Minggu, 30 Maret 2014

Bumi Cinta (Part 5)

"Kapan dia harus operasi, Dokter?"
"Sekarang. Sebentar lagi perawat akan membawanya ke ruang operasi. Lebih cepat lebih baik."
"Lakukan yang terbaik untuknya, Dokter."
"Tentu. Kamu perhatian sekali sama dia."
"Ah biasa saja. O ya kabar Ksenia bagaimana?"
"Tadi pagi saat sarapan pagi aku sudah cerita padanya. Ia senang sekali. Ia sebenarnya mau ikut. Tapi ia harus masuk sekolah. Satu bulan lagi ia akan tampil di Bolsoi Teater. Katanya dia akan
mengundangmu."
"Penampilan apa?"
"Ia terpilih mewakili sekolahnya untuk menjadi salah satu penari balet yang akan menampilkan
pertunjukan balet Lebedinoe Ozera."
Dokter Tatiana nampak begitu bangga menerangkan prestasi anak putrinya.
"O Lebedinoe Ozera, pertunjukan balet danau angsa, sebuah pertunjukan balet paling legendaris
dan paling menyedot penonton. Berarti anak putri Dokter bukan penari balet sembarangan."
Tiba-tiba Bibi Margareta menukas. Rupanya ia telah bangun dari tidurnya sambil duduk.
"Terima kasih atas pujiannya Bibi."
Dua perawat datang. Seorang di antara mereka memberi laporan kepada Dokter Tatiana Baranovna bahwa pasien bernama Yelena sudah siap untuk dioperasi. Dua dokter ahli bedah sudah menunggu di ruang operasi.
Ayyas pamit pada Yelena dan mendoakan Yelena semoga operasinya sukses dan ia segera
sembuh. "Percayalah Tuhan akan menolongmu. Percayalah kepada Tuhan. Semoga Tuhan mendampingimu selama operasi." Kata Ayyas kepada Yelena.
Yelena hanya mengedipkan mata, ia berusaha tersenyum semampunya. Dalam hati ia menjawab bahwa ia akan mencoba untuk percaya kepada Tuhan.

***


Sudah hampir pukul dua belas siang, Ayyas belum juga datang. Doktor Anastasia Palazzo mondar-mandir di ruang Profesor Tomskii. Ia menunggu ponselnya berdering, berharap anak
muda itu menelponnya atau memberi kabar kepadanya meskipun melalui sms. Ia ingin menelpon
anak muda itu, tapi harga dirinya mencegah untuk melakukannya.
Bibi Parlova memberitahu, Ayyas bekerja di ruang Profesor Tomskii sampai pukul sebelas malam. Catatan pihak keamanan mengatakan demikian. Jika yang terjadi seperti itu, ia merasa
bahwa anak muda itu sangat mencintai ilmu. Jika benar bahwa anak muda itu datang dan bekerja
melakukan penelitian dalam keadaan pundak kirinya sakit, maka kecintaannya pada ilmu sampai
mengalahkan rasa sakit. Hanya para peneliti sejati yang memiliki jiwa seperti itu.
Ia tidak ingin dengar dari Bibi Parlova. Ia ingin mendengar sendiri dari cerita anak muda itu. Ia ingin tahu, kenapa pundak kirinya bisa sakit? Bagaimana ia bisa tetap memaksa sampai MGU dalam kondisi pundak kiri sakit? Apa yang ia dapat selama berjam-jam di ruang Profesor
Tomskii. Ia juga ingin tahu selama ini tinggal di mana? Dan banyak pertanyaan lainnya, yang
ingin ia ajukan pada anak muda itu, dan ia ingin anak muda itu bercerita banyak padanya. Ia suka
dengan caranya merangkai dan menyampaikan kata-kata.
Karena merasa agak bosan menunggu di ruang Profesor Tomskii, Doktor Anastasia Palazzo
pergi ke stolovaya. Ia hanya mengambil empat potong Monti (Daging giling berbalut tepung
disiram mayonez) dan segelas teh panas. Sesekali ada satu dua mahasiswa yang menyapanya. Ia
tersenyum dan menjawab sapaan mereka. Ia melahap sepotong demi sepotong daging gulung itu
sambil membaca kumpulan cerpen Leo Tolstoy.
Tak terasa satu jam lebih ia ada di stolovaya. Tehnya sudah habis. Kumpulan cerpen itu tinggal
beberapa halaman saja yang belum ia baca. Ia bangkit keluar dari stolovaya menuju ruangan
Profesor Tosmkii. Ia berharap Ayyas telah tiba di sana.
Begitu memasuki ruangan Profesor Tomskii hatinya langsung berbunga, karena ia melihat Ayyas berdiri tegap di sana. Hanya saja, ketika ia menyapa, Ayyas diam saja, tetap berdiri tegak
menghadap ke selatan. Ayyas samasekali tidak menoleh ke arahnya. Ia tetap masuk. Ia melihat
Ayyas mengangkat kedua tangannya lalu menurunkan kedua tangannya dan meletakkannya di lututnya, punggungnya lurus, jika ia membawa nampan berisi segelas teh panas dan meletakkan
nampan itu di atas punggung Ayyas, ia bisa memastikan teh panas itu tidak akan tumpah sedikit
pun. Ia bertanya-tanya apakah Ayyas sedang senam, ataukah...?
Ayyas kemudian berdiri lalu menggelosor meletakkan seluruh mukanya ke tanah. Ayyas sujud.
Anastasia langsung ingat cara orang-orang Islam melakukan ritual ibadahnya yang disebut shalat.
Ya, ini Ayyas sedang shalat. Selama ini ia hanya melihat di gambar, atau melihat di layar televisi. Ia belum pernah melihat secara langsung orang shalat dengan kedua kepalanya sendiri dan dalam jarak yang sangat dekat. Ia belum pernah masuk ke tempat ibadah orang Muslim.
Entah kenapa tiba-tiba Anastasia merasa tidak nyaman melihat Ayyas sujud seperti itu. Ia merasa
Ayyas melakukan ritual yang sangat primitiv bahkan sangat purba. Menggelosor, meletakkan
kening di tanah, kedua tangan juga di tanah, lutut dan kedua kaki semua di tanah. Begitu
menghinakan diri sendiri. Lebih hina dari anjing yang menggelosor di pinggir jalan. Anjing
bahkan tidak pernah meletakkan keningnya di tanah seperti Ayyas.
Ia merasa sangat kasihan kepada Ayyas. Anak muda yang sedemikian cerdasnya bisa dibelenggu oleh ajaran agama yang begitu primitif. Dan anehnya Ayyas samasekali tidak kritis mengoreksi itu semua. Dan itu juga terjadi lebih pada satu miliar anak manusia di seluruh dunia.
Doktor Anastasia Palazzo duduk di sofa sambil memerhatikan Ayyas yang sedang shalat. Setiap
kali Ayyas rukuk dan sujud, Anastasia menggelengkan kepala, menganggap Ayyas yang cerdas ternyata sama sekali tidak cerdas. Kalau cerdas bagaimana ia bisa melakukan ritual ibadah
yang begitu primitif. Anastasia dalam hati meminta perlindungan kepada Kristus agar jangan
sampai tersesat seperti Ayyas. Ia bahkan memohon agar Ayyas ditunjukkan kepada jalan
keselamatan yang sesungguhnya, seperti dirinya yang telah menemukannya. Ia berdoa kepada
Kristus agar Ayyas segera terbangun dari kebodohannya.
Ayyas selesai shalat. Ia berzikir singkat. Tasbih, tahmid, dan tahlil masing-masing tiga puluh
tiga kali lalu berdoa.
Setelah itu ia menoleh ke arah Doktor Anastasia Palazzo yang sudah duduk di sofa sambil
memandangi dirinya dengan pandangan rasa kasihan.
"Maafkan saya Doktor, tadi saya tidak menjawab ketika Anda menyapa saya. Sebab saya seperti yang mungkin sudah Doktor ketahui sedang melakukan shalat. Beribadah seperti yang diajarkan oleh agama saya, Islam."
"Ah tidak apa-apa. Bagus, kamu tidak lupa kepada Tuhan. Kamu berarti orang yang sangat religius, sangat taat pada ajaran agama."
"Ibu saya selalu berpesan agar tidak pernah lupa shalat, sujud kepada Allah di mana pun saya
berada."
"Kau berarti juga sangat taat kepada ibumu. Kau anak yang berbakti. Ibumu itu sama dengan
ibuku. Selalu saja ibuku mengingatkan aku untuk selalu menyebut nama Tuhan dalam kesempatan apa saja."
"Beliau masih hidup?"
"Masih. Dia sekarang menikmati hari tuanya dengan hidup tenang di pinggir kota Novgorod."
"Kota paling penting bagi Rusia klasik yang banyak melahirkan ksatria yang gagah berani."
"Benar. Kalau kau mau, suatu saat bisa aku temani ke sana."
"Sangat rugi kalau aku tidak mau. Tidak mudah mencari penunjuk jalan yang menarik, enak diajak diskusi dan memahami sejarah dengan baik."
"Dengan bahasa halus kau selalu memuji." Kata Anastasia merasa disanjung.
"Memuji siapa?" Tanya Ayyas pura-pura tidak tahu. Pertanyaan Ayyas seketika membuat wajah Anastasia menyemu merah. Semu merah muka Anastasia kian menyempurnakan kecantikannya.
Ayyas tahu itu, dan ia menyimpan rapat-rapat rasa tahunya itu di dalam bilik hatinya yang terdalam.
Sementara Anastasia merasa, pertanyaan Ayyas itu begitu menjebak dirinya. "Cerdas! Sebuah
jebakan yang sempurna," lirihnya dalam hati memuji kecerdasan Ayyas. Tiba-tiba ia merasa
bodoh harus menjawab apa. Beberapa detik berpikir ia langsung ketemu jawabannya.
"Memuji kota-kota Rusia."
"Jadi menurutmu begitu?"
“Iya.”
"Berarti saya orang yang bodoh, yang tidak bisa memahamkan lawan bicara. Padahal kalimat yang terakhir saya ucapkan tadi samasekali tidak untuk memuji kota Rusia. Maafkan kebodohan
saya Doktor."
"Kalau begitu untuk memuji siapa sebenarnya?"
Doktor Anastasia masih mengejar dengan pertanyaan yang sesungguhnya ia sudah tahu jawabannya. Ia ingin Ayyas salah tingkahnya dengan dirinya. Tapi reaksi Ayyas sungguh di luar dugaannya. Ayyas spontan menjawab tanpa beban sedikit pun,
"Tidak usah saya jelaskan, nanti salah lagi. Kalau saya salah menjelaskan lagi malah akan semakin nampak jelas betapa bodohnya saya ini. Apalagi kalau perut saya sedang lapar, rasanya
otak saya kehilangan sekian persen kecerdasan saya."
"Kau mau makan siang?"
"Iya. Supaya konsentrasi saya kembali pulih seperti sedia kala dan tidak diganggu oleh permintaan perut yang mulai melilit-lilit."
"Mau aku temani?"
"Bukannya Doktor baru saja dari stolovaya? Tadi Bibi Parlova mengatakan kepada saya, Doktor sedang makan siang di sana?"
"Tadi cuma minum teh untuk menghangatkan tubuh, tidak benar-benar makan siang. Aku tadi
tidak makan kentang. Orang Rusia kalau belum makan kentang itu sama saja belum makan."
"O kalau begitu, mari kita makan siang."
Keduanya lalu bergegas ke stolovaya. Mereka hampir tidak dapat tempat karena stolovaya itu
nampak penuh. Beruntung dua orang mahasiswi bermata sipit dan bermuka bundar khas wajah
China bagian barat berdiri meninggalkan meja mereka. Doktor Anastasia mengajak Ayyas duduk
di tempat yang ditinggalkan dua mahasiswi bermata sipit itu. Mau tak mau mereka duduk
berhadapan dan hanya dipisah oleh meja kecil yang langsung penuh sesak oleh makanan yang
mereka ambil.
Ayyas memilih kotlety (Sejenis perkedel yang terbuat dari daging giling tanpa kentang) dengan
sup, dua iris roti hitam, dan secangkir teh panas. Sementara Doktor Anastasia Palazzo memilih
kentang kukus yang kuning keemasan, sup borsh khas Rusia, dan teh panas. Ayyas melahap kotlety itu dengan penuh nafsu. Sementara Anastasia menikmati kentang kukusnya dengan penuh khusyuk. Terkadang ia ambil potongan kentang, ia masukkan ke mangkuk sup borshnya. Terkadang potongan kentang itu ia masukkan dulu ke mulutnya baru ia menyendok supnya. Terkadang ia ambil sepotong kecil kentang kukus, ia masukkan ke dalam mangkuk sup dan ia masukkan ke dalam mulutnya bersama roti lipyoshka yang ada dalam sup borshnya. Anastasia benar-benar menikmati cara memakannya yang berbeda dari orang-orang Rusia pada umumnya.
"Orang Rusia suka sekali makan kentang." Gumam Ayyas sambil melihat ujung sendok Anastasia yang mengangkat kentang kukusnya dari sup borsh-nya.
"Ya, kami orang Rusia sangat mencintai kentang. Satu hari tanpa kentang adalah penderitaan bagi orang Rusia. Orang Rusia tidak bisa hidup tanpa makan kentang. Kentang adalah kebanggaan orang Rusia, bahkan nyawa orang Rusia." Jawab Doktor Anastasia.
"Kalau begitu bisa jadi di dunia ini yang paling banyak makan kentang adalah orang Rusia."
"Kau benar."
"Selain kentang apa yang paling tidak bisa dipisahkan dari orang Rusia?"
"Teh panas, dan Vodka. Tapi aku tidak suka Vodka."
Ayyas menganggukkan kepalanya. Ia sudah menyikat habis menu yang dipilihnya. Anastasia
masih sibuk menghabiskan sisa-sisa kuah supnya. Setelah mangkuknya bersih, ia menyeruput teh
panasnya yang kini jadi hangat.
"M m boleh aku tanya sedikit?" Kata Anastasia agak ragu.
"Boleh tentu saja."
"Maaf kalau pertanyaanku ini akan mengganggumu."
"Semoga tidak."
"Maaf, ini sedikit tentang Islam. Kau orang Islam kan?"
"Iya. Aku orang Islam. Kau tadi lihat sendiri aku shalat seperti orang Islam mana pun di seluruh
dunia."
"Iya ini tentang cara shalat kalian. Cara kalian menyembah sesembahan kalian. Begini, katanya
Islam melarang manusia menyembah berhala seperti yang aku baca di internet, tetapi mengapa
ketika shalat, mereka menurutku justru melakukan satu kebodohan dengan menyembah batu
persegi empat yang mereka sebut ka'bah. Tidak tanggung-tanggung, mereka menyembah batu
persegi empat itu lima kali sehari. Kau bisa menjelaskan sesuatu padaku!? Dan, maaf, jika
perkataanku ini menyinggungmu!"
Ayyas agak kaget mendengar pertanyaan Doktor Anastasia Palazzo itu. Ia berusaha tetap tenang,
meskipun dari pertanyaan itu ada tuduhan bahwa dirinya melakukan kebodohan ketika shalat.
Doktor muda yang cemerlang itu berpandangan orang-orang Islam menyembah batu. Ayyas berbaik sangka, Doktor Anastasia berpandangan seperti itu hanya karena ketidaktahuannya akan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Dan dengan adanya pertanyaan yang keluar dari mulut Doktor Anastasia ia jadi tahu kira-kira seperti apa orang-orang yang bukan Muslim dalam memandang orang Muslim. Bisa jadi yang punya pendapat seperti Doktor Anastasia sangat banyak di muka bumi ini, yang berarti banyak sekali orang yang salah melihat Islam.
Ayyas berusaha menjawab apa yang ditanyakan oleh Doktor Anastasia sebaik mungkin. Ia
berharap, bahasa yang ia gunakan dapat dipahami Doktor Anastasia dengan baik.
Setelah menarik nafas Ayyas menjawab,
"Ka'bah, sesungguhnya hanyalah kiblat, yaitu arah di mana kaum Muslim menghadapkan wajahnya ketika shalat. Jadi ketika shalat seorang Muslim sama sekali tidak menyembah ka'bah
yang tak lain adalah batu persegi empat. Sekali lagi tidak. Yang disembah seorang Muslim hanyalah Allah, Tuhan seru sekalian alam. Yang diikrarkan seorang Muslim pertama kali masuk
Islam adalah aku bersaksi tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah.
Anda bisa bertanya kepada Muslim yang masih anak-anak sekalipun. Silakan Anda tanya
mereka, menyembah apa mereka ketika shalat? Menyembah ka'bah atau menyembah Allah. Bisa dipastikan, leher saya ini jadi taruhannya, mereka akan menjawab bahwa ka'bah hanyalah arah di mana harus menghadap ketika shalat, tak lebih. Yang mereka sembah adalah Allah. Mereka rukuk dan sujud hanya kepada Allah semata.
Perlu Doktor Anastasia ketahui, di dalam Islam tata cara ibadah semuanya diatur secara sempurna. Yang mengatur tata cara ibadah itu adalah Allah. Rasulullah hanyalah utusan Allah
yang menjelaskan tata cara ibadah itu. Tidak ada campur tangan manusia dalam hal aturan dan tata cara ibadah kepada Allah. Termasuk ke arah mana wajah ini harus dihadapkan ketika ibadah.
Allah sendirilah yang menentukan ke mana wajah hamba-Nya menghadap ketika beribadah
kepada-Nya. Di dalam Al-Quran, surat Al- Baqarah ayat 144, Allah berfirman: 'Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram dan di mana kamu berada palingkanlah mukamu ke arahnya.'
Tujuan menghadap arah yang sama, yaitu ke arah ka'bah adalah untuk menyatukan umat Islam
di mana pun mereka berada. Jika tidak disatukan kiblatnya, umat Islam akan susah melakukan
shalat berjamaah. Dalam satu masjid bisa terjadi ada yang shalat menghadap ke utara ada yang
menghadap ke selatan, ada yang menghadap ke tenggara dan lain sebagainya. Ibadah shalat jadi
tidak khusyuk. Persatuan tidak mudah tercipta.
Demi menyatukan umat Islam di mana pun mereka berada, Allah memerintahkan umat Islam
menghadap ka'bah ketika shalat. Jika ia berada disebelah utara ka'bah berarti dia harus menghadap ke selatan, seperti orang Islam di Moskwa ini. Jika orang Islam itu ada di sebelah timur ka'bah berarti harus menghadap barat seperti orang Islam di Indonesia. Jadi sekali lagi umat Islam tidak menyembah ka'bah. Tuduhan seperti yang Doktor Anastasia sampaikan sesungguhnya sama sekali salah, karena hanya purbasangka yang tidak ada dasarnya.
Kalau kita baca sejarah dengan seksama, yang menggambar peta dunia pertama kali adalah orang Islam. Orang Islam menggambar peta dunia dengan petunjuk arah selatan menghadap ke atas, sedangkan arah utara menghadap ke bawah. Dan bangunan ka'bah berada di tengahtengahnya.
Jadi dalam pandangan orang Islam, saat itu ka'bah berada di tengah-tengah peta dunia. Kemudian para pembuar peta dari Barat menggambar dunia dengan cara terbalik, artinya arah utara menghadap ke atas dan arah selatan menghadap ke bawah. Alhamdulillah ka'bah juga tetap berada di bagian tengah peta dunia.
Doktor juga harus tahu, di ka'bah ada batu hitam yang disebut hajar aswad. Ada riwayat
menarik, Umar bin Khattab ra. pernah berkata kepada hajar aswad, 'Saya tahu engkau hanyalah
sebuah batu yang tidak bermanfaat dan tidak merugikan. Jika aku tidak pernah melihat Rasulullah menyentuh kamu, maka aku tidak akan menyentuh kamu.'
Lihat, apa kata-kata Umar kepada hajar aswad, yang juga adalah salah satu batu di ka'bah?
Umar mengatakan bahwa hajar aswad tak lebih sebuah batu yang tidak membawa manfaat dan
membawa kerugian. Sekali lagi tak lebih dari sebuah batu. Tak ada seorang pun di kalangan umat Islam yang beranggapan, batu-batu yang bertumpuk jadi ka'bah itu adalah Tuhan. Sama sekali tidak ada yang beranggapan demikian.
Di zaman ketika Rasul kami, Muhammad Saw. masih hidup, bahkan ada orang yang bernama Bilal bin Rabbah berdiri di atas ka'bah dan mengumandangkan azan dari atas ka'bah. Kalau orang Islam menyembah ka'bah, bagaimana mungkin seorang penyembah menginjak-injak Tuhan yang disembahnya? Bilal bin Rabbah berdiri menginjak ka’bah tidak ada masalah. Sebab ka'bah hanyalah sebuah batu, tak kurang tak lebih. Jadi, anggapan Doktor Anastasia bahwa orang Islam menyembah batu sangat jauh dari benar. Yang disembah oleh orang Islam hanyalah Allah,
Tuhan seru sekalian."
Jawaban Ayyas yang runtut dan halus itu membuat Doktor Anastasia menjadi mengerti kenapa umat Islam menghadap ke ka'bah. Dalam pojok hatinya ia merasa salah sangka kepada orang
Islam selama ini. Jawaban Ayyas sedikit membuka wawasannya. Ia belum pernah menemukan
jawaban segamblang dan sedetil itu. Ia jadi penasaran ingin bertanya banyak hal pada Ayyas tentang Islam.
"Boleh aku bertanya lagi?"
"Boleh saja."
"Maaf, tadi aku lihat caramu beribadah. Sekali lagi maaf, kau meletakkan keningmu ke tanah
berkali-kali. Menurutku itu sangat primitif. Kenapa ritual ibadahnya harus ada sujud meletakkan kening di atas tanah, seperti cara suku-suku asing di belantara yang tidak tersentuh peradaban yang sehat. Apakah tidak ada cara ibadah yang lebih modern dan sehat. Jujur saja aku agak jijik melihatnya. Aku tidak bisa membayangkan kalau diriku harus sujud di lantai seperti itu. Sekali lagi, maaf kalau menyinggungmu."
Pertanyaan Doktor Anastasia membuat tubuh Ayyas gemetar. Ia ingin marah karena cemburu
cara ibadahnya diremehkan, tapi ia tidak boleh marah pada orang yang tidak tahu. Ia berusaha
mengendalikan diri sebaik mungkin. Ia harus menjelaskan apa yang bisa ia jelaskan. Jika masih
juga tidak membuat Doktor Anastasia puas, ya ia tidak bisa memaksa orang untuk puas atau menerima penjelasannya.
"Ada pepatah Arab mengatakan al insan a'dau ma jahilu. Artinya, manusia adalah musuh sesuatu
yang tidak diketahuinya. Misalnya karena saya tidak tahu ilmu konstruksi bangunan, bisa dipastikan kalau saya diminta menghitung kekuatan sebuah bangunan, atau menaksir berapa
ketebalan beton untuk suatu bangunan berlantai lima, saya angkat tangan. Kalau saya tetap
dipaksa itu akan jadi musuh saya, yang akan terus menghantui saya. Sebab, saya bodoh di bidang
itu. Kalau saya masuk program doktor terus saya diuji materi itu pasti saya akan gagal, sebab saya tidak tahu ilmunya. Itu sekali lagi jadi musuh saya. Tetapi di bidang yang saya tahu dan saya kuasi dengan baik. Bidang itu jadi sahabat saya, jadi penolong saya. Begitulah makna pepatah Arab itu.
Saya tidak heran Doktor Anastasia mengatakan apa yang telah Doktor katakan tadi. Itu semata-mata karena Doktor Anastasia belum tahu. Kalau Doktor tahu, saya yakin Doktor akan punya pandangan yang berbeda.
Islam seutuhnya datangnya dari Allah. Itu yang kami yakini dan bisa dibuktikan kebenarannya
dengan timbangan ilmiah. Semua ajarannya datangnya dari Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tata cara, ibadah dalam Islam diatur oleh Allah. Allah menjelaskannya kepada Nabi Muhammad, dan Nabi Muhammad menjelaskannya kepada umatnya. Maka cara shalat umat Islam di seluruh dunia sama. Takbirnya sama. Bacaannya sama. Gerakannya juga sama.
Shalatnya umat Islam saat ini, yang ada sujudnya, adalah sama dengan shalatnya para nabi dan rasul sebelumnya. Nabi Adam, Nuh, Idris, Ibrahim, Ismail, Ishak, Musa, Yunus, Daud, Sulaiman, Yahya, Isa dan seluruh nabi sebelum Nabi Muhammad menyembah Allah dengan cara
yang sama dengan umat Islam saat ini. Yaitu dengan rukuk dan sujud yang disebut shalat.
Itu adalah cara beribadah terbaik yang diajarkan Allah kepada manusia sejak manusia ada. Cara beribadah yang paling beretika dan paling modern bagi orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah.
Islam artinya menyerahkan diri secara total kepada Allah, tunduk secara penuh kepada Allah.
Maka di dalam ajaran Islam, saat dan tempat yang paling dekat seorang hamba dengan Allah
adalah ketika hamba itu sedang sujud kepada Allah.
Ketundukan seorang Muslim yang total kepada Allah nampak jelas ketika dia sujud kepada
Allah. Kepala dan muka adalah bagian paling mulia bagi manusia. Bagian yang paling mulia itu
harus ditundukkan sepenuhnya dengan keikhlasan kepada Allah. Tidak ada yang lebih mulia dari
Allah, tidak ada yang lebih agung dan lebih besar dari Allah. Inilah ibadah yang total tidak
setengah-setengah. Penyembahan yang total kepada Allah.
Ketika seseorang sujud kepada Allah, berarti dia siap untuk melaksanakan seluruh perintah Allah
dan siap untuk menjauhi seluruh larangan Allah. Artinya, di luar shalat pun dia siap sujud kepada
Allah, patuh kepada Allah tanpa keraguan sedikit pun.
Doktor tidak boleh melupakan hal penting. Di dalam Islam, rukun pertamanya adalah syahadat, bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Ketika seseorang mengatakan aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, artinya orang itu hanya akan beribadah kepada Allah saja. Dia hanya boleh sujud kepada Allah saja. Dia hanya boleh meletakkan keningnya ke tanah kepada Allah saja.
Selain kepada Allah tidak boleh. Dia hanya menjadi hamba Allah, hanya tunduk kepada Allah. Selain kepada Allah dia tidak boleh tunduk apalagi sujud.
Jadi kalau boleh saya berkata, saya ingin mengatakan sesungguhnya di atas muka bumi ini
yang paling merdeka adalah orang Islam. Sebab orang Islam hanya tunduk kepada Allah, hanya
menyembah kepada Allah. Umat Islam tidak menyembah sesama manusia, atau manusia yang
dianggap Tuhan. Umat Islam hanya sujud kepada Allah semata. Inilah cara ibadah para nabi dan rasul sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad.
Tidak ada cara ibadah yang lebih total menyembah Allah selain daripada Islam. Dan tidak ada kemerdekaan yang lebih merdeka selain daripada Islam. Doktor Anastasia boleh saja mengatakan, aku patuh dan tunduk kepada Tuhan, tapi Doktor masih merasa jijik saat diminta
Tuhan meletakkan kening ke tanah, sujud kepada Tuhan. Sekali lagi sujud kepada Tuhan, bukan sujud kepada makhluk ciptaan Tuhan. Apakah dia benar-benar ikhlas dan total menyembah Tuhan. Kepada Tuhan masih merasa jijik? Menurut saya, maaf, orang seperti itu masih
sombong, dia masih merasa setara dengan Tuhan, sebab ia tidak mau sujud kepada Tuhan.
Itu penjelasan secara teologis. Saya tadi menyampaikan bahwa ibadah kami, umat Islam adalah cara ibadah yang paling modern dan bisa dibuktikan secara ilmiah. Sudah banyak pakar
kesehatan yang meneliti seluruh gerakan shalat, dan hasilnya menakjubkan. Seluruh gerakan shalat membawa manfaat kesehatan yang menakjubkan bagi umat manusia. Bahkan waktu-waktu shalat itu sangat bermanfaat dalam mengatur irama proses-proses fisiologi dalam tubuh.
Kelima waktu shalat wajib sangat sesuasi dengan perubahan-perubahan biologis yang penting
dalam tubuh. Shalat yang dilakukan dalam tubuh bisa mengontrol keseimbangan enzim dalam tubuh, yang menjadikan tubuh selalu sehat. Dan pada gilirannya kesesuaian itu menjadikan shalat lima waktu sebagai conditional reflex yang berpengaruh seiring dengan perputaran waktu.
Saya tidak ingin menjelaskan semua bukti ilmiah. Hanya sebagian kecil saja. Langsung saja saya masuk pada sujud. Sujud yang menurut Doktor sangat menjijikkan dan primitif. Maaf, agaknya Doktor kurang banyak membaca di luar sejarah. Jadi pengetahuan Doktor hanya tentang teori sejarah. Itu pun Doktor tidak tahu sejarah ibadah para nabi dan rasul.
Kalau Doktor membaca buku-buku kesehatan populer saja, Doktor akan tahu bahwa gerakan
rukuk dan sujud sangat bermanfaat bagi kaum perempuan, khususnya perempuan yang sedang
hamil. Seringkah masalah utama perempuan hamil adalah kesulitan pencernaan yang membuatnya merasa kembung bahkan muntah.
Dengan izin Allah, shalat dapat mengatasi kesulitan pencernaan perempuan hamil ini. Rukuk dan
sujud akan menguatkan otot-otot dinding perut dan membantu perut dari kekerutan, sehingga
bisa menyelesaikan kerjanya secara maksimal.
Ada lagi gerakan-gerakan senam pada minggu-minggu terakhir kehamilan yang sama persis dengan gerakan rukuk dan sujud ketika shalat. Gerakan ini sangat penting dan berguna untuk mendorong janin agar tetap di jalur alaminya di dalam tulang pinggul, sehingga proses persalinan nantinya lancar dan normal.
Tidakkah Doktor pernah membaca, banyak orang Jepang yang menjatuhkan diri ke lantai lalu sujud ketika merasa tertekan dan stres.
Dengan sujud itu mereka merasa lebih segar dan lebih enteng kepalanya. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa sujud adalah salah satu rukun shalat umat Islam. Penelitian kedokteran modern
mengatakan, sujud bisa menjadi cara yang baik untuk menghilangkan kegelisahan dan kegundahan seseorang. Seorang Muslim ketika sujud akan merasakan hembusan angin ketenangan, dan belaian cahaya tauhid yang menyejukkan pikiran dan jiwa.
Terakhir saya ingin sampaikan apa yang pernah di katakan oleh Dr. Alexis Karel, peraih Nobel bidang kedokteran, 'Shalat menciptakan satu aktivitas yang menakjubkan di dalam system tubuh dan organ-organnya. Saya telah banyak melihat orang-orang sakit yang tidak berhasil di sembuhkan oleh obat-obat konvensional, namun shalat mampu menyembuhkan mereka secara
total. Shalat seperti logam rodium, sumber radiasi, dan pembangkit energi otomatik. Saya telah
menyaksikan sendiri efek shalat dalam mengatasi berbagai penyakit seperti TBC, radang tulang,
luka bernanah, kanker dan lain-lain.'
Itu yang bisa saya jelaskan Doktor. Memang sebaiknya kita tidak menghukumi sesuatu hanya
berdasarkan perasaan dan praduga tanpa dasar. Maaf, tanpa bermaksud menasihati, alangkah
baiknya jika Doktor Anastasia juga banyak membaca di luar teori-teori sejarah, agar wawasan
Doktor lebih luas lagi dan pandangan Doktor tidak terkesan sempit."
Panjang lebar Ayyas menjelaskan kebenaran yang ia yakini kepada Doktor Anastasia Palazzo.
Ia berusaha menjelaskan sedetil dan sehati-hati mungkin. Ia berharap Doktor Anastasia bisa
menerima penjelasannya. Ia juga berharap tidak ada satu kalimat pun dalam menjelasannya yang
akan menyinggung rasa keberagamaan Doktor Anastasia.
Sementara itu, Doktor Anastasia sama sekali tidak menyangka Ayyas akan memberi penjelasan
yang sedemikian gamblangnya. Ia merasa salut pada pemuda itu berikut kecerdasan yang
menyertainya. Toh begitu, ada juga yang mengganjal di hatinya. Ya, sindiran Ayyas kepadanya
sebagai orang yang kurang membaca, meskipun disampaikan Ayyas dengan ekstra hati-hati, sungguh membuat hatinya berselimut amarah yang terpendam dalam dada. Sebuah amarah yang biasa terbit kala seseorang disinggung kecerdasannya. Amarah yang mudah muncul dan mudah tenggelam. Amarah itu manusiawi menurutnya.
Meski amarah itu sempat menghinggapinya, Doktor Anastasia justru merubahnya menjadi "cambuk motivasi" untuk membaca lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi. Yang jelas, dia akan
mencari informasi yang detil seputar apa yang dijelaskan Ayyas. Apakah pemuda itu menyampaikan hal yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah ataukah ia hanya membual belaka alias cepukha, omong kosong.
Doktor Anastasia bangkit dari tempat duduknya.
Ia mengajak Ayyas kembali ke ruang Profesor Tomskii untuk berbincang-bincang tentang teori sejarah total. Besok-besok masih ada waktu. Di lain waktu yang lebih tepat ia akan menanyakan, kenapa umat Islam harus shalat dengan cara yang menurutnya primitif seperti itu.
Dan di lain waktu pula, ia akan kembali menanyakan banyak hal kepada Ayyas tentang Islam,
yang menurutnya primitif. Tentu dengan bekal pengetahuan yang lebih siap sebelumnya. Ayyas mengiyakan ajakan Anastasia. Mereka berdua meninggalkan stolovaya dengan saling memendam tanda tanya. Tanda tanya yang kelak, sangat mungkin kian menumbuhkan benih-benih kekaguman di antara mereka. Bepih-benih kekaguman jenis apakah itu? Hanya angin dingin kota Moskwa yang akan menjawabnya.

***

Tengah malam itu salju tidak turun, tapi udara di luar tetap sangat dingin. Linor duduk termanggu di depan pianonya dengan wajah suram. Ia tutup pintu kamarnya rapat-rapat. Entah kenapa ia merasa hidupnya terasa sangat hampa. Ia telah mendapatkan hampir semua yang ia inginkan.
Kebebasan hidup yang ia dambakan, ia sudah menggenggamnya. Sudah delapan tahun ia bebas
dari segala aturan kedua orangtuanya. Uang yang melimpah ia punya. Bahkan ia bisa keliling dunia tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun kalau ia mau.
Hidup dihormati banyak orang pun telah ia rasakan. Dengan kehebatannya bermain biola ia
sering dipuji orahg. Dan dengan keanggunan yang ia miliki saat bermain biola, ia bahkan pernah
menjadi istri seorang menteri muda Rumania, meskipun cuma satu tahun. Ia memilih cerai karena bosan hidup dengan banyak aturan dan tanpa tantangan. Kini kalau ia mau, ia bisa
menggaet bintang sepakbola paling cemerlang di Rusia. Hampir yang ia mau bisa ia dapatkan.
Tapi entah kenapa itu semua ia rasakan tidak ada artinya. Hidupnya terasa hampa dan kosong.
Linor menyentuhkan jari jemarinya pada tuts-tuts piano. Ia memejamkan mata. Sebentar kemudian ia memainkan Sonata Quasi Una Fantasia karya Beethoven. Ia terus memainkan piano itu sambil sesekali mengibaskan rambut pirangnya ke belakang. Linor hanyut dalam permainan musiknya seperti orang yang kesurupan. Ia berhenti memainkan piano setelah tubuhnya kehabisan tenaga karena kelelahan.
Linor berusaha mengangkat tubuhnya ke kasur. Ia menghempaskan tubuhnya begitu saja di
kasur nan empuk itu. Tubuhnya telah kehabisan tenaga karena letih dan lelah, tapi pikirannya
benar-benar tidak bisa tenang.
Ia harus membunuh lagi. Kali ini ia ditugasi langsung oleh Ben Solomon. Yang harus ia
bunuh adalah seorang gadis yang masih kuliah semester dua di MGU. Gadis itu bernama Rihem,
putri salah seorang diplomat Syiria. Jika Rihem mati, menurut Ben Solomon itu bisa berpengaruh pada hubungan Syiria-Rusia. Dan ia diminta agar pembunuhan gadis itu sebagai kejadian kriminalitas yang mengguncang dunia.
Linor sudah mengamati segala gerak-gerik gadis itu. Ibarat kata, di mana pun berada, bayangan
gadis tak pernah luput dari mata spionase Linor. Sungguh, baginya sangat mudah menyelesaikan
tugasnya. Masalahnya adalah, entah kenapa untuk kali ini dia tidak ingin membunuh. Gadis itu sedang menjadi kebanggaan ayah dan ibunya. Ia tahu itu. Gadis itu selain kuliah di MGU juga belajar musik di Moscow State Conservatory.
Dan ia telah melihat dengan mata dan kepalanya sendiri betapa berbakatnya gadis itu memainkan
biola. Ia sendiri mengakui dalam hatinya, kalau kemampuan biola gadis itu terus diasah, ia bisa kalah piawai dengannya. Dalam memainkan biola, gadis itu memiliki tiga elemen yang tidak dimiliki oleh semua orang; bakat, kecerdasan, dan ketekunan.
Sementara dirinya, hanya ditopang oleh kecerdasan dan ketekunan saja. Soal bakat, ia merasa tak memilikinya. Karena memang bakat itu sifatnya bawaan sejak lahir. Ia pemberian Tuhan yang tak bisa diirikan. Entah kenapa, biasanya ia tidak pernah memiliki belas kasihan kepada siapa pun. Tapi kali ini ia teringat dirinya beberapa tahun yang lalu.
Gadis itu mirip dirinya beberapa tahun yang lalu, ketika belajar bermain biola dengan di damping oleh ibunya. Ia tidak sampai hati membunuh gadis itu, karena membunuh gadis itu seolah ia membunuh dirinya sendiri. Akan tetapi, jika ia tidak melaksanakan tugasnya, ia sendiri akan dieksekusi oleh Ben Solomon atau agen lainnya. Tak ada pilihan baginya; membunuh gadis itu, atau ia mati dibunuh Ben Solomon. Bulu kuduknya tiba-tiba berdiri merinding.
Selain tugas itu, ia menghadapi masalah baru. Boris Melnikov, bos mafia Voykovskaya Bratva
yang terkenal kejam itu mulai mencurigainya sebagai pembunuh Sergei Gadotov. Sudah lebih
dari satu minggu Sergei Gadotov tidak memberi kabar. Tangan kanan Boris Melnikov itu seperti
hilang ditelan bumi.
Memang ada data bahwa Sergei mengirim sms kepada Vyonna yang tak lain adik Boris Melnikov, juga kepada Boris Melnikov. Tapi saat sms itu diterima Vyonna, gadis itu sedang bersama kakaknya berkunjung ke rumah sepupu mereka yang sedang ulang tahun. Jadi permintaan Sergei dalam sms itu yang minta Vyonna datang samasekali ditolak. Sejak itu Sergei
Gadotov tidak terdengar kabarnya. Nomornya sama sekali tidak bisa dihubungi.
Awalnya Boris Melnikov mengira, Sergei marah karena permintaannya untuk kencan bersama
Vyonna ditolak. Tapi setelah lebih dari satu minggu, ia merasa itu sangat tidak wajar. Sebab,
selama ini semarah-marahnya tangan kanannya itu, paling lama cuma dua hari. Setelah itu dia
akan datang lagi lalu kembali setia menjalankan tugas apa pun yang diberikan kepadanya. Boris
merasa ada yang tidak beres pada tangan kanannya.
Insting mafiosonya merasa, tangan kanannya itu telah dibunuh seseorang. Sebab, semua jaringan telah ia periksa dan samasekali tidak ditemukan jejak Sergei Gadotov. Hanya ada seorang
informan yang mengatakan, melihat Sergei Gadotov bersama seorang cewek mengendarai mobil BMV jenis SUV warna hitam. Informan itu pun tidak bisa memberitahukan detil nomor polisi mobil itu. Tapi dari informasi itu, Boris Melnikov lalu mengembangkan menjadi satu kecurigaan
kuat yang mengarah seseorang sebagai pelaku pembunuhan Sergei. Dan orang itu adalah Linor.
Linor sendiri berusaha setenang mungkin menghadapi tuduhan Boris Melnikov Dengan tanpa gentar sedikit pun dan tanpa ragu samasekali, ia mengatakan dirinya tidak ada urusan dengan Sergei Gadotov. Ia mengaku memang mengenal lelaki itu sebagai teman biasa yang hanya sesekali bertemu di Night Flight, Tverskaya. Linor mengaku sudah lama tidak bertemu
Sergei Gadotov.
Boris Melkinov tidak percaya pada penjelasan Linor, tapi ia tidak memiliki cukup bukti untuk
mengatakan Linor yang membunuh Sergei. Boris Melnikov terdiam seribu bahasa ketika Linor
dengan santai mengatakan, "Ada banyak orang yang memiliki SUV BMW hitam, kenapa harus
saya yang dituduh? Apa keuntungan membunuhnya bagi saya? Terus jika saya misalnya berniat membunuhnya, apa iya saya bisa mengalahkan tangan kanan Boris Melnikov? Coba gunakan
otak kalian!?"
Meskipun untuk sementara merasa aman, tapi Linor punya firasat pada akhirnya Boris Melnikov
akan menemukan bukti, atau paling tidak, benang merah yang tidak meragukan bahwa Sergei memang telah mati terbunuh. Dan pada akhirnya, Boris Melnikov akan sampai pada kesimpulan, yang membunuh adalah dirinya. Linor menghela nafas panjang, ia meratapi dirinya sendiri, kenapa setelah ia mendapatkan kebebasan yang sangat luar biasa, justru sampai pada cara hidup yang jauh dari ketenangan dan kebahagiaan. Setiap saat pikirannya hampa dan gelisah.
Linor tidak bisa memejamkan kedua matanya. Ia bangkit dan membuka laptopnya. Ia ingin iseng
melihat apa yang dilakukan oleh pemuda dari Indonesia itu di kamarnya. Apakah pemuda itu tidur dengan pulas tanpa merasa ada beban apa pun? Ataukah pemuda itu juga gelisah seperti dirinya?
Kalau pemuda itu gelisah, meskipun pemuda itu bukan seleranya sama sekali, mungkin ia bisa ke kamarnya atau ia bisa mengajaknya tidur di kamarnya. Orang gelisah ketemu orang gelisah bisa saling menguatkan.
Ia membuka laptopnya yang melihat apa yang dilakukan Ayyas. Nampaklah di layar laptopnya
Ayyas sedang sujud dalam shalatnya. Linor memerhatikan dengan seksama. Gadis berambut
pirang itu terus memerhatikan Ayyas sampai selesai salam. Setelah itu nampak wajah Ayyas
yang jernih duduk membaca kitab suci Al-Quran.
"Kelihatannya dia orang yang taat menjalankan agamanya!" Gumam Linor. "Akan aku coba, apakah setelah dia beribadah kepada Tuhannya masih tidak tergoda dengan Linor Lazarenko?"
Tubuh Linor yang sudah sangat letih itu tiba-tiba seperti bertenaga kembali. Iblis seolah
meniupkan tenaga ke dalam tubuhnya. Linor mengganti pakaiannya dengan pakaian yang jika
ia kenakan, maka ia akan memiliki sihir yang mampu meluluhkan iman lelaki mana pun.
Bahkan ia yakin malaikat pun jika memandangnya akan bertekuk lutut padanya.
Ayyas duduk dipinggir tempat tidurnya dengan mushaf ditangan kanannya. Kedua matanya tertuju sepenuhnya pada halaman mushaf. Bibirnya bergetar lirih melantunkan ayat-ayat suci. Hati dan pikirannya berusaha keras untuk terus mentadabburi ayat-ayat yang dibacanya, meskipun terkadang tiba-tiba pikirannya meloncat ke kejadian-kejadian yang dialaminya. Tiba-tiba sambil tetap membaca ia teringat pertama kali tiba di Moskwa, dan ia harus bertemu
dengan orang seperti Yelena dan Linor. Yelena yang kini masih terbaring di rumah sakit, dan
Linor yang datang dan pergi tidak pasti waktunya.
Meskipun sudah cukup lama bersama mereka, ia masih merasa bahwa mereka orang-orang yang
sama sekali tidak ia kenal, selain nama, wajah, dan profesi mereka. Siapa mereka sebenarnya, ia
merasa tidak mengenalnya. Ia mencari-cari pelajaran apa yang harus ia petik dari keberadaan dirinya bersama mereka. Ujian iman? Ia merasakan betul hal itu. Selama ini ia masih bisa kukuh
menjaga imannya.
Tetapi setan pasti akan terus mencari celah untuk mengalahkannya. Demi menjaga iman, ia sudah minta tolong kepada Pak Joko dan orang-orang yang ia kenal di KBRI untuk mencarikan tempat tinggal yang lebih baik lingkungannya. Sampai saat itu belum juga ada kabar dari mereka. Pak Joko masih menawarkan dirinya agar nanti tinggal saja di rumahnya setelah istrinya pulang ke Indonesia. Itu artinya ia masih harus tinggal di apartemen itu beberapa saat lagi. la tidak memiliki pilihan lain.
Tiba-tiba pikirannya berkelebat mengingat Anastasia Palazzo. Sudah banyak pertanyaan tentang Islam yang ditanyakan Doktor muda itu. Ia telah berusaha menjawabnya sebaik yang ia bisa. Ada satu dua pertanyaan yang hampir membuatnya marah, karena pertanyaan itu terasa konyol menurutnya. Tapi ia tahu tidak boleh marah kepada orang yang bertanya. Dan marah sama sekali tidak membuat sebuah pertanyaan akan terjawab dengan baik dan bijak. Ia merasa Doktor Anastasia masih akan banyak bertanya tentang Islam, tentang Indonesia, dan tentang Asia Tenggara padanya.
Terkadang saat dia sedang letih, terasa marah juga banyak ditanya ini dan itu. Tetapi setelah
terbiasa, akhirnya hal itu bisa menjadi diskusi yang panjang dan menarik. Ia pun tidak jarang
banyak bertanya tentang Rusia dan sejarah Asia Tengah. Pada akhirnya ia merasa, Doktor
Anastasia Palazzo tidak sebagai pembimbingnya, akan tetapi lebih sebagai teman diskusi tentang
sejarah dan peradaban umat manusia.
Beberapa kali Doktor Anastasia Palazzo mengundangnya datang minum teh ke apartemennya,
tapi ia belum bisa memenuhi undangan itu. Sebab undangan itu selalu bertepatan dengan keharusan dirinya menemui Imam Hasan Sadulayev di masjid Prospek Mira.
Ayyas terus membaca Al-Quran. Salju tidak turun, tapi udara di luar sangat dingin. Ayyas
menyatu bersama ayat-ayat yang ia baca. Di tengah usahanya untuk terus menyatu dengan isi
ayat yang ia baca, telinganya mendengar pintu kamarnya diketuk lirih. Ia tetap membaca dengan
suara lirih, pintu kamarnya kembali diketuk, kali ini agak keras dan suara seorang perempuan
memanggil namanya. Itu suara Linor. Ia bertanya dalam hati, ada apa Linor mengetuk pintu
kamarnya? Ada perlu apa?
"Ayyas, aku tahu kau mendengar suaraku. Tolong buka pintu, aku ingin bicara padamu!" Pinta
Linor dengan suara halus. Justru suara Linor yang halus itu yang membuat Ayyas curiga.
Sebab, selama ini Linor selalu berbicara keras dan sama sekali tidak ada halusnya padanya. Ayyas jadi merinding, Ayyas teringat apa yang dilakukan Linor dengan Sergei beberapa waktu yang lalu. Ia tidak mau mengambil risiko. Kalau ia membuka pintu kamarnya dan ternyata Linor
tidak menutup auratnya dengan benar dan ingin mengajaknya melakukan hal-hal yang tidak-tidak, ia merasa belum tentu kuat mempertahankan imannya. Maka Ayyas memutuskan untuk
tidak membuka pintu kamarnya samasekali. Pintu kamarnya kembali diketuk.
"Ayyas tolong buka pintu, sebentar saja, aku ingin bicara padamu penting. Aku tahu kau telah
terjaga dan mendengar suaraku. Ayolah, tolong buka pintunya!" Pinta Linor dengan suara yang empuk dan halus.
Ayyas tetap kukuh untuk tidak membuka pintu kamarnya. Ia punya firasat, jika ia membuka
pintu, ia akan melakukan sesuatu yang akan membuatnya menyesal seumur hidupnya. Maka ia tidak memedulikan suara Linor sama sekali. Ia anggap itu adalah suara setan yang ingin mengganggu kebersamaannya dengan ayat-ayat suci Al-Quran.
Di luar kamar Ayyas, Linor nampak kesal dan marah permintaannya sama sekali tidak digubris
oleh Ayyas. Bahkan Ayyas menyahut pun tidak. Linor kembali ke kamarnya, melihat layar
laptopnya, Ayyas masih tetap membaca Al-Quran. Linor benar-benar gemas dibuatnya. Ia yakin,
jika Ayyas mau membuka pintunya lima senti saja, maka ia akan membuat pemuda itu jadi
budaknya. Linor kembali mengetuk pintu kamar Ayyas, dengan sedikit lebih keras.
"Ayyas bukalah pintu, aku ingin bicara sebentar saja! Apa kau tidak punya telinga, hati dan
perasaan! Apa kau batu Ayyas? Aku tahu kau mendengar suaraku."
Ayyas hampir goyah ketika dirinya disamakan dengan batu jika tidak menjawab dan membuka
pintu kamarnya. Ia sempat hampir bangkit dan membuka pintu kamarnya. Ia akan menghadapi
Linor dengan tanpa rasa khawatir. Tetapi ia tidak jadi bangkit, ia malah ingin gadis itu marah dan
jengkel. Dalam hati ia berkata, "Kalau mau bicara besok saja. Kenapa harus malam-malam begini? Mengganggu orang lain saja!"
Ayyas tetap tidak membuka pintu. Ia merasa punya hak untuk itu. Ia punya hak untuk tidak
diganggu siapa pun, termasuk Linor.
Dan keinginan Ayyas langsung terwujud.
Linor benar-benar marah. Ia menggedor-gedor pintu kamar Ayyas dengan keras. Lalu mencaci maki Ayyas dengan perbendaharaan kata-kata yang kasar dan tidak semestinya diucapkan. Sebagian Ayyas paham, sebagian samasekali tidak paham karena cepatnya Linor mengucapkan. Ayyas tidak memedulikannya samasekali. Ia menganggap yang dilakukan Linor sama dengan
anak kecil yang marah karena orangtuanya tidak membelikan mainan yang dimintanya.
Tak lama kemudian, Ayyas mendengar suara pintu kamar yang dibanting keras. Lalu suasana
hening. Linor kembali ke kamarnya dengan wajah memerah penuh amarah. Sesekali matanya
melihat ke layar laptop, nampak Ayyas masih duduk dengan tetap membaca Al-Quran. Rasanya ia ingin mencakar-cakar dan merobek-robek wajah pemuda yang tidak mengindahkan dirinya
sama sekali. Ia sangat tersinggung. Baru kali ini ada pemuda yang diajak bicara pun tidak menjawab, diminta membuka pintu kamarnya sebentar pun tidak mau. Dengan gigi gemeretak Linor berjanji dalam hati akan memberi pelajaran yang penting pada Ayyas suatu saat nanti. Pelajaran yang takkan pernah bisa dilupakan Ayyas seumur hidupnya. Pelajaran apakah itu? Hanya Linor yang bisa menjawabnya.

***


Pagi itu, pukul sembilan kurang seperempat Ayyas sudah siap pergi ke kampus MGU. Ia akan
mampir ke rumah sakit sebentar, sekadar menengok keadaan Yelena. Sudah dua hari ia tidak
menengok Yelena. Sedikit memerhatikan Yelena yang sedang dirawat di rumah sakit baginya adalah bagian dari panggilan nurani kemanusiaannya.
Ia merasa lega Bibi Margareta bisa menenunggui Yelena sepenuhnya. Dan Yelena merasa seperti memiliki bibi yang menyayanginya. Dua hari yang lalu Yelena berkata padanya, mungkin ia akan mengajak Bibi Margareta untuk hidup menemaninya, dan kelihatannya Bibi Margareta akan merasa senang jika bisa hidup bersama Yelena. Paling tidak Bibi Margareta tidak akan hidup menggelandang lagi.
Ayyas keluar dari kamarnya. Ruang tamu sepi. Kamar Yelena jelas kosong. Dan kamar Linor tertutup rapat. Ayyas yakin Linor masih pulas di kamarnya. Ia hendak melangkah keluar.
Tiba-tiba berkelebat pikiran untuk membangunkan Linor sebelum ia pergi. Siapa tahu Linor
harus berangkat kerja. Kasihan kalau dia bangun kesiangan. Maka Ayyas mengetuk pintu Linor
pelan. Tak ada jawaban. Ayyas kembali mengetuk agak keras. Tak lama kemudian terdengar suara Linor.
"Ya. Ada apa?"
"Sudah hampir jam sembilan!"
"Kalau sudah hampir jam sembilan kenapa? Memang aku ada janji denganmu!" Sahut Linor
dari dalam kamar dengan nada jengkel.
"Ya tidak apa-apa. Maaf kalau mengganggu. Siapa tahu kamu harus berangkat kerja pagi hari.
Yang penting kamu sudah bangun. Baik aku berangkat dulu ya!"
"E..e., tunggu!" Sergah Linor dari dalam kamarnya.
Ayyas sudah terlanjur bergegas keluar. Ketika Linor membuka pintu kamarnya, Ayyas baru saja
keluar dan menutup pintu apartemen. Linor menjadi sangat jengkel dibuatnya. Linor merasa
dipermainkan oleh Ayyas. Pemuda itu seenaknya saja mengetuk membangunkannya lalu meninggalkannya pergi begitu saja.
Linor kembali menutup pintu kamarnya. Ia teringat sesuatu dan tersentak. "Sial, waktuku cuma sepuluh menit lagi!" Ia ada janji wawancara dengan Menteri Luar Negeri Swedia di Hotel Ukraina yang terletak di kawasan elite Pushkinkaya. Menteri itu akan ditemani istri dan dua pengawalnya.
Ia telah berjanji untuk memenuhi undangan makan pagi sang menteri bersama istrinya sambil melakukan wawancara. Seketika kejengkelan Linor pada Ayyas mengendur dan perlahan berubah menjadi rasa terima kasih. Jika Ayyas tidak membangunkan dirinya, mungkin dirinya masih molor di kamarnya. Dan bisa jadi ia baru akan bangun pukul sebelas atau dua belas. Artinya ia akan sangat mengecewakan Menteri Luar Negeri Swedia itu. Dan jika itu yang terjadi, ia akan gagal melaksanakan salah satu misi yang diberikan kepadanya oleh Ben Solomon, yaitu memasukkan nama beberapa ilmuwan Yahudi kepada menteri itu agar dipertimbangkan untuk meraih hadiah nobel.
Hadiah nobel harus digunakan untuk kepentingan Yahudi.
Dengan semakin banyaknya orang Yahudi yang menerima nobel, maka dunia akan semakin
percaya bahwa manusia yang otaknya paling cerdas adalah orang Yahudi. Dengan itu, klaim bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan adalah sah.
Linor hanya mencuci muka, lalu mengganti pakaiannya. Berdandan sedikit dan dengan
tergesa-gesa. Mengambil perlengkapan-perlengkapan jurnalistiknya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Lalu memakai pakaian musim dinginnya dengan cepat. Dan ia keluar
apartemen dengan setengah berlari. Sejurus kemudian ia sudah meluncur menuju kawasan
Puskinkaya, tujuannya adalah Hotel Ukraina.
Yelena dan Bibi Margareta sedang makan pagi ketika Ayyas tiba. Yelena nampak senang dengan
kedatangan Ayyas, demikian juga Bibi Margareta.
"Kau sudah makan, malcik?" Tanya Bibi Margareta yang kini sudah berpakaian sangat rapi
dan bersih. Siapa pun yang melihatnya tidak akan mengira kalau dia sebelumnya adalah seorang
gelandangan berpakaian kumal tanpa rumah tinggal tetap di Moskwa.
"Hari ini saya puasa, Bibi." Jawab Ayyas.
"O puji Tuhan. Kau orang yang taat beragama."
"Bagaimana keadaanmu Yelena?" Sapa Ayyas pada Yelena yang sedang menikmati sup Borsh
yang masih mengepulkan uapnya.
"Dokter Tatiana menjelaskan besok sore saya bisa pulang." Jawab Yelena dengan mata berbinar.
"Syukurlah."
"Saya ingin Bibi Margareta ini terus menemaniku. Dia akan aku ajak tinggal di apartemen. Satu kamar denganku. Bagaimana menurutmu? Apa kamu keberatan kalau Bibi Margareta masuk
kamar kita?"
"Sama sekali tidak. Justru itu sangat baik untukmu dan untuknya."
"Aku pikir juga begitu."
"Bahkan kalau kau mau. Kau bisa ambil kamar saya untuk Bibi Margareta."
"Maksudmu!?"
"Beberapa hari lagi saya mau pindah. Ada orang Indonesia, seorang guru di Sekolah Indonesia
Moskwa yang memintaku untuk tinggal bersamanya. Kamarku bisa dipakai Bibi Margareta,
sehingga kau tetap nyaman."
"Kenapa kau akan pergi secepat ini? Berilah aku kesempatan membalas kebaikanmu." Kata
Yelena agak sedih.
"Aku sudah bilang bahwa aku merasa tidak berbuat apa-apa kepadamu, selain aku hanya
melakukan sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Tuhan kepadaku."
"Jadi dasarmu adalah perintah Tuhan?"
"Ya. Di dalam Islam diajarkan, bahwa menyelamatkan satu nyawa anak manusia itu sama saja dengan menyelamatkan nyawa seluruh umat manusia. Allahlah sendiri yang mengatakan hal itu di dalam kitab suci umat Islam, yaitu Al-Quran."
Bibi Margareta menyela, "Ajaran yang sangat indah."
Ayyas tidak lama menjenguk Yelena, yang penting ia sudah tahu keadaannya. Tak lebih dari
sepuluh menit Ayyas duduk di kamar VIP tempat Yelena dirawat. Ketika Ayyas pamit Bibi Margareta nampak masih menginginkan Ayyas duduk dan berbincang-bincang di situ. Begitu
juga Yelena.
"Maaf, saya harus ke kampus sekarang. Masih banyak hal yang belum saya selesaikan. Kalau saya banyak menunda-nunda pekerjaan saya, saya tidak akan mendapatkan apa yang ingin saya
dapatkan." Ayyas tetap bersikukuh harus pergi.
"Baikah kalau begitu. Selamat jalan Bogatir! Tuhan menyertaimu!" Kata Bibi Margareta penuh
pujian dan doa.
"Ya selamat jalan, Bogatir!'"Yelena ikut menyanjung Ayyas seperti Bibi Margareta.
Ayyas yang disanjung malah menghentikan langkah. Sebab ia tidak tahu apa maksud mereka
berdua menyebutnya bogatir.
"Maaf, saya tidak paham. Apa itu Bogatir? Apa makna dan maksudnya?" Tanya Ayyas.
"Jelaskanlah Yelena!" Pinta Bibi Margareta.
"Bogatir adalah sebutan untuk ksatria zaman dulu yang sangat masyhur dalam folklor Rusia
dan keperkasaannya menjadi pujaan orang Rusia. Saya sendiri sekarang jarang mendengar sanjungan model ini. Tapi generasi Bibi ini menggunakannya secara luas. Dan itu sanjungan yang luar biasa. Ketika Bibi menyanjungmu begitu, saya rasa tepat." Jelas Yelena dengan wajah lebih cerah.
"Baik terima kasih atas pujiannya. Da svidaniya! (Sampai jumpa)” Kata Ayyas sambil melambaikan tangan dan bergegas pergi.
"Zhelayu uspekha!" (Semoga sukses) Sahut Yelena dengan senyum mengembang.

***


Tidak ada tanda-tanda Doktor Anastasia Palazzo telah datang ketika Ayyas memasuki ruang
Profesor Tomskii. Ruang itu tidak dikunci tapi pastilah Bibi Parlova yang membukanya.
Jika Doktor Anastasia Palazzo telah tiba, biasanya palto tergantung di salah satu sudut ruangan
itu. Ayyas langsung mengambil buku tentang sejarah hubungan diplomasi pemerintah Uni Soviet
dengan Iran.
Satu bulan setengah pertama di Moskwa memang ia jadwalkan untuk membaca literature sebanyak-banyaknya. Sesekali ia mencatat halhal penting dalam catatan kecil. Ia juga pasti
akan melakukan banyak wawancara dengan orang-orang yang pernah hidup pada zaman komunis Uni Soviet, utamanya zaman Lenin dan Stalin, jika masih ada sebagai saksi sejarah. Atau orang yang benar-benar tahu persis kondisi social pada masa itu. Imam Hasan Sadulayev berjanji akan banyak membantu.
Sampai pukul setengah dua siang Doktor Anastasia Palazzo belum juga datang. Ayyas sama sekali tidak menghiraukannya. Terkadang ia malah merasa lebih senang jika Doktor Anastasia
tidak datang menemuinya sehingga ia bisa lebih konsentrasi dan lebih banyak membaca.
Ayyas melihat jadwal waktu shalatnya. Hari ini Zuhur datang pukul 12.50, lalu Ashar pukul
14.31, Maghrib pukul 16.41, dan Isya akan tiba pada pukul 18.00. Berarti sudah tiba waktu shalat Zuhur. Ayyas tanpa ragu mengambil air wudhu lalu berdiri tegak takbiratul ihram dan hanyut dalam kenikmatan berdialog dengan Tuhan Yang Maha Pencipta.
Doktor Anastasia Palazzo telah duduk di sofa ketika Ayyas selesai shalat.
"Sebenarnya aku sudah sampai sejak pagi tadi. Begitu sampai aku dikontak Profesor Lyudmila
Nozdryova, untuk mendampinginya menemui tamunya, orang penting dari Yunani. Tamunya
itu tidak bisa bahasa Rusia, dan bahasa Inggrisnya kurang lancar. Aku terpaksa yang menjadi penerjemah, sebab tamu itu bicara dalam bahasa Yunani." Kata Doktor Anastasia pada Ayyas.
"Berarti semuanya sukses." Sahut Ayyas sambil bangkit dari duduknya di atas lantai.
"Puji Tuhan. Tapi masih ada satu masalah yang harus aku selesaikan. Di Fakultas Kedokteran
akan ada seminar tentang ketuhanan. Sampai kemarin soal pembicara tidak ada masalah. Dari
kalangan Islam kami minta seorang intelektual muda dari Kazan University. Sayangnya tadi pagi
ada telpon dari Kazan, dia tidak bisa karena dengan sangat mendadak harus terbang ke Timur
Tengah menemani kunjungan Mufti Rusia. Padahal seminar tinggal empat hari lagi."
"Saya ada kenalan seorang Imam lulusan Syiria kalau kau mau?"
"Boleh. Kau ada nomor kontaknya?"
"Ada."
"Coba saya minta. Biar saya hubungi sekarang juga. Namanya siapa?"
"Namanya Imam Hasan Sadulayev. Ini nomornya." Ayyas menyodorkan ponselnya yang menyala. Doktor Anastasia mencatat ke ponselnya lalu menghubunginya. Beberapa saat
kemudian terjadilah pembicaraan antara Doktor Anastasia dengan Imam Hasan Sadulayev. Wajah Anastasia nampak kurang cerah.
"Bagaimana?" Tanya Ayyas.
"Dia tidak bisa. Dia sudah ada jadwal penting yang tidak bisa digeser. Atau..." Tiba-tiba wajah
itu berbinar.
"Atau apa?"
"Kau saja yang jadi pembicara. Kau bisa. Bahasa Inggrismu bagus, bahasa Rusiamu juga lumayan. Dan kau sarjana dari Madinah. Yah, kau saja ya?"
"Jangan saya Doktor, yang lain saja kan masih banyak."
"Ini waktunya mendesak. Sudah, aku putuskan kau saja yang jadi pembicara menggantikan
intelektual dari Kazan University itu. Kau ingat, empat hari lagi seminarnya di Fakultas Kedokteran. Aku juga jadi pembicara di seminar itu. Jadi nanti kau ke sini dulu, kita berangkat ke sana bersama. Kau bisa nulis makalah?"
"Dokter ini sangat mepet waktunya."
"Baik tidak apa. Kalau kau bisa membuat makalah akan lebih baik. Temanya, 'Tuhan Bagi
Manusia di Era Modern."
"Baiklah."
"Spasiba balshoi. E, kau sudah makan siang?"
"Belum."
"Aku traktir makan siang di Yolki Palki mau?"
"Apa itu Yolki Palki?"
"Restoran di daerah Kropotkinskaya."
"Tidak, ah."
"Kenapa?"
"Letaknya jauh, akan banyak membuang waktu."
"Kita pakai mobil. Aku tahu jalan pintas."
"Maaf Doktor, saya tidak bisa. Saya ingin benar-benar menghemat waktu yang ada. Ayyas
mengucapkan kata-katanya dengan rasa percaya diri yang penuh dan tegas. Doktor Anastasia
Palazzo sedikit kecewa mendengarnya. Tapi ia segera menguasai dirinya dengan baik.
"Tak apa. Aku bisa memahami. Kalau begitu kita ke stobvaya seperti biasa?"
Ayyas hampir saya mengiyakan. Ia hamper lupa kalau dirinya sedang berpuasa.
"Maaf Doktor. Tidak juga ke stobvaya. Maaf, saya sedang puasa. Saya hampir lupa kalau saya
hari ini berpuasa."
"Oh ya sudah tidak apa-apa. Kau puasa apa?"
"Puasa untuk menjaga kesucian diri."
"Menjaga kesucian diri bagaimana?"
"Dari godaan syahwat dan godaan setan."
"Jadi puasa itu jadi semacam benteng di dalam jiwa dari godaan syahwat dan perbuatan jahat
begitu?"
"Kira-kira begitu. Apalagi saya masih muda. Pemuda normal yang belum menikah. Dan sekarang sering bertemu dengan perempuan Rusia yang Doktor tahu sendiri seperti apa perempuan muda Rusia. Kalau saya tidak membentengi diri dengan benteng yang kuat, iman saya bisa roboh, saya bisa melakukan dosa besar yang dilarang agama saya."
"Dosa besar itu apa misalnya?"
"Melakukan hubungan haram dengan lawan jenis, alias zina, misalnya."
"Jadi kau belum melakukan yang seperti itu sama sekali?"
"Saya berlindung kepada Allah dari zina.
Semoga sampai akhir hayat Allah menjauhkan saya dari perbuatan dosa itu. Saya ingin menjaga kesucian diri saya. Kalau pun melakukan hubungan dengan lawan jenis, saya ingin yang
berlandaskan kesucian, yaitu menikah. Dengan menikah saya ingin memuliakan istri saya, saya
ingin setia padanya sampai akhir hayat. Saya ingin menjaga kesuciannya. Saya berharap istri saya juga melakukan hal yang sama. Pernikahan itu menjadi hubungan saling mencintai dan
mengasihi yang ditaburi rahmat Allah. Dari percintaan yang harmonis dan indah itu saya ingin lahir anak turun yang juga bersih, dan terjaga kesuciannya. Maka saya berusaha mati-matian
menjaga kesucian saya, sebab saya ingin memiliki istri yang juga terjaga kesuciannya."
"Sampai sedetil itu, Islam mengaturnya?"
Iya.”
"Berarti kau sudah memiliki calon?"
"Dulu pernah, sekarang tidak."
"Maksudmu?"
"Dulu saya pernah melamar seorang gadis yang baik. Kami bertunangan. Kemudian suatu
hari gadis itu membebaskan saya dari ikatan pertunangan. Jadi statusnya, saya ini tidak lagi bertunangan dengannya."
"Apa gadis itu kini sudah menikah?"
"Saya tidak tahu."
"Kau mencintainya?"
"Saya telah berjanji untuk hanya mencintai perempuan yang menjadi istri saya. Siapa pun dia. Kalau ternyata yang menjadi istri saya adalah gadis itu, maka dialah orang yang akan saya
limpahi segenap cinta dan kasih yang saya miliki."
Hati Doktor Anastasia Palazzo bergetar mendengar ucapan Ayyas. Belum pernah ia mendengar kalimat yang sedemikian kesatria dari seorang pemuda mana pun sebelumnya. Tiba-tiba ia ingin menjadi seorang perempuan yang mendapat kemuliaan cinta dari seorang lelaki yang begitu menjaga cintanya seperti Ayyas.
Tetapi apakah masuk akal kalau dia mengharapkan Ayyas sebagai orang yang akan
melimpahinya dengan segenap cinta dan kasih yang murni itu? Bukankah ia berbeda keyakinan
dengan Ayyas? Tapi entahlah, di dunia ini serba mungkin-mungkin saja. Ia berdoa dalam hati,
suatu saat Ayyas bisa menaruh hati padanya.
Oo... tak hanya menaruh hati, tapi keyakinannya pun bisa sama dengannya. Akankah doa Anastasia dikabulkan Tuhan? Kita lihat saja nanti bagaimana sang waktu merekam perjalanannya.
Yang jelas, sampai saat ini Anastasia belum melihat tanda-tanda bahwa Ayyas menaruh hati
padanya. Kalau Ayyas sangat menghormati dirinya dan sangat menjaga sikap kepadanya, ia telah
membuktikan dan merasakannya. Itu ia rasa karena posisi dia sebagai orang yang dimintai Profesor Tomskii untuk membimbingnya.
Beberapa kali ia mengajak Ayyas makan malam di rumahnya juga belum pernah dipenuhi. Dan baru saja Ayyas menolak ajakannya untuk makan di Yolki Palki dengan alasan puasa. Itulah
kesimpulan Doktor cantik nan cerdas, Anastasia Palazzo saat ini. Entah esok nanti.
Melihat dan mengamati ketinggian pribadi Ayyas, kini dalam hati Doktor Anastasia terpantik sebuah asa di dalam dada; kalau ada seorang pemuda Rusia yang memiliki pandangan tentang kesucian cinta seperti Ayyas, ia pasti siap melabuhkan segenap cintanya pada pemuda itu. Sejak remaja ia telah berkenalan dengan banyak lelaki. Dan di matanya hampir semua lelaki yang ia kenal itu tidak bisa dikatakan sebagai lelaki yang setia. Budaya berganti-ganti pasangan telah melanda anak-anak muda Rusia saat ini. Yang ia cari bukan yang terbiasa gonta-ganti pasangan.
Ia mencari orang yang mau hidup dengan hanya saru pasangan, dan setia sampai mati. Persis
seperti yang dikatakan Ayyas. Adakah pemuda Rusia yang seperti itu? Kalau ada, di manakah dia sekarang?
Sejauh ini, sudah banyak lelaki terpandang yang melamar Doktor Anastasia untuk dijadikan
istri, tetapi belum ada satu pun yang ia terima, karena ia tahu mereka terbiasa gonta-ganti pasangan.
Ia tahu jika telah menikah dengan salah satu di antara mereka, lelaki yang menikahinya itu pasti, ya, pasti masih akan tidur dengan banyak perempuan selain dirinya. Itu hal yang sangat
dibencinya. Itulah tabiat lelaki Rusia. Dan karena itulah kenapa ia menolak semua lelaki yang
datang kepadanya.
Ia ingin lelaki yang setia padanya sampai tua, sampai ajal tiba. Maka wajarlah jika hatinya bergetar hebat ketika ia merasa mendapatkan konsep kesetiaan yang dahsyat itu dari mulut Ayyas. Kalau saja Ayyas tahu, bahwa saat ini, seluruh isi hati Doktor Anastasia dipenuhi pesona dirinya. Ah, kalau saja Ayyas tahu...
"Setelah sekian hari kau tinggal di Moskwa, maaf apakah ada terlintas di pikiranmu bahwa kau akan memperistri perempuan Rusia?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Doktor Anastasia. Ia sendiri agak kaget kenapa pertanyaan itu keluar begitu saja. Mengalir. Alami. Tanpa beban.
Tak hanya Doktor Anastasia yang kaget. Rupa-rupanya Ayyas juga kaget mendengar pertanyaan
itu. Namun ia segera menyembunyikan kekagetannya itu dalam palung hatinya dalamdalam.
Sungguh, sejak menginjakkan kaki di Moskwa, ia samasekali tidak berpikir tentang jodoh. Yang ia pikirkan adalah bagaimana melakukan penelitian dengan baik dan secepat mungkin menyelesaikan tesisnya.
Adapun jodohnya, ia berharap tetaplah Ainal Muna, penulis muda sarat prestasi yang berwajah
manis itu. Tetapi masalah jodoh sebenarnya sudah diatur Allah, Siapakah yang kelak akan jadi
istrinya kalau ia berumur panjang, juga sebenarnya telah tercatat di Lauhul Mdhfudh. Maka ia
merasa tidak perlu menanggapi pertanyaan Doktor Anastasia itu dengan sangat serius. Ia malah
menjawabnya dengan bercanda,
"Sebenarnya saya tidak pernah berpikiran menemukan jodoh saya di sini. Jodoh saya sudah
diatur Tuhan. Kalau Tuhan menentukan jodoh saya ternyata adalah perempuan Rusia yang cerdas, setia dan menjaga kesucian, seperti Doktor Anastasia kenapa tidak? Hahaha!"
Jawaban Ayyas membuat merah wajah Doktor Anastasia. Ia merasa tersanjung. Namun, Doktor
Anastasia bukanlah gadis remaja yang tidak menguasai dirinya. Ia langsung tersenyum dan
berkata,
"Jadi kau menilai aku sebagai perempuan yang cerdas, setia dan menjaga kesucian?"
"Begini Doktor, di dalam kaidah hokum Islam, ada kaidah yang berbunyi al ashlu baqau ma kaana ala maa kaana. Maksudnya, hukum sesuatu itu pada pokoknya dilihat dari asalnya.
Seorang gadis pada asalnya adalah cerdas, sebab ia adalah manusia yang diberi akal. Pada asalnya adalah setia, sebab setia adalah salah satu watak utama nurani manusia. Dan pasti pada asalnya dia suci, sebab semua manusia pada asalnya lahir dalam keadaan suci. Ini konsep Islam. Mungkin berbeda kalau dalam konsepnya agama Nasrani yang Doktor peluk.
Menurut kaidah hokum Islam, selama kita tidak menemukan hal-hal yang merubah dari hukum asal, maka yang dipakai adalah hukum asalnya. Karena selama ini saya tidak melihat misalnya Doktor Anastasia berzina atau melakukan perbuatan cabul dan yang sejenisnya, ya saya anggap Doktor masih menjaga kesucian. Kecuali kalau di kemudian hari ada fakta dan kenyataan yang lain, maka penilaian itu bisa berubah."
"Kau ternyata bisa lebih bijak dari Aristoteles. Alangkah bahagianya gadis yang kelak menjadi
istrimu." Sanjung Doktor Anastasia tulus, tanpa pretensi.
"Siapa pun dia yang jadi istriku, semoga kelak aku bisa membahagiakannya, dan menggenggam
tangannya erat-erat memasuki pintu surga, tempat paling indah untuk orang-orang yang memadu cinta semata-mata karena mencari ridha Allah Subhanahu Wa Taala."
"Semoga Ayyas," sahut Doktor Anastasia,
"Dan semoga yang kelak menjadi istrimu itu adalah aku, Anastasia Palazzo," lanjutnya dalam
hati. Seuntai senyum terbersit dari bibir Doktor Anastasia. Senyum yang manis sekali, yang hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang mencintai dengan hati. Sayang, Ayyas tak melihat senyum itu. Ia sedikit menundukkan wajahnya untuk menjaga pandangan.

Malam baru datang, tapi Bibi Margareta telah tertidur di sofa dengan tubuh terlentang. Perempuan tua bertubuh gemuk itu mendengkur pelan.
Yelena duduk tak jauh dari Bibi Margareta. Wajahnya telah cerah seperti sedia kala. Ia sudah
tidak lagi diinfus, dan menurut keterangan perawat ia hanya tinggal minum obat tiga kali saja.
Dan besok siang ia bisa pulang ke apartemennya, tak perlu menunggu sore tiba.
Yelena berdiri lalu bergegas ke kamar mandi. Setelah gosok gigi, ia melihat wajahnya lekat-lekat.
"Berterima kasihlah pada pemuda itu. Kalau bukan karena pemuda itu kau sudah jadi bangkai
yang membusuk dan terkubur entah di mana."

Kemudian Yelena berpikir, apa yang harus ia lakukan untuk membalas jasa pemuda itu kepadanya. Ia ingin menghadiahi pakaian yang bagus, atau sepatu yang bagus, tapi ia merasa itu
sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan jasa pemuda itu menyelamatkan dirinya. Pikirannya
terus berkelebat ke sana kemari mencari cara yang tepat membalas budi kebaikan pemuda Indonesia yang telah menolongnya. Beberapa saat lamanya ia berpikir, ia tidak juga menemukan hal yang merasa membuatnya lega dan puas. Ia berpikir untuk minta pendapat Bibi Margareta atau Linor saja. Yelena lalu kembali duduk di sofa tak jauh dari Bibi Margareta yang lelap dalam tidurnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar