hanya sebagai perawat bukan sebagai dokter. Aku kenal Dokter Salma Abdul Aziz dan Dokter
Ekaterina meskipun tidak akrab. Sebelum pembantaian Sabra dan Shatila aku ditarik oleh lembaga yang mengirimku. Aku tidak tahu kalau kejadiannya seperti itu. Aku tidak tahu kalau Dokter Salma Abdul Aziz yang berhati malaikat itu juga terbantai dan anaknya diselamatkan oleh temannya yang adalah seorang relawan bernama Dokter Ekaterina. Aku sama sekali tidak tahu itu semua. Karena kau tidak punya siapa-siapa, anggap saja kami ini keluargamu. Sesama Muslim adalah bersaudara."
Sejak itu ia dimuliakan. Ia dianggap bagian dari keluarga itu. Ketiga anak keluarga itu
menganggapnya sebagai kakak tertua yang lama hilang. Mereka tidak memaksanya untuk masuk
Islam. Mereka menjawab segala hal yang musykil di kepalanya, dan menjawab semua pertanyaannya tentang Islam. Yang paling dekat dan paling sering menjawab pertanyaan-pertanyaannya adalah Rahma.
Rahma masih kuliah di Fakultas Psikologi pada salah satu universitas bergengsi di Berlin. Rahma pernah menghabiskan masa remajanya selama tiga tahun di Damaskus, tinggal bersama
salah satu kerabat ibunya. Di Damaskus itulah Rahma menghafalkan Al-Quran, dan bisa hafal
sempurna tiga puluh juz. Bahasa Arabnya sangat fasih. Selain Arab, Rahma juga menguasai bahasa Inggris, Turki, dan Jerman tentu saja.
Rahma bisa menjawab hampir semua keraguan Linor tentang Islam. Jiwa Rahma yang sangat halus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh Linor. Rahma begitu berempati kepada Linor. Dengan kesejukan iman di dada, Rahma mampu meredam kegelisahan dan kegundahan yang dirasakan Linor. Rahma juga yang membantu Linor mendapatkan semua buku yang ditulis oleh Maryam Jameela. Tidak hanya itu, Rahma juga mempertemukan seorang Muslimah di Berlin yang dulunya adalah Yahudi. Akhirnya pelan-pelan cahaya hidayah menyusup ke relung hati Linor.
Suatu ketika, dalam acara makan malam, Linor menyampaikan niatnya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat yang disambut linangan airmata bahagia keluarga itu. Selesai makan malam, Tuan Yunus bermaksud menghubungi imam masjid Berlin, agar prosesi pengucapan dua kalimat syahadat Linor diadakan secara resmi di masjid dan disaksikan oleh banyak kaum Muslimin. Akan tetapi Linor mencegahnya. Ia tidak mau dirinya diketahui banyak orang. Ia tidak mau Mosad mencium keberadaannya di Berlin. Tuan Yunus faham. Akhirnya Linor mengucapkan dua kalimat syahadat dengan dibimbing oleh Rahma atas permintaannya, seketika itu juga, selesai makan malam dan disaksikan oleh anggota keluarga itu.
Sejak itu Linor telah menjadi Muslimah. Dan namanya secara resmi ia ganti menjadi Sofia
Ezzuddin. Sebab Ezzuddin adalah nama ayahnya yang sebenarnya, yaitu suami dari Salma Abdul
Aziz, ibunya. Hanya saja di paspornya namanya masih Sofia Corsova. Nama yang diberikan oleh
ibu asuhnya yang tetap ia anggap sebagai ibu kandungnya, yaitu Madame Ekaterina. Paspor itu yang ia sisakan dari sekian paspor yang ia punya. Paspor yang lain telah ia bakar.
Sejak itu keluarga Turki-Syiria itu memanggilnya dengan Sofia. Juga para kenalannya yang baru di Berlin mengenalnya sebagai Sofia Ezzuddin dari Palestina. Dengan memakai gamis dan jilbab serta kaca mata hitam, ia sama sekali berbeda dengan Linor sebelumnya.
Sofia Ezzuddin alias Linor terus belajar banyak tentang Islam kepada Rahma. Sampai akhirnya ia tahu persis kisah Nabi Yusuf di dalam Al-Quran. Yang membuatnya bergetar adalah keteguhan iman Nabi Yusuf ketika menghadapi rayuan Zulaikha. Seketika itu ia teringat akan apa yang ia lakukan kepada Ayyas.
Ia bahkan melakukan hal yang sangat terencana matang, yang lebih jahat dari Zulaikha. Akan
tetapi Ayyas tetap bisa teguh seperti Nabi Yusuf. Ia langsung teringat mimpinya ketika bertemu
dengan ibunya saat tertidur di dalam kereta dalam perjalanan ke Berlin. Ibunya berpesan agar
mencari suami yang seteguh iman Nabi Yusuf. Ia jadi bertanya-tanya, apakah itu isyarat agar ia
memilih Ayyas? Yang jadi pertanyaannya apakah Ayyas akan mau?
Sofia merasa tidak akan mendapatkan kepastian kalau tidak menemui Ayyas. Maka ia putuskan
untuk kembali ke Moskwa demi menemui Ayyas. Ia berharap Ayyas dapat menerimanya. Ia tahu, Ayyas telah menyaksikan kebejatan moralnya saat masih jahiliyyah, tetapi ia berharap
Ayyas bisa bersikap dewasa dan bijaksana. Bahwa kebejatan dan kejahatannya itu ia lakukan
saat dirinya masih benar-benar jahiliyyah. Dan kini ia telah menjadi Muslimah.
Bukankah keislaman seseorang mampu menghapus segala dosa yang dilakukan orang itu sebelum masuk Islami Sofia Ezzuddin alias Ljnor nekat kembali ke Moskwa. Jiwa intelijennya muncul. Jika ia memakai gamis dan jilbab rapat, ia khawatir akan menarik perhatian pihak keamanan Rusia yang bisa juga memancing kecurigaan agen Mosad yang berseliweran di bandara. Maka ia terpaksa menyamar menjadi perempuan modis, dan wajahnya ia samakan persis dengan foto Sofia Corsova yang ada di dalam paspor.
Penyamarannya sempurna dan ia berhasil. Linor membuka pintu apartemen itu. Hidungnya langsung mencium bau pengap. Apartemen itu nampak kotor. Lebih dari enam bulan apartemen itu tidak dijamah manusia.
Apartemen itu adalah salah satu properti milik Madame Ekaterina yang sangat dirahasiakan,
agar tidak diketahui oleh agen Mosad. Diatas namakan perempuan tua berkebangsaan Inggris
yang sekarang sudah mati. Sampai sekarang namanya masih perempuan Inggris itu. Ada orang
kepercayaan Madame Ekaterina yang ditugasi menjaga dan mengurus apartemen tua itu. Hanya saja orang itu, sudah setengah tahun ini stroke tidak bisa berbuat apa-apa. Jadinya apartemen itu tidak terurus.
Linor meletakkan tas tentengnya yang berisi beberapa helai pakaian di atas sofa. Ia lalu membuka jendela. Menyalakan lampu dan membersihkan apartemen itu pelan-pelan. Pekerjaan itu membuatnya cukup berkeringat. Sinar mentari yang hangat menerobos masuk. Setelah ia rasa
cukup bersih. Ia meletakkan tasnya ke kamar dan ia perlu istirahat sejenak.
Ia merasa tidak boleh berlama-lama di Moskwa. Paling lama satu bulan. Lebih dari itu sangat berisiko baginya. Ia pun harus sangat hati-hati. Ia tidak boleh menimbulkan kecurigaan siapa pun. Termasuk tetangga apartemennya yang ada dalam satu gedung.
Selanjutnya harus memikirkan cara terbaik untuk menemui Ayyas. Ia tidak tahu apakah Ayyas
masih tinggal di Smolenskaya bersama Yelena, atau $udah pindah. Sebab setahu dia Ayyas tinggal di sana karena disewakan oleh temannya, dan hanya beberapa bulan saja. Ia juga tidak tahu apakah Yelena masih tinggal di sana setelah geng Olga Nikolayenko dan suaminya musnah.
Ia tidak mungkin nekat langsung ke apartemen yang dulu ditinggalinya di Smolenskaya. Ia tidak
tahu apakah agen Mosad di Moskwa percaya dirinya telah mati di Kiev, ataukah tidak percaya
dan kini sedang memburunya? Jika ia nekat ke Smolenskaya jangan-jangan mereka juga
menyiapkan jebakan di sana.
Linor memutar otaknya. Apakah ia akan mencoba menghubungi Yelena lewat nomor baru?
Jangan-jangan nomor Yelena disadap. Ia tidak mau memancing kecurigaan, meskipun ia bisa
mempermainkan timbre suaranya, sehingga tidak akan ketahuan siapa sesungguhnya yang menelpon Yelena. Akan tetapi jika nomor Yelena disadap dan gerak-gerik Yelena diawasi dua puluh empat jam, maka datangnya telpon darinya akan membuat para agen itu bagai terbangun dari pingsannya. Itu sangat berbahaya.
Maka yang terbaik baginya adalah tidak berhubungan dan tidak menghubungi Yelena sama sekali. Juga tidak perlu menemui Yelena. Jika ia menemui Yelena, ia bisa membocorkan identitas dirinya. Para agen itu jika tidak yakin ia telah mati, maka akan menemukan satu bukti nyata bahwa dirinya tidak mati di Kiev. Dan ia akan jadi buruan Mosad seumur hidupnya.
Linor terus berpikir. Akhirnya ia tersenyum. Ia akan mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Moskwa. Ia akan ke sana dengan memakai pakaian Muslimah, dan ia akan
menyamarkan identitas dirinya. Ia akan mengaku sebagai salah satu mahasiswa MGU kenalan
Ayyas. Dan ia berharap dari KBRI ia akan mendapatkan informasi yang cukup tentang Ayyas.
Linor melihat jam tangannya. Sudah pukul setengah sebelas. Masih ada. cukup waktu baginya
untuk bergerak. Ia tidak mau menyianyiakan kesempatan yang ada. Linor mencuci mukanya lalu berganti pakaian. Setelah ganti pakaian ia melihat ke cermin. Tiba-tiba ia ingat bahwa ia tidak boleh memancing kecurigaan, bahkan para tetangga apartemennya sendiri. Jika tadi ia masuk sebagai gadis Rusia, dan kini keluar sebagai gadis Arab, apakah mereka tidak curiga?
Linor melucuti pakaiannya kembali. Busana Muslimah itu ia lipat dengan rapi dan ia
masukkan ke dalam tas ranselnya. Linor memilih melakukan penyamaran sebagai gadis Rusia seperti saat ia masuk. Gadis yang sangat berbeda dengan penampilan Linor sebelumnya. Dari
ujung rambut sampai ujung kaki sangat berbeda. Setelah merasa yakin dengan penampilannya, Linor melangkah keluar. Tujuannya adalah Kedutaan Indonesia di Moskwa yang terletak di Novokuznetkaya Ulitsa.
Linor sampai di Kedutaan Indonesia tepat sepuluh menit sebelum para staf istirahat untuk
shalat dan makan siang. Linor diterima oleh petugas bagian konsuler. Kepada petugas itu Linor
mengaku sebagai mahasiswi MGU yang ingin berkonsultasi dengan Ayyas tentang beberapa
masalah penting kepada Ayyas. Linor mengaku tertarik berkonsultasi kepada Ayyas setelah
mendengar apa yang disampaikan Ayyas dalam sebuah seminar tentang ketuhanan di Fakultas
Kedokteran.
Sejak acara live dalam "Rusia Berbicara" nama Ayyas memang dikenal oleh semua orang di KBRI. Ayyas menjadi bagian yang dicintai KBRI. Dengan ramah petugas bagian konsuler menjelaskan, Ayyas bisa dicari di apartemennya yang ada di kawasan Baumanskaya. Linor minta
detil alamat Ayyas. Dan petugas itu menuliskannya dengan detil. Bahkan memberikan
nomor kontak Ayyas yang tersimpan di ponselnya kepada Linor. Terakhir petugas itu menanyakan siapa namanya. Linor menjawab,
"Corsova."
Linor meninggalkan KBRI dengan hati berbunga-bunga penuh harapan. Ia mendapatkan informasi yang sangat lengkap untuk segera menemukan Ayyas. Linor berjalan menyusuri Novokuznetkaya Ulitsa sampai perempatan Visnyakovski Pereulok. Di sudut gedung di pojok
perempatan jalan itu ada gastronom. Mata Linor sangat awas dan tajam. Di depan gastronom
itu ada seorang lelaki Rusia berdiri. Dari jarak sangat jauh Linor bisa menangkap sekilas wajah dan gestur tubuh lelaki itu. Dada Linor terkesiap. Lelaki itu adalah salah satu agen Mosad.
Berarti semua yang berhubungan dengan dirinya saat masih tinggal di Smolenskaya diamati. Kelihatannya Mosad belum benar-benar percaya bahwa Linor telah mati di Kiev.
Linor berusaha menguasai dirinya sebaikbaiknya. Ia harus yakin dengan penyamarannya.
Ia harus tidak menimbulkan kecurigaan agen itu. Dengan tenang tanpa gentar sedikit pun Linor
melintas tak jauh dari tempat lelaki itu berdiri. Linor terus berjalan, ketika ada taksi datang ke
arahnya dengan tanpa ragu ia menghentikan taksi itu, dan naik taksi itu lalu meluncur meninggalkan Visnyakovski Pereulok.
Linor mengarahkan taksi itu ke kawasan Lubyana. Sama sekali Linor tidak menengok ke
belakang bebarapa saat lamanya. Setelah berjalan lima belas menit, ia menengok ke belakang. Ia
yakin tidak ada yang mengikutinya. Setelah sampai di Lubyana, Linor meminta kepada sopir taksi untuk terus ke utara menuju Sukharevskaya. Di dekat stasiun metro Sukharevskaya Linor turun. Linor lalu naik metro, mencari jalur dari Sukharevskaya ke Baumanskaya.
Keluar dari stasiun metro Baumanskaya Linor kembali menajamkan pandangannya ke sekeliling,
ada yang mengikuti atau mengawasinya apa tidak. Setelah yakin tidak ada yang mengawasinya Linor berjalan mencari alamat yang ditulis petugas Kedutaan Republik Indonesia. Tidak perlu lama bagi Linor untuk menemukan Aptekarsky Pereulok.
Kini Linor ada di depan gedung tua. Ia melihat jam tangannya, tak terasa sudah pukul empat
sore. Perjalanannya dengan taksi memang cukup lama ditambah macet di beberapa titik di pusat
kota Moskwa. Juga perjalannya dengan metro yang sengaja ia buat berpindah banyak jalur, lebih
dari semestinya.
Ia belum shalat Zuhur. Untung tadi ia sudah meniatkan jamak takhir seperti yang diajarkan
oleh Rahma untuk orang yang sedang bepergian. Ia merasa masih bepergian. Ia berharap bisa shalat di tempat Ayyas.
Sekali lagi Linor melihat alamat yang ditulis. Ia yakin gedung tua di hadapannya itulah tempat
di mana Ayyas kini tinggal. Tiba-tiba jantung Linor berdegup kencang. Entah kenapa ia tibatiba
disergap rasa gugup luar biasa. Kakinya seperti terpaku susah untuk digerakkan. Ia menguatkan
dirinya. Ia harus menemui Ayyas. Ia ingin mendapatkan kepastian daripada menyesal dengan praduga dan ketidakpastian.
Dengan membaca basmalah, Linor melangkah memasuki gedung dan menaiki tangganya satu
per satu. Ketika kakinya menaiki tangga lantai dua, Linor mendengar suara langkah kaki lelaki
mengikuti di bawahnya. Linor menghentikan langkahnya, langkah orang'yang mengikutinya juga berhenti. Ada rasa khawatir yang sangat halus yang menyusup begitu saja ke dalam hatinya. Linor melihat ke bawah, lelaki itu tidak nampak kecuali ujung sepatu kulitnya. Keringat dingin Linor tiba-tiba keluar begitu saja.
Dengan suara lirih, Linor menyebut nama Allah dan memohon pertolongan-Nya agar menyelamatkan hidupnya. Ia berjanji dalam hati, jika diberi umur panjang, ia akan mewakafkan dirinya untuk berjuang di jalan Allah.

***


Matahari sore bersinar kuning keemasan. Langit biru cerah. Angin berhembus sejuk. Tidak panas, juga tidak dingin. Bunga-bunga bermekaran di pinggir-pinggir jalan dan di taman-taman.
Ayyas melangkah dengan dada lapang. Besok lusa ia akan pulang, tidak ke India tempat
dimana ia belajar, tetapi langsung ke Tanah Air tempat dimana ia akan berjuang. Keberadaannya
sekian bulan di Moskwa cukup menambah pengalaman yang bisa ia bagi-bagikan kepada orang-orang di kampung. Apa yang ia lihat dan ia alami, juga hikmah yang ia dapat selama di Moskwa bisa digunakan sebagai bahan untuk memotivasi anak-anak muda yang haus hikmah dan pelajaran.
Ayyas menyusuri Aptekarsky Pereulok. Beberapa puluh meter lagi ia akan sampai di depan dom-nya. Cukup melelahkan juga ia berjalan keliling kota Moskwa dari pagi sampai menjelang sore. Ia sudah melihat keindahan hamparan bunga tulip di taman Aleksandrovskiy Sad. Ia sudah melihat Kremlin dan Lapangan Merah di musim semi. Ia juga sudah melihat bunga-bunga yang bermekaran di Gorki Park. Ia sudah sampai di depan Balshoi Teater dan melihat-lihat papan
pengumuman di sana, meskipun ia tidak masuk ke dalamnya. Dan ia sudah melihat detil keindahan stasiun Metro Komsomolskaya. Stasiun itu memang menakjubkan. Seumpama istana raja di bawah tanah. Stalin membangunnya untuk pamer kemegahan kepada siapa pun di zamannya dan di zaman setelannya.
Konon, stasiun itu memang sengaja dibangun untuk memberikan kesan kekuatan dan keabadian
kekaisaran gaya Stalin. Sayangnya, Ayyas tidak kuat untuk mencapai Galeri Tretyakov. Ia sudah
sangat letih. Jika masih ada waktu, besok setelah belanja tambahan oleh-oleh bersama Pak Joko, ia akan menyempatkan masuk Galeri Tretyakov yang terkenal itu.
Ayyas melihat ke depan. Sekilas ia melihat seorang gadis dengan pakaian rapi menghilang masuk ke dalam dom tua, tempat di mana apartemennya berada. Sekilas dari jauh kelebatan dan
warna pakaian gadis itu seperti Sarah, adik Shamil. Ia sediku. bahagia, ada kemungkinan
yang berkelebat masuk itu adalah Sarah. Setelah khataman Al-Quran bersama Shamil, ia menyampaikan kepada kedua muridnya itu, ia akan meninggalkan Moskwa dan pulang ke Indonesia.
Shamil nampak begitu sedih mendengar berita itu. Ia sampai meneteskan airmata. Shamil kelihatannya masih ingin belajar banyak dari Ayyas.
Sementara Sarah meskipun juga nampak sedih, tetapi tidaklah sesedih kakaknya. Sarah berjanji
akan membuatkan kenang-kenangan untuk Ayyas sebelum pulang. Sarah berjanji akan membuatkan syal dari benang wol yang akan ia rajut sendiri dengan kedua tangannya. Ayyas sangat bahagia mendengarnya.
Apakah itu Sarah yang mengantarkan syal buatannya? Ayyas tidak bisa memastikan, tetapi entah kenapa ia yakin begitu saja bahwa yang masuk adalah Sarah. Ayyas mengejar dengan
mempercepat langkahnya. Ia bahkan seperti setengah berlari.
Ayyas masuk dom tak lama setelah gadis itu masuk. Ketika sampai di tangga Ayyas mendengar suara sepatu perempuan sedang naik.
Kembali ia beranggapan itu adalah Sarah. Ia tirukan suara langkah itu. Dan jika berhenti ia
ikut berhenti. Beberapa saat kemudian ia merasa ditunggu, sebab lama sekali suara itu terdiam,
padahal ia yakin belum sampai lantai tiga di mana ia tinggal. Ayyas yakin, Sarah sedang
menunggu siapa orang yang mengikutinya.
Akhirnya Ayyas tidak tahan untuk diam terus. Ia melangkah naik. Dengan tenang kakinya
menapaki tangga menuju lantai tiga. Ayyas melihat agak ke atas ke orang yang tengah menunggu dirinya yang ia kira Sarah. Ia kaget. Seorang perempuan muda nampak diam menunggunya. Begitu kedua matanya menangkap sosok yang berdiri tak jauh darinya ia langsung tahu, bahwa itu bukan Sarah. Hanya warna pakaiannya saja yang seperti warna pakaian Sarah. Tubuh Sarah tidak setinggi tubuh perempuan yang berdiri di hadapannya.
Ayyas jadi salah tingkah. Ia merasa telah mempermainkan orang lain. Ia sangat menyesal kenapa ia bertingkah seperti anak kecil dengan menirukan langkah orang yang menaiki tangga yang ada di depannya. Ternyata yang ia tirukan suara langkahnya bukan Sarah, yang biasa menirukan langkahnya kalau ia berkunjung ke rumahnya, dan kebetulan Sarah ada di belakangnya.
Yang ada di depannya ternyata bukan Sarah, tetapi perempuan dewasa yang ia belum pernah
melihat wajahnya sebelumnya. Ayyas tidak berani menatap perempuan itu karena malu. Perempuan itu pasti marah padanya. Ayyas bersiap untuk menerima cacian dari perempuan itu dan bersiap untuk meminta maaf kepadanya dengan penuh kerendahan hati.
"Ayyas?" Sapa perempuan itu dengan suara lembut dan bibir bergetar.
Ayyas kaget mendengarnya. Perempuan yang tidak dikenalnya itu mengenal dirinya dan
memanggil namanya. Otaknya langsung berputar, mungkin dia salah satu peserta seminar di Fakultas Kedokteran MGU, atau dia salah satu pemirsa acara talk show "Rusia Berbicara" sehingga ia mengenalnya. Tiba-tiba ada rasa bangga menyusup di dalam hatinya. Ternyata dirinya terkenal juga di Moskwa. Menyadari ada rasa takjub pada diri sendiri yang hadir, Ayyas
langsung beristighfar memohon ampun kepada Allah.
Takjub pada diri sendiri menurut para ulama adalah sifat tercela, termasuk penyakit hati yang
harus diberantas. Sebab takjub pada diri sendiri ibaratnya adalah saudara kandung takabbur. Dan
itu adalah sifat yang hanya Allah yang boleh memilikinya, makhhLk-Nya tidak boleh. Makhluk yang takabbur sangat dimurkai Allah. Ayyas kembali beristighfar.
"Anda Ayyas, benar?" Tanya perempuan itu lagi.
"Ya benar. Saya Ayyas. Bagaimana Anda kenal saya?" Jawab Ayyas dan balik bertanya.
"Kau sudah lupa padaku ya? Aku ini Linor."
"Linor?"
"Iya, Linor yang pernah satu apartemen denganmu."
"Ingatan saya masih sehat. Maaf, Linor yang pernah saya kenal tidak seperti Anda."
"Demi Allah, Ayyas, aku ini Linor."
"Dan Linor yang aku kenal tidak mengenal sumpah demi Allah."
"Sekarang Linor itu sudah mengenal Allah, Ayyas. Dia sudah berubah. Ayo izinkan aku masuk
ke apartemenmu aku akan jelaskan semuanya."
"Jelaskanlah di sini saja. Tidak ada masalah. Aku takut kalau kau masuk ke apartemen berdua
denganku nanti bisa terjadi fitnah."
"Tolonglah Ayyas, ini penting sekali. Dan aku sekalian mau numpang shalat."
"Shalat?"
"Ya."
"Linor mau shalat?"
"Ya."
"Allahu akbari. Ini sebuah keajaiban. Tetapi aku belum bisa percaya kalau Anda Linor."
"Berilah kesempatan padaku untuk shalat dan menunjukkan siapa aku sebenarnya."
"Baiklah. Mari."
Ayyas melangkah menuju pintu apartemennya dan membukanya. Ia lalu mempersilakan Linor
masuk. Ayyas mempersilakan tamunya untuk mengambil air wudhu dan shalat di ruang tamu.
Ia sendiri setelah wudhu masuk kamarnya dan menutupnya rapat-rapat pintu kamarnya. Ayyas
shalat di dalam kamarnya.
Di kamar mandi Linor melepas wignya. Ia membersihkan mukanya dengan pembersih yang
ia bawa. Alis yang ia tebalkan ia bersihkan dan ia biarkan seperti aslinya. Beberapa tahi lalat yang ia buat juga sudah hilang. Kini yang nampak adalah Linor yang sesungguhnya. Ia kemudian memakai busana Muslimah yang ada di tas ranselnya. Setelah itu ia keluar ke ruang tamu dan shalat Zuhur yang digandeng dengan shalat Ashar, masingmasing dua rakaat.
Selesai shalat, Linor menunggu Ayyas dengan sabar, dengan duduk di sofa ruang tamu. Ia duduk
dengan menundukkan kepala. Penampilannya sangat berbeda dengan Linor saat tinggal di Smolenskaya dan dengan Linor yang menyamar menjadi gadis Rusia tadi.
Sepuluh menit kemudian, Ayyas keluar. Pemuda Indonesia itu tersentak melihat ada sosok
berjilbab duduk di sofa ruang tamunya dengan muka tertunduk. Sosok itu sama sekali bukan sosok yang tadi memaksanya masuk untuk numpang shalat.
"Anda siapa?"
"Tadi sudah aku katakan, aku ini Linor."
"Anda perempuan yang tadi?"
"Ya." Jawab perempuan itu sambil mengangkat kepalanya.
Perlahan nampaklah wajahnya. Dan Ayyas tersentak kaget. Hatinya langsung berdesir melihat wajah perempuan yang ada di hadapannya. Itu adalah benar Linor. Nampak begitu anggun dan bersih dalam balutan jilbab putih dan gamis biru muda.
"Subhanallah. Anda benar-benar Linor."
"Ya aku Linor."
"Dan Anda kini berjilbab dan shalat?"
"Ya, karena aku sudah menjadi Muslimah sekarang."
"Alhamdulillah. Maha Besar Allah. Kenapa Anda ada di gedung tua ini? Apakah Anda tersesat dan kita bertemu dengan tidak sengaja?"
"Moskwa ini sudah menjadi sumsum bagiku. Aku sama sekali tidak tersesat. Aku memang menyengaja datang ke dom tua ini."
"Apa atau siapa yang Anda cari."
"Kamu. Ayyas. Yang aku cari."
"Aku."
"Ya."
"Kenapa kau mencariku? Dan ke mana saja kau selama ini? Yelena sampai putus asa mencari
keberadaan mu."
"Baiklah aku akan bercerita panjang lebar. Termasuk bercerita bagaimana aku masuk Islam.
Tetapi aku minta kau tidak menceritakannya kepada siapa-siapa kecuali kepada dirimu saja. Apa kau bersedia berjanji?"
"Baik. Aku janji."
Linor lalu menceritakan semuanya. Siapa dirinya sebenarnya. Termasuk siapa yang merancang
pengeboman Metropole Hotel. Reaksi Ayyas sama seperti keluarga Tuan Yunus Bugha;
awalnya Ayyas merasa jijik mendengar cerita kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan Linor
tanpa perikemanusiaan. Tetapi ketika sampai bagian jati dirinya yang sebenarnya seperti yang
diceritakan Madame Ekaterina, Ayyas mulai simpati. Lalu perjuangannya mengkaji Islam untuk
mencari petunjuk hidup membuat Ayyas terkesima dan berempati.
Pada saat Linor mencer itakan bagaimana ia mengucapkan dua kalimat syahadat, Ayyas meneteskan airmata. Bahkan agen Zionis, jika Allah menghendakinya mendapatkan hidayah, maka terjadilah proses itu begitu saja. Proses yang tidak bisa dibuat-buat. Proses menemukan
hidayah, yang menjadi dambaan banyak umat manusia.
Terakhir Linor menceritakan mimpinya bertemu ibu kandungnya yang sudah mati syahid ketika berangkat ke Berlin. Juga pesan ibunya untuk mencari pendamping hidup yang teguh menjaga kesucian seperti Nabi Yusuf. Dan dengan berterus terang, dan dengan mata berkaca-kaca Linor berkata,
"Aku sudah mendapatkan cerita Nabi Yusuf dengan sangat detil. Aku merasa tidak perlu bingung mencarinya, sebab aku telah menemukannya. Dan saat diriku dulu masih jahiliyyah aku sudah pernah mengujinya. Dan ia sungguh lelaki yang sangat menjaga kesucian. Ia sama sekali tidak tergoda. Rasa takutnya kepada Allah mengalahkan nafsunya yang membara. Dan lelaki itu adalah kau, Ayyas. Maka jauh-jauh dari Berlin dengan risiko yang sangat besar karena mungkin aku kini sedang jadi target para agen itu, aku datang ke Moskwa ini, memang tujuan utamaku adalah menemuinya. Pertama untuk meminta maaf kepadamu dan kedua untuk memintamu memenuhi keinginan ibuku. Yaitu agar aku menikah dengan lelaki yang menjaga kesuciannya.
Aku tahu bahwa diriku sangat kotor. Kau bahkan pernah memergoki diriku melakukan perbuatan
yang keji itu. Jujur, sesungguhnya aku tidak merasa pantas menjadi pendampingmu. Tetapi aku tidak tahu harus berbuat bagaimana untuk memenuhi pesan ibuku. Aku memang sudah bobrok, karenanya dengan berislam aku berharap aku bisa membuka lembaran hidup baru. Hidup yang berlandas pada iman dan takwa. Hidup di bumi cinta yang meninggikan panji-panji kalimat tauhid: Laa ilaaha Mallah! Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, akan mewakafkan diri ini untuk berjuang di jalan Allah, sebagai tebusan dosa-dosa yang aku lakukan sebelum ini."
Ayyas mengambil nafas panjang, Tak terasa airmatanya meleleh mendengar perjalanan hidup
Linor yang penuh liku dan ujian. Jauh lebih berat dari ujian yang selama ini ia rasakan. Dan Linor dengan akal sehatnya, telah menemukan kedamaian dalam pelukan hangatnya ajaran Islam. Kini Linor memintanya menjadi suaminya.
Seketika ia teringat dengan apa yang dilakukan Linor beberapa waktu yang lalu di ruang tamu
bersama lelaki bule itu. Ia tidak bisa menerimanya. Tetapi nuraninya kemudian bicara, bahwa itu
adalah Linor saat masih jahiliiyyah. Sekarang Linor sudah berubah. Keislamannya telah menghapus semua dosa yang dilakukannya di masa lalu. Jadi Linor sekarang ini masih bersih,
sebersih bayi yang baru dilahirkan.
"Saya doakan kau istiqamah di jalan yang lurus, dan kau pegang teguh keislamanmu sampai
kau bertemu Allah. Untuk permintaanmu, sungguh kau adalah gadis dengan pesona yang tidak
bisa ditolak kaum lelaki. Tetapi berumah tangga bukanlah sebuah permainan atau hanya uji coba.
Berumah tangga harus semakin melipatgandakan amal saleh dan kebaikan. Ini tidak sederhana.
Saya perlu musyawarah dan Istikharah. Padahal besok lusa saya harus kembali ke Indonesia. Saya tidak tahu harus bagaimana?"
"Bagaimana kalau nanti malam kau Istikharah, jadi besok pagi sudah ada jawabannya?"
"Bagaimana kalau setelah Istikharah sekali belum juga ada kemantapan mengiyakan atau menolak?"
"Sebenarnya aku tidak tergesa-gesa. Aku hanya menyampaikan apa yang ada di dalam hatiku,
yang aku merasa akan terus mengganjal jika kau benar-benar telah pergi meninggalkan Moskwa,
tanpa tahu apa yang terjadi pada diri Linor sesungguhnya.
Jika kau mau kau tetap saja pada rencanamu pulang ke Indonesia. Di Indonesia kau bisa musyawarah dengan keluarga dan handai taulan, dan kau bisa beristikharah. Hasilnya yang
berarti sangat kau yakini, sampaikanlah kepadaku. Menerima atau menolak. Jika menerima di mana akad nikah akan dilangsungkan. Aku siap jika akadnya harus di Indonesia. Aku akan terbang ke Indonesia, insya Allah."
"Saranmu itu baik. Kalau begitu biarlah aku musyawarah dan shalat Istikharah di Indonesia."
"Aku akan bersabar menunggumu. Aku berharap tidak lama setelah kau sampai di Indonesia,
kau menyampaikan kabar baikmu kepadaku. Dan aku berharap Indonesia menjadi bumi cinta, dimana aku bisa mewakafkan seluruh sisa umurku untuk berjuang meninggikan kalimat Allah."
"Amin."

Hati Ayyas meleleh mendengar kalimat Linor yang penuh harap. Ia sendiri tidak bisa langsung
mengiyakan permintaan Linor. Ia tetap harus bermusyawarah dengan banyak orang. Termasuk ia
akan menyempatkan minta pendapat Imam Hasan Sadulayev. Jika ternyata perjuangan Linor lebih diperlukan di Rusia atau Eropa, tentu lebih baik Linor menikah dengan Muslim Rusia atau
Eropa.
Namun, jika memang pada akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan dan shalat Istikharah, ternyata menikahi Linor dinilai memiliki banyak kebaikan untuk dunia dakwah, Ayyas tak bisa berbuat banyak kecuali menyerahkan segala urusan perjodohannya kepada Allah
semata.
Ayyas hanya mengharap ridha dan kebaikan di mata Allah, bukan di mata manusia. Yang jelas,
bagi Ayyas menikah tidak semata-mata pertemuan lelaki dan perempuan dalam akad yang
sah. Pernikahan harus menjadi langkah lebih maju dalam mengabdi dan beribadah kepada Allah.
"Apakah kau sudah melihat apartemen di Smolenskaya?" Tanya Ayyas pelan.
"Belum. Aku harus sangat berhati-hati. Aku tidak boleh lengah sedikit pun. Bagaimana kabar
Yelena?"
"Jadi kau belum tahu kabar Yelena?”
"Belum."
"Alhamdulillah, Yelena sekarang juga sudah Muslimah “
"Benarkah?" Linor tidak percaya.
"Benar."
"Yelena yang tidak percaya adanya Tuhan itu sekarang Muslimah?"
"Iya. Dia mengucapkan kalimat syahadat di masjid Prospek Mira. Ribuan orang menjadi saksi
keislamannya."
"Allahu akbar!"
"Dan Yelena sekarang sudah menikah dengan temanku, Devid. Bahkan sudah positif hamil."
"Alhamdulillah. Aku rasa, keberadaanmu di Moskwa ini membawa banyak berkah. Yelena bisa masuk Islam dan menikah dengan temanmu, sedikit banyak ada pengaruh dari keberadaanmu
di Smoleskaya. Paling tidak karena kau datang, temanmu itu jadi kenal Yelena."
"Aku rasa semuanya sudah diatur Allah."
"Benar. Dan aku berharap agar Allah mengatur yang terbaik untuk perjalanan hidupku
selanjutnya."
"Semoga Allah mengabulkan."
"Amin. Sekali lagi, jangan lupa kabar baiknya setelah sampai di Indonesia."
"Bagaimana caranya aku harus mengabarimu?" tanya Ayyas.
"Kirim saja email ke sofianew@ymail.com. Dan jangan panggil lagi aku Linor, panggil aku Sofia. Itu namaku sejak kecil dan itu nama Muslimahku."
"Insya Allah. Sofia adalah nama salah satu istri Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Semoga
kau bisa meneladani beliau. Semoga kau jadi pemberani seperti beliau, dan tidak takut kecuali
kepada Allah Ta'ala."
"Amin."

Sofia meninggalkan apartemen Ayyas dengan tetap mengenakan gamis dan jilbab. Ia melangkah tanpa ragu sedikit pun. Kini ia merasa tidak ada yang perlu ditakutinya kecuali Allah. Angin semilir musim semi berhembus mengiringi kepergian Sofia meninggalkan dom tua itu. Sofia melangkah dengan wajah cerah dan hati bertasbih kepada Allah. Ia berharap Allah mempertemukan dengan orang yang didambanya di bumi cinta. Bumi yang di dalamnya kalimat
Allah dijunjung tinggi dan hati-hati manusia diikat oleh tali tauhid yang indah menyejukkan.

***


Sementara itu, sedetik selepas kepergian Linor alias Sofia, hati Ayyas justru terus berdetak dan
merasakan keindahan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Wajah Sofia yang anggun
dalam balutan jilbab seolah tidak mau sirna dari pikirannya. Sejatinya, ia merasa Sofia yang baru saja menemuinya tidak layak ditolak keinginan sucinya.
Sofia telah hijrah. Dan ia ingin menyempurnakan hijrahnya bersama dirinya. Sesungguhnya,
merupakan suatu kehormatan jika dirinya bisa mendampingi Sofia mewakafkan diri berjuang di
jalan Allah. Adakah yang lebih mulia dari orang yang menyerahkan jiwa dan raganya di jalan
Allah?
Tak terasa hati Ayyas basah. Ia tidak kuat untuk berdiam diri. Tiba-tiba kakinya melangkah
menuju jendela. Ia ingin melihat Sofia, dan kalau sempat ia ingin memanggilnya. Ayyas bergegas menuju jendela. Dari jendela ia melihat Sofia melangkah semakin menjauh. Jilbabnya yang putih berkelebat.
Ia ingin memanggil Sofia dan mengatakan kesediaannya, tetapi ia merasa Sofia tidak akan
mendengarnya.
Sesaat Ayyas terpaku di depan jendela. Ia ingin berlari turun dan mengejar Sofia. Tetapi entah
kenapa ia ragu? Apakah itu tidak seperti anak-anak remaja yang sedang jatuh cinta di
sinetron-sinetron Indonesia? Ia mengurungkan niatnya. Ia berniat setelah shalat Isya ia akan
mengontak Sofia dan mengajaknya bertemu di rumah Imam Hasan Sadulayev, atau di suatu tempat yang aman dari fitnah, dan ia akan menyampaikan kesediaannya menerima tawaran Sofia.
Ayyas masih memandangi Sofia yang terus melangkah. Tiba-tiba Ayyas melihat ada mobil
sedan merah meluncur agak cepat di belakang Sofia. Dan Ayyas tersentak kaget. Sekilas ia melihat penumpang sedan itu mengeluarkan pistol dari jendela mobil. Dengan tetap melaju kencang, pistol itu diarahkan kepada Sofia. Ayyas langsung teringat cerita Sofia, bahwa Sofia mungkin sedang diburu oleh agen-agen Mosad. Dengan sangat keras Ayyas menjerit mengingatkan Sofia,
"Sofiaaa awaaass!"
Dan...
"Dor! Dor! Dor!"
Ayyas mendengar suara tembakan itu. Ia merasa puluhan peluru seperti menembak dirinya dan
menembus jantungnya. Tubuhnya langsung kaku. Kedua kakinya seperti tidak ada tulang-tulangnya.
Kedua matanya melihat Sofia yang ambruk di trotoar jalan. Sesaat ia merasa sangat terpukul. Ia merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Sofia seperti bukan orang lain lagi baginya. Sofia sudah ada di dalam hatinya. Sofia sudah menjadi separo jiwanya, dan. tiba-tiba ia merasa harus kehilangan separo jiwa yang dicintainya. Seperti apakah perasaan seseorang yang telah kehilangan separo jiwanya.
Airmata Ayyas meleleh. Kedua kakinya terasa lemas. Namun akal sehatnya segera mengingatkan dirinya untuk segera bangkit dan berlari secepatnya ke tempat di mana Sofia roboh ditembus pelor peluru. Ayyas langsung bangkit dan berlari sekencang-kencangnya sambil
memanggil-manggil nama Sofia.
Dan hatinya bagai ditusuk-tusuk belati melihat Sofia terkapar bersimbah darah. Jilbab itu
memerah. Merah darah! Wajah anggun itu tampak pucat. Bibirnya mengatup dan matanya
terpejam. Darah segar masih terus mengalir di dekat pundak dan lehernya.
Ayyas meraih tubuh Sofia dan meletakkan di pangkuannya. Ia meraba nadinya. Masih berdenyut.
Ia berpikir keras, bagaimana menyelamatkan nyawa Sofia. Darah terus mengalir. Dan tangan Sofia terasa semakin dingin. Ayyas melihat ke kiri dan ke kanan. Ia melihat sepanjang jalan. Kenapa sepi, tidak ada orang?
Di kejauhan ia melihat mobil keluar bergerak menjauh. Ia memanggil-manggil mobil itu minta
tolong. Tetapi suaranya sepertinya tidak sampai, atau sampai tetapi pengendara mobil itu tidak
mau peduli kecuali urusan dirinya sendiri.
Ayyas tidak bisa tinggal diam di situ menyaksikan Sofia sekarat dan mati kehabisan darah.
Ayyas membopong Sofia dan membawanya berjalan ke arah jalan yang lebih besar. Ia bergegas
secepat mungkin. Airmata Ayyas juga terus menetes mengiringi darah yang terus menetes di sepanjang trotoar. Dalam hati Ayyas berdoa agar Allah menyelamatkan nyawa Sofia.
Ia berjanji kepada Allah, jika Sofia selamat, ia akan menikahinya dan menjadikannya sebagai
teman berjuang di jalan-Nya sampai maut datang menjemput. Ia juga berjanji, jika Sofia selamat, ia akan menjadikannya sebagai satu-satunya bidadari surga bagi dirinya.
Ayyas mendengar deru mobil dari arah belakang. Di kejauhan ia melihat sedan merah sedang meluncur ke arahnya. Ia kaget bercampur cemas. Ia khawatir jika yang menderu itu adalah
mobil agen Mosad yang menembak Sofia. Jika itu yang terjadi, sulit baginya untuk lolos. Ia dan
Sofia benar-benar tidak akan selamat, kecuali Allah berkehendak lain dan melindunginya.
Sedan merah itu semakin mendekat. Ayyas semakin cemas.
Ia pasrahkan segala takdirnya pada Allah Sang Maha Penentu nasib umat manusia. Ia tetap berdiri dengan membopong Sofia sambil berdoa dalam hati, agar Allah melindunginya dan
menyelamatkan Sofia. Ia tidak mungkin menurunkan Sofia lalu lari menyelamatkan diri. Biarlah
kalau memang dirinya harus mati, ia rela mati dalam perjalanan menolong orang yang hijrah di
jalan Allah.
Mobil sedan merah itu terus mendekat. Begitu dekat, Ayyas melihat seorang ibu setengah baya
yang mengendarai mobil itu. Ia lega. Ibu setengah baya itu menghentikan mobilnya tepat di samping Ayyas.
"Oh Tuhan, apa yang terjadi dengannya? Oh darahnya terus mengucur? Apa yang terjadi
dengannya?" kata Ibu setengah baya itu sambil turun dari mobilnya.
"Tolonglah Madame, ada orang yang menembaknya. Tadi nadinya masih berdenyut. Mungkin
masih bisa diselamatkan kalau dia segera sampai di rumah sakit," kata Ayyas dengan bibir
bergetar.
"Ditembak? Apa suara tembakan tadi?"
"Iya benar."
"Oh Tuhan. Apa salahnya? Kenapa sampai ada yang tega padanya. Ayo cepat naik ke mobil. Kita bawa dia ke rumah sakit."
"Baik Madame."
Ayyas membawa Sofia masuk ke mobil. Tangan Sofia semakin terasa dingin. Ayyas mencaricari
denyut nadinya tetapi tidak juga ketemu. Jantung Ayyas seperti mau hilang. Ia tidak mau kehilangan Sofia. Ia tidak mau Sofia mati.
"Sofia, Sofia. Kau jangan mati dulu Sofia. Bertalianlah Sofia. Aku akan menikahimu. Demi Allah, aku akan menikahimu. Bertahanlah Sofia!" Kata Ayyas dengan airmata berderai. Ia belum pernah menangis seharu dan sesedih itu. Tetapi Sofia tetap diam, dan darah di pundaknya
terus mengalir.
Mobil sedan merah itu meluncur meninggalkan Aptekarsky Pereulok. Ibu setengah baya itu berusaha mengendarai mobil sedan itu secepat mungkin. Ayyas masih bergulat dengan rasa harunya sambil terus memandangi Sofia yang berlumur darah. Jilbab putihnya memerah. Merah
darah! Darah membasahi jok mobil sedan itu.
Ayyas terus mencari-cari denyut nadi Sofia; tidak juga ketemu. Ia meletakkan tangannya di
depan hidung Sofia; tidak juga merasakan lembut nafasnya. Apakah Sofia sudah mati? Kecemasan dan kekhawatiran semakin merayap dalam diri Ayyas. Ia tak pernah merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang sedemikian dalam seperti itu sebelumnya.
Ayyas langsung terisak-isak. Jika Sofia benar-benar mati, alangkah sedih dirinya. Alangkah
menyesal dirinya tidak langsung menjawab tawaran Sofia. Dan alangkah bahagianya Sofia.
Ia meninggal dalam keadaan mulia; husnul khatimah. Ia meninggal dalam keadaan Muslimah dengan segala dosa yang telah diampuni Allah Ta'ala. Ia meninggal dalam keadaan suci seperti bayi yang baru saja dilahirkan di muka bumi.
Dan alangkah bahagianya Sofia yang telah menemukan bumi cinta yang sesungguhnya. Adakah bumi cinta yang lebih indah dari surganya Allah Ta'ala?
Ayyas yakin, jika Sofia meninggal dunia, maka ia meninggal dalam keadaan syahid. Sebab ia meninggal dalam keadaan melangkahkan kaki menuju Allah dengan darah tertumpah di jalan
Allah.
Ayyas terus terisak. Isakan yang kalau siapa pun melihat dan mendengarnya niscaya akan tersayat hatinya. Isakan seorang pencinta sejati, yang mencintai kekasihnya karena Allah, lalu kehilangan kekasihnya karena Allah. Adakah isakan yang lebih menyayat hati dari isakan seorang pencinta sejati yang kehilangan sang pujaan hati karena Allah Ta'ala?
Ayyas memandangi wajah Sofia yang pucat tetapi tetap anggun dalam-dalam. Sofia tetap saja
diam. Kedua matanya tetap terkatup. Darah terus mengalir. Dan airmata Ayyas terus menetes, sementara hatinya tiada henti meratap kepada Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, lagi
Maha Mengabulkan segala doa hamba-hamba-Nya.
Dengan penuh rasa cinta karena Allah semata, Ayyas memanjatkan doa dalam getar suara yang
menyesakkan dada, "Ya Allah, aku tetap memohon kepada-Mu agar Engkau selamatkan Sofia.
Hanya Engkau yang bisa menyelamatkannya ya Allah. Engkaulah Dzat yang menghidupkan dan
mematikan. Ya Allah berilah kesempatan padaku untuk memenuhi permintaan orang yang berhijrah di jalan-Mu. Akan tetapi jika Engkau menakdirkan Sofia mati, ya Allah, maka jadikanlah matinya itu syahid di jalan-Mu. Dan terimalah dia dengan penuh keridhaan dari-Mu. Jika itu yang terjadi ya Allah, maka syahidkan pula aku di jalan-Mu, agar kelak aku bis berjumpa
dengannya di Bumi Cinta-Mu yang sejati, yaitu surga yang Engkau sediakan bagi hamba-hamba-
Mu yang beriman dan beramal saleh. Kabulkanlah doaku, ya Allah. Amin. "
Mendengar doa Ayyas, ibu setengah baya itu dengan lirih berkata,
"Ameen. Tuhan pasti mengabulkan doa yang berbalut darah dan airmata seperti doamu, Malcishka. Percayalah, Tuhan pasti mengabulkan. Pasti."



~TAMAT~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar