Minggu, 30 Maret 2014

Bumi Cinta (Part 8)

Demikianlah! Maka selamanya manusia tidak akan dapat mencapai batas itu. Ilmu pengetahuan
tidak dapat mendeteksi kapan persisnya gempa terjadi. Kalau pun bisa mendeteksi, tetap saja ilmu pengetahuan tidak dapat menolak terjadinya gempa. Demikian pula untuk selamanya manusia tidak akan melepaskan diri dari ketuaan dan kematian. Kenyataan ini menyadarkan dia sebagai makhluk lemah. Membawa dia kepada keyakinan akan adanya suatu Dzat yang kuasa sepenuhnya, yang dapat mengobati segala penyakit.
Yang dapat menghidupkan dan mematikan. Yang tidak terbatas kekuasaannya. Tidak terpengaruh oleh waktu. Yang kekal abadi tidak terkalahkan oleh kematian, sebab Dialah pencipta kematian. Dialah Tuhan! Dialah Allah,Tuhan seru sekalian alam.
Jadi hanya orang gila yang mengatakan Tuhan telah mati atau telah sirna. Sebagaimana sejarah mencatat Nietzsche pada akhirnya adalah gila. Dia mati mengenaskan dalam keadaan gila! Tak ada yang membantah kenyataan ini. Maka agar kalian tidak gila, kalian jangan mengikuti
Nietzsche!"

Mendengar penjelasan Ayyas, peserta seminar terpana. Semuanya disihir suara Ayyas yang
runtut dan lantang.
"Dan camkanlah wahai hadirin sekalian yang saya hormati," Ayyas melanjutkan penjelasannya
sebelum menutup kalimatnya,"camkanlah baik-baik, dan ini yang terpenting untuk kita renungkan bersama. Camkanlah! Benar bahwa beberapa waktu yang lampau, si Gila Nietzsche
mengatakan, TUHAN TELAH MATI. Sekali 1agi dia mengatakan, TUHAN TELAH MATI.
Saat berkata, TUHAN TELAH MATI, NIETZSCHE MASIH HIDUP. Tapi hari ini, saat kita seminar di sini, bukti ilmiah telah kita saksikan, ketahui dan rasakan sendiri, bahwa hari ini, NIETZSCHE TELAH MATI, SEDANGKAN TUHAN MASIH HIDUP DAN MELIHAT KITA SEMUA. Bahkan Tuhan masih melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita semua di sini, tak terkecuali kepada Victor Murasov yang terang-terangan menghina dan mengingkari-Nya!"
Tepuk tangan hadirin semakin bergemuruh. Para panelis ikut bertepuk tangan, tanda setuju, kagum dan terpana pada kalimat Ayyas yang begitu menukik, lugas, tegas, dan... garang! Doktor
Anastasia Palazzo paling keras tepuk tangannya. Pakai berdiri segala. Dan tanpa dikomando, seluruh peserta seminar ikut bertepuk tangan dan berdiri mengikuti Doktor Anastasia Palazzo.
Standing aplous yang panjang! Hanya Victor Murasov yang tidak bertepuk tangan. Ia nampak
salah tingkah, akhirnya ia ikut berdiri dan bertepuk tangan juga, meski itu pelan dan terpaksa.
Sementara Ayyas semakin bersemangat mendapat apresiasi luar biasa seperti itu. Ia sama sekali tak menduganya. Ia tak mau menyianyiakan momentum yang dahsyat itu. Ia segera menutup kalimatnya dengan ujung puisi yang dibaca dengan lantang dan bertenaga. Persis, seperti saat ia membaca puisi di ajang pengucapan puisi tingkat dunia atau worldpoetryreading, yang pernah diikutinya di Kuala Lumpur, Australia, Belanda dan Jerman,
"Sekarang ia mengaum bagai hewan buas Sebentar kemudian bagai anak kecil Ia merengut kelu."
Begitu Ayyas menyelesaikan huruf terakhirnya. Hadirin semakin bergemuruh. Ruangan itu bergetar. Forum itu sepenuhnya milik Ayyas. Ia telah menaklukkannya dengan sempurna.
Standing aplous semakin panjang. Hati Anastasia Palazzo bergetar hebat. Doktor muda itu sampai berkaca-kaca. Yang paling merasa kerdil dan ditelanjangi saat itu adalah Viktor Murasov. Hatinya sangat marah pada makhluk yang bernama Ayyas, yang entah datang dari mana tiba-tiba membuatnya bagai anak kecil yang merengut kelu.
Seminar berjalan hangat-hangat panas, namun lancar, dan hidup. Banyak pertanyaan ditujukan
kepada Ayyas, dan Ayyas menjawab satu per satu pertanyaan yang diajukan padanya dengan baik. Viktor Murasov tidak lagi berani mengaum penuh percaya diri. Ia penuh perhitungan
menyampaikan kata-katanya. Mentalnya telah habis dibabat Ayyas yang datang sebagai pembicara dengan tanpa beban apa pun.
Ketika seminar selesai. Ayyas berdiri hendak meninggalkan tempat duduknya. Dan tanpa ia duga sama sekali. Doktor Anastasia Palazzo, memeluk dan mencium pipi kiri dan pipi kanannya dengan sangat cepat.
Kejadian itu terjadi begitu saja dengan sangat cepat. Kecepatannya, bisa jadi melebihi kecepatan
kereta api paling cepat di dunia. Ayyas sama sekali tidak punya kesempatan menghindar apalagi mencegahnya. Tahu-tahu, bibir Anastasia sudah mendarat di pipinya. Beberapa orang mengabadikan kejadian itu. Ia sangat malu dan marah. Ia ingin marah sejadi-jadinya pada Doktor
Anastasia, tapi ratusan orang yang masih ada di situ sedang memerhatikannya. Setelah menciumnya, dengan sesungging senyum penuh arti, Doktor Anastasia mengeloyor pergi begitu saja.
Sementara itu, Prof. Dr. Lyudmila juga mencium pipi kanan dan pipi kiri Viktor Murasov. Bagi
orang Rusia, itu ciuman yang biasa saja, tidak ada istimewanya. Tapi bagi Ayyas, itu sungguh
suatu petaka yang tidak diinginkannya. Petaka yang akan terbawa hingga ke akhirat sana. Sebab,
Anastasia samasekali tidak halal baginya. Anastasia bukan istrinya, juga bukan mahramnya.

***


Malam itu, Ayyas tidak bisa tidur. Ciuman Anastasia Palazzo terus terasa di pipinya. Bahkan
masih terasa hangatnya di seluruh syaraf dan hatinya. Kejadian tadi siang benar-benar membuatnya gelisah. Itu adalah untuk pertama kalinya ia dicium oleh seorang perempuan yang bukan mahramnya. Ia tidak merasa bahagia, tapi ia malah merasa berdosa.
Ia merasa tidak hanya pipinya yang ternoda, tapi seluruh tubuhnya ternoda. Sebab, ia merasakan
seluruh tubuhnya langsung bergetar saat Anastasia tiba-tiba menceploskan ciumannya begitu cepat. Dan ia merasa bahwa itu adalah getaran dosa.
Ia berharap, perempuan bukan mahram yang pertama kali menciumnya adalah istrinya. Ya, istrinya yang sah. Dan ia berharap, yang jadi istrinya adalah Ainal Muna yang pernah dipinangnya.
Begitu selesai masternya, ia akan kembali mendatangi Ainal Muna, dan ia berharap gadis itu tetap setia menunggunya. Meskipun ciuman Anastasia itu bukan karena keinginannya, dan mendarat begitu saja tanpa bisa ia antisipasi sebelumnya. Toh, Ayyas tetap saja merasa dirinya
tidak suci lagi. Sudah ada yang menodai dirinya, yaitu gadis Rusia bernama Anastasia.
Ia merasa telah mengkhianati Ainal Muna dengan tidak sengaja. Ia tidak bisa membayangkan
jika Muna melihat kejadian itu, pasti Muna akan sangat cemburu. Sama seperti dirinya jika melihat Muna tiba-tiba dicium oleh lelaki lain yang Muna juga tidak mengharapkannya seperti dirinya, ia tetap akan cemburu.
Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah dirinya masih layak menjadi pendamping Ainal Muna.
Dirinya yang selama ini hidup di Moskwa, satu apartemen dengan Yelena dan Linor. Dirinya
yang pernah melihat aurat Linor saat berbuat zina seperti binatang jalang dengan Sergei. Dirinya
yang pernah melihat Yelena yang seringkah berpakaian terbuka di ruang tamu apartemen.
Meskipun semua itu tidak ia inginkan, dan sama sekali tidak ia nikmati. Apakah dirinya yang
penuh dosa ini tetap layak mendampingi Muna. Ayyas meneteskan airmata. Ia teringat firman
Allah yang menegaskan, lelaki yang buruk untuk perempuan yang buruk dan lelaki yang baik untuk perempuan yang baik. Ia beristighfar berkali-kali.
Ia lalu bangkit, mengambil wudhu, dan shalat. Dalam sujudnya ia menangis sejadi-jadinya kepada Allah. Ia meminta agar dosa-dosanya diampuni semuanya, dan agar ia diberi kekuatan
untuk terus istiqamah mengamalkan ajaran Islam yang mulia.
Tidak ada kesejukan yang ia rasakan dikala susah dan gelisah, melebihi sejuknya jiwanya tatkala menangis dalam sujud kepada Allah Yang Maha Mengampuni segala dosa hamba-Nya.

***

Di apartemennya yang terletak tak jauh dari Galeri Tretyakov, Anastasia Palazzo juga tidak bisa tidur malam itu. Gadis yang sudah meraih gelar doktor itu tiduran di atas kasurnya sambil tersenyum sendiri. Ia merasa bahagia memiliki keberanian itu. Ya, keberanian mencium pemuda
yang dikaguminya, yaitu Ayyas.
Meski mendarat dengan cepat, itulah ciuman yang ia lakukan dengan penuh kesadaran akal
pikirannya. Itulah ciuman yang ia lakukan dengan sepenuh jiwa dan perasaan. Ia merasa tidak pernah melakukan ciuman sesadar dan sepenuh jiwa seperti itu.
Dulu, ketika masih sekolah di sekolah menengah, ia pernah memiliki teman lelaki yang sangat akrab, yang kemudian menjadi kekasih hatinya. Ia pernah berciuman dengannya. Tetapi itu adalah ciuman cinta monyet. Ia merasa saat itu tidak melakukan ciuman dengan segala kesadaran, akal sehat, dan sepenuh rasa.
Tadi siang, ia telah mencium pemuda itu dengan penuh kesadaran, dengan sepenuh jiwa dan cintanya. Dan meski dilakukan dengan ekstra cepat, ia yakin akibat yang ditimbulkannya tidaklah biasa. "Entah apa yang dirasakan Ayyas sesudah kucium dengan sepenuh jiwa. Aku yakin ia akan mengingatnya sepanjang masa," gumamnya dalam hati. Gumam kebahagiaan tiada tara, yang hanya diketahui oleh dirinya dan Tuhan Sang Pencipta manusia.
Amboi, sengaja memang Ananstasia melakukan ciuman itu dengan cepat, agar Ayyas tidak punya kesempatan berpikir menolaknya. Ketika ciumannya telah dirasakan Ayyas, Anastasia sangat yakin Ayyas akan terus mengingatnya, tidak akan melupakannya. Ia juga yakin, malam ini Ayyas takkan bisa tidur karenanya.
Ia yakin akan itu semua, karena ia merasa telah menciumnya dengan sepenuh jiwa. Kata seorang
filsuf, sesuatu yang datangnya dari jiwa akan sampai ke jiwa, dan akan diterima oleh jiwa.
Ia akan melihat kebenaran apa yang ia yakini besok pagi, ketika bertemu dengan Ayyas. Jika
pemuda itu bertemu dengannya dengan muka dan tingkah laku biasa-biasa saja, seolah tidak ada sesuatu, maka keyakinannya itu salah. Pemuda itu hanya menganggap ciumannya tak ada arti
istimewanya, itu sama dengan ciuman yang dilakukan banyak orang ketika bertemu dengan
teman atau kerabatnya.
Tetapi jika Ayyas menjadi gugup dan kikuk padanya, dan mukanya memerah saat berhadapan
dengannya, maka ia bisa memastikan, ciumannya memberikan pengaruh yang kuat dalam jiwanya. Dan ia akan merasa tidak sia-sia memberikan ciumannya.
Anastasia kembali tersenyum. Senyum kemenangan yang tak terperikan. Ia kembali teringat dialognya dengan Ayyas di stolovaya itu. Saat ia menceritakan semua masalahnya berkenaan
dengan ibunya yang datang memintanya menikah dengan Boris Melnikov. Ia teringat bagaimana
Ayyas begitu menganggap remeh masalahnya. Ia ingat betul dialog itu.
"Menurutku masalah Doktor sangat remeh, bukan masalah besar?" Kata Ayyas dengan tenang,
santai dan tanpa beban.
"Masalah yang remeh? Apa maksudmu?"
"Doktor hanya perlu menikah segera dengan lelaki yang Doktor pilih, maka masalah Doktor
selesai. Ibunda Doktor tidak akan meminta hal yang macam-macam dan si Boris Melnikov dan keluarganya juga tidak akan macam-macam. Ibunda Doktor meminta Doktor menikah dengan A atau B atau C, itu karena melihat Doktor tidak juga menikah, dan belum memiliki pilihan yang jelas. Itu masalahnya."
"Jadi aku harus menikah?"
"Ya untuk kasus Doktor, saya katakan, menikahlah sebelum Anda dipaksa menikah!"
"Jadi begitu menurutmu?"
"Ya." Ayyas menjawab dengan tegas.
"Ya, aku akan segera menikah. Dan aku akan minta engkau menikahiku, agar semua orang di
dunia tahu, aku sudah punya suami. Sehingga tidak ada lagi yang menggangguku. Ibuku tidak
akan bingung lagi mencarikan jodoh. Dan Boris Melnikov tidak akan mengharapkan lagi aku
menjadi istrinya. Sebab aku sudah punya suami!"
Gumam Anastasia pada dirinya sendiri dengan mata berbinar-binar.
"Bagaimana kalau pemuda itu tidak mau?"
Tiba-tiba ada suara dari relung hatinya yang lain.
"Ah aku tidak percaya kalau dia tidak mau. Bukankah dia yang pernah memuji diriku dengan
mengatakan, diriku ini memiliki perpaduan kecantikan Tsarina Rusia dan wibawa Kaisar Roma. Dia bahkan mengatakan, jika aku gugup mukaku memerah, sehingga kecantikan tsarina tercantik pun lewat. Aku sangat yakin dia pasti diam-diam telah jatuh hati padaku!" Gumam Anastasia dengan bangga pada dirinya sendiri.
Anastasia merasa malam itu terasa indah, sangat indah malahan. Sehingga ia susah memejamkan mata. Ia ingin pagi hari segera tiba, sehingga ia bisa segera bertemu dengan pemuda yang memiliki karakter yang memikat hatinya itu. Ia ingin segera bertemu Ayyas, dan menyampaikan
apa yang ia rasakan dengan penuh kejujuran. Ia tidak ingin menutup-nutupi apa yang dirasakannya.


***
Ketika pagi datang, orang yang lalai akan berpikir apa yang harus dikerjakannya. Sedangkan orang yang berakal akan berpikir apa yang akan dilakukan Allah kepadanya." Kata-kata Ibnu
Athaillah itu kembali berdengung-dengung di telinganya begitu ia terbangun dari tidurnya.
la melihat jam. Ia beristighfar. Waktu untuk melaksanakan shalat Subuh tinggal seperempat jam saja. Jika tidak cepat-cepat ia bisa kehilangan waktu yang penuh barakah itu. Tadi malam, ia
akhirnya baru bisa tidur menjelang pukul tiga dini hari. Ia merasa Allah menolongnya dengan
tetap bisa bangun dan masih bisa mengerjakan shalat Subuh tepat pada waktunya, meskipun kali
ini tidak di awal waktu.
Usai shalat Subuh, seperti biasa, ia membaca Al-Quran, zikir pagi, dan kali ini membaca kitab
kecil tipis berjudul "NahwalMdaali" yang ditulis dengan bahasa yang indah oleh Syaikh
Muhammad Ahmad Al Rasyid. Ada sebuah sajak yang indah di sana:

Kuatkan ikatan tekad
angkat tinggi-tinggi bendera harapan
berjalanlah menuju Allah dengan sungguh-sungguh, tanpa lelah
jika rasa lemah menyerangmu
isi jiwamu dengan kekuatan Al-Quran
libas nafsumu, jangan kasih ampun
nafsu selalu mengajakmu menuju kebinasaan.

Sajak pendek itu seolah memberinya harapan dan kekuatan. Ia harus tegas menguatkan tekad.
Ia harus kembali mengangkat bendera pengembaraannya menuju Allah. Ia tidak boleh lemah
hanya karena ciuman seorang Anastasia. Dan ia tidak boleh memberi ampun sedikit pun kepada
hawa nafsunya. Ya hawa nafsunya yang telah membuat seluruh syarafnya bereaksi ketika dicium
oleh seorang Anastasia Palazzo. Ia langsung menguatkan azam dan berjanji akan melibas habis nafsu yang hendak melemahkan jiwanya dan menyeretnya ke jurang kebinasaan.
Langkah pertama kali yang ia tempuh adalah tidak memberi harapan sedikit pun kepada nafsunya untuk mengindera segala hal yang berkaitan dengan Anastasia. Jika ia memberikan satu lubang jarum saja kepada nafsunya untuk mengindera segala hal yang ada hubungannya dengan
Anastasia, ia merasa nafsunya akan menang dan ia akan melemah kalah.
Sebab, ciuman itu, meskipun tidak ia harapkan dan sama sekali tidak ia duga, telah meninggalkan virus yang kini masih bercokol di dalam hatinya. Dan istighfarnya yang beratus-ratus kali itu, ia rasakan belum mampu membersihkan virus tersebut di dalam hatinya. Tak ada jalan lain untuk selamat baginya kecuali ia harus melibas habis nafsunya, tanpa ampun.
Ayyas terus membaca baris demi baris dan halaman demi halaman buku tipis itu. Hari ini ia
menjadwalkan untuk menghabiskan buku itu. Setelah itu ia akan membaca ulang kitab Adabud
Dunya Wad Din yang tulis oleh Imam Al Mawardi. Ia rindu sekali membaca kitab itu.
Kitab yang memang ia siapkan untuk menemaninya selama di Moskwa. Ia rindu pada nasihat
dan pendapat brilian pakar fikih yang bijaksana itu.
Pagi itu sampai agak siang Ayyas tidak keluar dari kamarnya. Ia asyik membaca. Ketika alarm
di ponselnya berdengking-dengking, ia menutup bukunya dan bangkit shalat. Itu adalah waktunya shalat Dhuha. Setelah itu ia kembali membaca.
Ketika ia merasa agak jenuh, ia melakukan olahraga ringan di kamarnya. Ia melakukan olah
pernafasan, lalu sedikit memainkan jurus Thifannya. Ia sama sekali tidak sadar, ada kamera yang
memantaunya, dan ada sepasang mata yang melihat kegiatannya.
Ketika sedang asyik berolahraga dengan memainkan jurus-jurus bela diri yang dikuasainya, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Ia menghentikan kegiatannya dan membuka pintu kamarnya. Wajah perempuan tua yang gemuk muncul di hadapannya.
"Kau pasti belum makan pagi. Ayo makan bersama kami. Aku sudah siapkan teh panas, sup
borsh, kentang rebus, dan cyorni khleb (roti hitam). " Bibi Margareta berbicara dengan wajah
cerah, dan matanya.yang kebiruan Nampak berbinar.
"Dengan senang hati, Bibi." Jawab Ayyas. Bibi Margareta kemudian melangkah mengetuk pintu kamar Linor. Ia juga menawarkan hal yang sama pada Linor. Nampaknya Linor juga tidak
keberatan. Ayyas membersihkan mukanya, dan merapikan pakaiannya lalu keluar kamar. Linor
juga keluar dari kamarnya, dengan pakaian yang sopan. Kaos lengan panjang berwarna coklat
muda, dan celana santai berwarna putih gading. Linor berwajah cantik, hanya saja nampak dingin dan keras. Jika ia membuang tampang dingin dan kerasnya itu, maka mukanya adalah jenis muka yang sangat sedap dipandang siapa saja.
"Bibi Margareta, Mana Yelena?" Tanya Linor datar.
"Masih di kamarnya, mungkin masih mandi." Jawab Bibi Margareta.
"Apa dia sudah benar-benar pulih?" Tanya Ayyas.
"Aku rasa dia sudah benar-benar pulih. Hanya tangannya yang patah itu kelihatannya masih
merasakan sedikit sakit. Ia sering mengeluh tentang tangannya yang patah."
"Aku rasa tangannya sebentar lagi pulih. Ia ditangani dokter bedah tulang terbaik yang biasa
menangani para pemain Spartak jika cedera patah kaki atau lainnya." Sahut Linor.
"Kau tidak kerja hari ini?" Tanya Ayyas pada Linor.
"Satu jam lagi aku berangkat. Aku ada rapat redaksi."
"Kantormu di mana letaknya?"
"Di daerah Leninsky Prospekt. Ada gedung berarsitektur metropolis, terlihat banyak kaca dan
tiang-tiangnya dilapisi stainless itu kantor saya. Kau sudah baca koran hari ini?"
"Belum. Kau sudah?"
"Belum juga. Cuma aku sudah membaca sebagian besar headline koran di internet. Seminarmu
kemarin dimuat di beberapa koran. Koran Pravda sangat menyanjung kamu, dan mengkritik habis Viktor Murasov."
"Seminar kemarin memang layak jadi berita besar," tiba-tiba Yelena menyahut dari depan
pintu kamarnya. Ayyas tidak melihat kapan Yelena membuka pintu dan keluar dari kamarnya. "Victor Murasov yang diidolakan banyak anak muda itu samasekali tak berkutik. Bintangnya kalah terang dengan bintangmu."
Lanjut Yelena sambil memandang Ayyas.
"Bibi, kau masih sibuk apa di dapur?" Yelena berkata lagi.
"Ini, membuat omelet." Sahut Bibi Margareta.
"Cepatlah sedikit Bibi, ayo kita makan bersama." Kata Yelena.
"Kalian duluan saja. Mulai saja."
"Ayo kita mulai." Pelan Yelena.
Yelena mengambil cyorni khleb atau roti hitam dan menyantapnya dengan sup borsh.
Linor memasukkan sekerat kentang rebus ke mulutnya.
Ayyas menyendok sup dari mangkuk kecil di hadapannya dan menyeruputnya pelan. Sup itu memang khas Rusia. Diseruput saat masih panas di musim dingin sungguh nikmat.
"Kelihatannya kau sangat mengusai filsafat dan sejarah filsafat?" Gumam Linor sambil
memandang Ayyas.
"Hanya pernah belajar saja." Jawab Ayyas.
"Argumentasimu kemarin semakin membuatku percaya bahwa Tuhan itu ada. Selama ini aku meyakini seperti yang diyakini oleh Viktor Murasov. Dia termasuk orang yang pikiran-pikirannya aku gemari, tetapi ternyata aku keliru mengikuti pikirannya."
"Kalau Viktor Murasov benar mengagungkan ilmu pengetahuan. Justru ilmu pengetahuan itu
mengukuhkan keberadaan Tuhan. Setiap saat selalu ada penelitian ilmiah yang membuktikan
besarnya kekuasaan Allah. Bukti-bukti ilmiah yang menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Allah
sudah tidak terhitung lagi." Ayyas menghentikan aktivitas menyeruput sup itu demi merespons
kata-kata Yelena.
"Kemarin, kalau aku tidak salah menangkap, kau menyinggung tentang jenis-jenis athƩisme,
selain athƩisme yang dibawa oleh Nietzsche yang kemudian ditiru oleh Viktor Murasov. Benar?"
Ujar Yelena.
"Benar. Yang dikemukakan Nietzsche itu jenis athƩisme optimisme. Selain, itu ada athƩisme materialisme, athƩisme psikologi, athƩisme marxisme, athƩisme eksistensialisme, dan athƩisme neo positivisme."
"Aku perlu penjelasan tentang macam-macam athƩisme itu darimu, agar aku mengerti dan tidak
terjebak pada cara berpikir yang salah lagi. Bisa kau jelaskan?"
"Bisa. Jadi, sebenarnya athƩisme yang paling kuno adalah..."
Tiba-tiba Linor memutus, "Tahan sebentar, saya harus ke kamar sebentar. Tolong ditahan
sebentar saya juga ingin mendengar keterangan itu. Sebentar saja ya!" Linor langsung bergegas
ke kamarnya. Ternyata di kamarnya, tanpa sepengetahuan yang lain ia sedang mempertajam alat
sadapnya. Ia ingin merekam semua yang dikatakan Ayyas untuk nanti bisa dianalisis orang
seperti apa Ayyas sebenarnya. Setelah yakin bahwa ia akan bisa merekam dengan baik, ia kembali ke ruang tamu.
"E, sudah bisa dilanjutkan." Ucap Linor sambil duduk dan kembali mengambil kentang rebus. Ayyas menarik nafas terus menjelaskan,
"Kemarin sudah saya jelaskan, Nietzsche termasuk pemikir yang terjebak dalam athƩisme,
yaitu pemikiran yang mengingkari adanya Tuhan. Nietzsche mengatakan Tuhan telah mati. Saya
tidak perlu menjelaskan lagi bagaimana Nietzsche bisa sampai mengatakan begitu, kemarin sudah saya jelaskan cukup panjang. Juga sudah saya jelaskan kesalahan pemikiran dan keyakinan seperti itu.
Dan sebenarnya jenis atheisme yang paling kuno adalah atheisme materialisme. Ini adalah jenis atheisme yang paling tua. Sudah ada sejak kuno dulu. Dan pernah berkembang di zaman Nabi Muhammad ketika diutus oleh Allah.
Menurut orang-orang atheisme materialisme, wujud segala sesuatu didasarkan pada materi.
Materi adalah segala sesuatu yang bisa ditangkap oleh indera manusia. Bisa diketahui adanya
dengan diraba, dipegang, disentuh, dicium, ditangkap, dilihat dan seterusnya. Kursi itu ada karena manusia bisa menyentuhnya, bisa merabanya.
Udara itu ada karena udara bisa dihirup dan dirasakan gerakannya, semilirnya, hembusannya.
Cahaya itu ada karena bisa dilihat. Garam dalam kuah bakso itu ada karena bisa dirasa oleh lidah.
Menurut mereka, hakikat alam ini adalah materi atau benda. Jiwa dan pikiran adalah materi
juga, hanya sangat halus berbeda dengan materi yang lain. Dan menurut mereka segala yang tidak materi itu tidak ada. Tuhan bukan materi, Tuhan bukan benda jadi Tuhan tidak ada. Karena wujud Tuhan tidak bisa dilihat, ditangkap, diraba, disentuh, dirasa, dan diindera oleh manusia.
Orang-orang yang berpikiran seperti itu sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad berdakwah
di Makkah. Al-Quran, dalam surat Al Jaatsiyah menjelaskan, bahwa di Makkah ada sekelompok golongan yang tidak percaya adanya Tuhan dan hari kiamat. Mereka mengatakan: 'Kehidupan
ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa!
Perkataan mereka, 'Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja,' adalah pengingkaran kepada kehidupan hari kemudian, hari di mana manusia dibangkitkan dari kematian.
Kenapa mereka tidak percaya? Karena itu tadi, mereka berlandaskan pada materi yang bisa dilihat, diraba dan diindera. Menurut mereka alam itu ya alam dunia ini yang pada hakikatnya adalah materi. Di dunia inilah terjadi kehidupan dan kematian. Tidak ada alam selain dunia ini.
Kematian dan kehidupan menurut mereka terjadi begitu saja sesuai hukum alam. Menurut mereka, mereka mati begitu saja. Yang mematikan adalah masa atau waktu. Mereka mengatakan, 'Tidak ada yang membinasakan kita selain masaV Ini berarti, secara terang-terangan mereka tidak mengakui adanya Tuhan yang berkuasa menghidupkan dan mematikan.
Itulah atheisme materialisme. Paham atheism yang paling tua. Paham ini mencuat kembali pada
abad ke-17 dan ke-19. Di antara tokohnya yang terkenal adalah Kari Vogt, Huxely, Lamettra.
Kart Vogt pernah berkata, otaklah yang melahirkan kehidupan ini. Otak melahirkan pikiran
sebagaimana ginjal melahirkan air seni. Maksudnya, tidak ada wujud selain daripada materi.
Tuhan bukan materi, kata Vogt. Jadi ia tidak ada."
Ayyas berhenti sejenak. Yelena meneguk tehnya, Linor mencelupkan kentang rebus ke dalam sup borshnya.
"Ada lagi atheisme psikologi." Lanjut Ayyas.
"Atheisme psikologi? Agak aneh, baru kali ini saya dengar? Di sastra Inggris dulu saya tidak
mempelajari hal seperti ini sama sekali." Heran Yelena.
"Bisa dikatakan aneh memang. Psikologi semestinya menguatkan keimanan seseorang akan
keberadaan Tuhan. Karena psikologi adalah penjelajahan perasaan, batin, dan jiwa manusia. Semakin kenal manusia pada dirinya semestinya ia semakin dekat dengan Tuhannya. Pepatah Arab mengatakan, 'Man arofa nafsahu arofa Rabbahuf. Artinya, siapa yang mengenal dirinya pasti mengenal Tuhannya. Namun ternyata ada beberapa ahli psikologi sesat yang menggunakan alasan psikologi sebagai dalil mengingkari adanya Tuhan."
"Misalnya siapa?" Sahut Yelena. Linor hanya diam mendengarkan.
"Sigmund Freud dan Ludwig Van Feuerbach," jawab Ayyas.
"Itu nama yang tidak asing, sangat terkenal." Gumam Yelena.
"Benar. Kita tahu keduanya ahli psikologi Jerman pada abad ke-I9. Mereka berdua mengingkari Tuhan dengan alasan psikologi. Menurut mereka bertuhan adalah jiwa kekanakkanakan yang dibawa hingga dewasa. Menurut Freud, saat kecil manusia lemah. Ia mengalami banyak kekurangan untuk memenuhi kebutuhannya. Meja begitu tinggi bagi seorang bocah.
Ia tidak bisa menggapai benda di atasnya. Kursi terasa berat, ia tidak kuat mengangkatnya. Ia melihat ayahnya bisa melakukan apa saja. Mengambil benda di atas meja. Mengangkat kursi. Begitu mudah. Ia kagum pada ayahnya. Ayahnya ia lihat mahakuasa. Ia menjadi sangat memerlukan ayah.
Ketika anak itu sudah dewasa ia menciptakan Tuhan dalam benaknya. Tuhan yang ia sebut dalam doanya untuk memenuhi keinginan-keinginannya. Persis waktu ia kecil dulu saat minta ayahnya. Jadi Tuhan, menurut Freud, hanya rekayasa manusia saja untuk ia jadikan tempat
bertumpu atas segala keinginannya. Freud mengingkari adanya Tuhan dengan alasan seperti itu.
Agama menurut Freud dan Freuebach hanyalah cerminan keinginan manusia."
"O, jadi Freud juga mengingkari adanya Tuhan ternyata?"
"Ya, benar."
"Jenis atheisme berikutnya?
"Ini jenis atheisme yang tidak asing bagi kalian orang Rusia, yaitu atheisme marxisme. Inilah
atheisme yang paling populer di abad modern ini. Di negeri kalian inilah jenis atheisme ini pernah jadi ideologi negara. Tentu saja kalian sangat hafal pencetus atheisme ini adalah Karl Marx. Kemudian diteruskan oleh Lenin, dikukuhkan oleh Stalin, dan dilestarikan oleh para penerusnya. Marxisme inilah yang melahirkan komunisme.
Dan pernah berkembang dengan kecepatan luar biasa, sampai-sampai hampir sepertiga penduduk
dunia memeluknya. Di Indonesia ideology marxisme dan komunisme pernah hidup dan
berkembangan pesat. Ideologi itulah yang menjadi jiwa Partai Komunis Indonesia atau PKI,
yang hampir meruntuhkan Republik Indonesia dengan pemberontakan G 30/S PKI pada tahun
1965.
Karl Marx membangun ideologinya yang mengingkari Tuhan dengan menggabungkan atheisme materialisme dan atheisme psikologi. Ia terang-terangan memusuhi Tuhan dan memusuhi agama. Ia mengatakan agama adalah candu masyarakat. Ia menyerukan untuk memberantas agama. Karena ia memandang agama adalah khayalan manusia yang gagal membangun surge di dunia, lalu ingin membangun surga di akhirat. Surga di akhirat hanya khayalan belaka. Agama merusak pikiran manusia. Begitu menurut dia. Sebaliknya marxisme yang dia bawa mengajak manusia mendirikan surga di dunia. Dunia adalah segalanya, manusia harus membangun surganya di dunia. Begitulah inti pemikiran Karl Marx."
"Masih ada dua macam ya kalau tidak salah?" tanya Yelena.
"Ya, masih ada dua macam atheisme. Pertama atheisme eksistensialisme, tokohnya bernama Jean Paul Sartre dari Perancis, dan kedua atheism neo positivisme tokohnya Moritz Schilck dan kawan-kawannya dari kelompok pemikir Wina."
"Terus runtutan pemikiran atheisme eksistensialisme dan atheisme neo positivisme seperti apa?"
Ayyas mengerutkan keningnya. Ia diam sebentar, kemudian berkata,
"Terus terang yang dua terakhir ini saya agak lupa. Saya khawatir kalau menjelaskan nanti malah
salah. Saya tidak boleh asal bicara. Ini masalah ilmiah, ada pertanggungjawaban ilmiahnya.
Untuk yang dua macam ini kaucari sendiri di buku-buku bacaan. Yang jelas inti pemikiran
mereka sama dengan jenis atheisme yang lainnya, yaitu tidak mengakui adanya Tuhan.
Tuhan dianggap khayalan manusia. Manusialah yang menciptakan Tuhan dalam otaknya, bukan
Tuhan yang menciptakan manusia. Begitu pemikiran dan keyakinan mereka!"
"Baiklah. Manusia memang terkadang lupa. Tak apa. Sekarang kalau boleh, saya ingin tahu di
mana letak kesalahan masing-masing atheism itu? Kalau atheisme optimisme yang dicetuskan
oleh Nietzsche sudah runtuh, kauruntuhkan argumennya. Dasar falsafahnya sangat lemah dan
jauh dari kebenaran. Sekarang bagaiman dengan atheisme materialisme yang lain?" Yelena menyela penjelasan Ayyas.
"Mari kita bahas satu per satu. Kita mulai dari atheisme materialisme. Mereka meniadakan
Tuhan dengan alasan Tuhan bukan materi. Tuhan tidak ada karena tidak bisa ditangkap panca indera," sahut Ayyas.
Ayyas kemudian melanjutkan penjelasannya,
"Alasan para penganut faham materialisme itu sangat lemah. Pada kenyataannya manusia mengakui adanya sesuatu yang bukan materi. Misalnya hukum. Hukum itu non materi. Dan
hukum itu ada. Diakui semua manusia termasuk para pengikut materialisme. Contoh lain adalah
ide. Siapa bisa mengindera ide? Ide diakui ada begitu saja dalam pikiran manusia. Ide. Tapi ide
itu ada. Juga spirit. Spirit ada begitu saja, masuk dalam jiwa manusia. Sama seperti ide, spirit tidak bisa dilihat, disentuh, dicium atau dirasa dengan panca indera. Tapi spirit itu ada, tak ada yang mengingkarinya."
Yelena berhenti sejenak. Tangan kanannya mencuil roti hitam dan memasukkan ke dalam
mulutnya. Sementara Linor tetap diam memerhatikan dengan tetap menyantap hidangan makan
pagi itu pelan-pelan.
Ayyas menyambung,
"Contoh lainnya lagi 'waktu’. Siapa bisa melihat waktu? Waktu bukan benda. Bukan materi. Tidak bisa ditangkap indera manusia. Dengan kamera secanggih apa pun manusia tidak bisa
memotret waktu, bentuknya seperti apa. Sebab waktu memang bukan benda, bukan materi. Tapi
waktu itu ada, tak ada yang menyangkalnya. Otak manusia meyakini begitu saja waktu itu ada.
Jadi, banyak sekali hal-hal yang non materi yang diakui keberadaannya oleh manusia. Jika mereka bisa mengakui adanya hukum, ide, spirit dan waktu yang bukan materi, yang tidak bisa ditangkap panca indera, kenapa mereka mengingkari adanya Tuhan? Jadi, alasan mereka
mengingkari adanya Tuhan itu sangat lemah. Tuhan itu ada, sebagaimana waktu ada. Bahkan,
Tuhanlah yang menciptakan waktu dan segala yang ada!"
"Kalau atheisme psikologi yang dibawa Freud dan Feuerbach lemahnya dari sisi apanya, Ayyas?" Gumam Yelena sambil mengunyah roti hitam.
"Dari segala sisinya lemah. Dari awal sampai akhir dasar falsafah mereka lemah. Kita tanya
pada anak-anak kecil di sekitar kita tentang Tuhan, mereka akan menjawab Tuhan itu ada.
Jadi pengalaman psikologi seperti yang digambarkan Freud sangat jauh dari kebenaran. Freud
menggambarkan, ketika orang sudah dewasa dia menciptakan Tuhan dalam benaknya. Yaitu
Tuhan yang dia sebut dalam doanya untuk memenuhi keinginan-keinginannya. Persis waktu
ia kecil dulu saat minta tolong ayahnya. Ini sungguh gambaran yang sangat lucu sekali. Bagaimana dengan orang yang sejak kecil telah mengenal Tuhan, dan mengakui Tuhan itu ada?
Atau bagaimana dengan anak yatim piatu yang tidak punya bapak dan tidak punya ibu. Hidup sebatangkara sejak kecil, namun ketika dewasa mengakui adanya Tuhan. Apakah Tuhan yang
diakuinya terlahir dalam benaknya sekadar untuk memenuhi keinginan-keinginannya, persis waktu ia kecil dulu saat minta tolong ayahnya. Bagaimana ia punya pengalaman minta tolong pada ayahnya padahal ia tidak punya ayah?"
Sampai di situ Ayyas berhenti sebentar. Ia mengambil cangkirnya dan menyeruput tehnya yang mulai dingin. Ia kembali angkat suara,
"Freud dan Feuerbach sama-sama meyakini bahwa agama tak lain hanyalah cerminan keinginan manusia. Karenanya, agama juga khayalan otak manusia belaka. Pertanyaannya, benarkah agama itu merupakan keinginan-keinginan? Kodrat manusia menghendaki terpenuhi secara baik kebutuhan jasmani dan ruhaninya.
Nafsu seks manusia menghendaki perhenuhan dengan wanita mana saja tanpa batasan atau larangan. Demikian pula nafsu perutnya.
Tetapi agama melarang pemenuhan demikian. Manusia wajib memenuhi tuntutan perut dan seksnya dengan beberapa aturan. Manusia wajib menjaga dorongan seksnya. Manusia tidak boleh melampiaskan keinginan seksnya kecuali pada pasangannya yang sah. Manusia tidak boleh mengisi perutnya kecuali dengan yang halal. Manusia harus mengerjakan shalat, puasa, membayar zakat, shadaqah dan itu bukan suatu keinginan. Tapi kewajiban dan tuntutan yang diajarkan agama.
Jika manusia merupakan keinginan, mengapa banyak rasul yang membawa agama itu justru
menderita, disingkirkan, diteror, bahkan ada yang dibunuh. Jika agama cerminan keinginan, seharusnya semua rasul diterima dengan penuh sukacita oleh kaumnya. Kenyataannya adalah sebaliknya.
Jadi tidak benar agama merupakan keinginan-keinginan. Dan tidak benar anggapan Tuhan hanya rekaan benak manusia. Tuhan memang benar-benar ada. Dan agama yang benar seperti Islam adalah agama yang diwahyukan Tuhan. Bukan cermin keinginan-keinginan manusia!"
"Berarti tinggal Karl Marx." Kata Yelena.
"Marx mendasarkan falsafahnya pada materialism dan pemikiran Freuerbach. Dan satu per satu telah kita runtuhkan di depan. Kita tinggal melihat alasan kebenciannya pada agama. Marx mengatakan agama adalah candu yang meninabobokan manusia kepada kehidupan khayali.
Pernyataannya itu tidak berlaku untuk semua agama, terutama Islam. Islam itu tidak hanya
membangun kebahagiaan di akhirat, tetapi juga kehidupan di dunia. Bahkan dunia ini dijadikan
sebagai ladang kebahagiaan akhirat.
Rasul Islam yaitu Muhammad Saw. Menyeru kepada umatnya untuk bekerja keras membangun
kejayaan duniawi, sebagaimana menyeru umatnya beribadah sebaik-baiknya untuk membangun
surga ukhrawi. Islam sendiri dengan terang dan tegas memerintahkan pemeluknya agar berkerja
untuk dunianya seakan-akan mereka akan hidup selamanya, dan beribadah untuk akhiratnya
seolah-olah mereka akan mati besok pagi!'
Dalam hadis yang lain Rasul memberitahukan, seseorang yang bekerja untuk anak-anaknya,
maka pahalanya sama dengan berjuang di jalan Allah. Beliau juga menjelaskan, harta yang
diinfakkan untuk jihadfi sabilillah, harta yang digunakan untuk memerdekakan budak, harta yang
diberikan pada fakir miskin dan harta yang dibelanjakan untuk keluarga, di antara semua itu,
maka yang paling besar keutamaannya adalah harta yang dibelanjakan untuk keluarga. Betapa
Islam mengajak manusia mencapai kebahagiaan dunia.
Lalu Rasulullah menegaskan, 'Dunia adalah ladang akhirat!' Kaitan dunia dengan akhirat begitu
eratnya. Yang dipetik di akhirat adalah apa yang ditanam di dunia. Tanpa keberhasilan seseorang menempatkan dirinya di dunia ia tidak akan berjaya di akhirat. Islam mengajarkan keseimbangan
dunia dan akhirat. Tidak boleh ada yang timpang salah satunya. Begitu Islam mengajarkan."

“Sudah cukup jelas. Penjelasanmu runtut dan memaham-kan. Bahkan bisa membuat orang terpana. Wajar kalau pembicara yang di sampingmu yang cantik itu sampai menciummu begitu
kau selesai berbicara. Kelihatannya dia jatuh cinta padamu. Siapa namanya? Anastasia Paz.. siapa... Pazzo?" Ujar Yelena sedikit meledek.
"Anastasia Palazzo." Linor membetulkan.
"Iya, Anastasia Palazzo! Kau dekat dengan dia ya? Kau kelihatan akrab sama dia?" Goda
Yelena.
"Hanya kenal biasa saja." Jawab Ayyas.
"Kau suka sama dia?"
"Ah, itu bukan urusanmu. Iya kan?" Jawab Ayyas sambil tersenyum.
Tiba-tiba ia jadi ingat pada Doktor Anastasia Palazzo. Dia mungkin sedang menunggunya di ruang Profesor Torpskii di kampus Universitas Negeri Moskwa atau biasa
disebut MGU.
Ayyas langsung ingat ikrarnya.
Ia harus menghajar nafsunya, dan melibasnya, tanpa ampun. Ia tidak boleh memberi harapan
sedikit pun kepada nafsunya untuk mengindera segala hal yang berkaitan dengan Anastasia.
Maka ia langsung mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan persoalan Yelena.
"Kau sudah menemukan jalan keluar untuk persoalanmu?" Ayyas memandang Yelena sekilas.
"Persoalan yang mana?" Yelena ganti bertanya.
"Yang berkaitan dengan Olga Nikolayenko." Yelena langsung ingat sesuatu. Ia hampir lupa.
Ia harus bergerak hari ini juga. Ia harus menjalankan semua saran dan rencana Linor sebaik-baiknya. Ia tidak boleh gagal jika ingin hidup tenang dan merdeka di Moskwa. Maka dengan
mantap Yelena menjawab,
"Untuk persoalan itu, puji Tuhan, aku sudah menemukan jalan keluar yang baik."
"Syukurlah jika demikian." Sahut Ayyas ikut senang.

Siang itu Anastasia duduk termenung di stolovaya Fakultas Sejarah. Ia duduk di kursi yang
biasa ia duduki jika makan siang bersama Ayyas. Ia tidak mengambil makanan apa pun. Hanya
secangkir teh panas yang ada di hadapannya. Ia kembali kecewa.
Siang itu adalah hari keempat Ayyas tidak datang ke MGU. Juga hari keempat Ayyas tidak
memberi kabar kepadanya, sama sekali tidak mengirim sms, tidak juga izin. Biasanya jika
tidak datang Ayyas memberitahunya, la sudah mengirim sms, menanyakan kabar, dan tidak ada
balasan. Ia sudah berkali-kali menelpon tapi nomor yang biasa Ayyas gunakan sama sekali tidak bisa dihubungi. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia ingin Ayyas datang dan ia ingin
menyampaikan apa yang telah membuncah dalam hatinya dan ingin ia sampaikan kepada
Ayyas.
Tak jauh di depannya sepasang mahasiswa makan berhadapan begitu mesra. Kelihatannya
mereka sepasang kekasih.
Sesekali bergurau dan tertawa. Anastasia ingin Ayyas ada di hadapannya dan makan siang bersamanya. Ia ingin melihat Ayyas tertawa. Ia baru sadar selama ini ia belum pernah melihat Ayyas tertawa lebar seperti dua mahasiswa itu. Yang ia lihat dari Ayyas hanyalah senyum, atau tertawa yang ditahan.
Anastasia mengambil cangkir tehnya. Ia hisap teh yang masih hangat itu. Kehangatan teh itu
mengalir ke seluruh tubuhnya dan membuat pikirannya terasa lebih hangat dan lebih terang.
Sekonyong-konyong ia melihat Bibi Parlova datang. Pasti orang tua itu akan mengabarinya sesuatu. Ia berharap memberi kabar, bahwa Ayyas telah datang dan ada di ruang Profesor Tomskii.
"Masih mau berlama-lama di sini, Doktor?" Tanya Bibi Parlova begitu ada di depan Anastasia.
"Ada apa Bibi Parlova?" Anastasia balik bertanya.
"Ada tamu penting."
"Siapa? Ayyas?"
"Doktor ini selalu saja tertuju pada anak muda itu. Bukan. Bukan dia."
Jawaban Bibi Parlova membuat Anastasia kecewa sekaligus malu. Ia jadi malu dianggap selalu memikirkan anak muda itu. Sampai Bibi Parlova mengatakan seperti itu. Tapi ia berusaha
bersikap biasa saja.
"Jadi siapa?"
"Dua orang lelaki dan perempuan. Mereka bilang dari stasiun televisi pemerintah. Mereka saya
persilakan menunggu di ruang Profesor Tomskii."
"Baik. Minta mereka menunggu sebentar. Aku mau menghabiskan teh hangat ini dulu."
"Baik, Doktor." Ucap Bibi Parlova sambil membenarkan letak kaca mata bundarnya. Perempuan
gemuk agak pendek itu lalu bergegas meninggalkan stolovaya. Pakaiannya seperti  tidak pernah diganti. Ia memakai mantel tebal cokelat tua, dan mengenakan kerudung kosinka putih lazimnya perempuan tua di desa-desa Rusia.
Anastasia Palazzo kembali meneguk the hangatnya. Ia masih bertanya-tanya kenapa Ayyas
tidak datang dan tidak memberinya kabar sama sekali? Apakah dia sakit? Kalau hanya sakit
kenapa tidak memberinya kabar seperti beberapa waktu yang lalu? Atau sesuatu yang buruk telah terjadi pada Ayyas yang menyebabkan dirinya tidak sempat memberinya kabar? Ia berharap hal itu tidak terjadi. Atau, dirinya tidak sengaja melakukan kesalahan pada Ayyas dan Ayyas marah padanya? Tapi kesalahan apa? Atau Ayyas diam-diam juga jatuh hati padanya dan setelah ia cium ia takut salah tingkah jika bertemu dengannya?
Anastasia tersenyum, meskipun tidak yakin, kemungkinan yang terakhir itulah yang kini terjadi
pada diri Ayyas. Ia pernah membaca sebuah buku tentang tanda-tanda orang jatuh cinta, di
antaranya adalah berpura-pura menjauh tapi sebenarnya ingin bertemu. Itulah yang kini terjadi
pada Ayyas, menurut analisis Doktor Anastasia.
Ia memperkuat analisisnya itu dengan sebuah keyakinan yang tumbuh di hatinya begitu saja,
bahwa pada saat cinta itu terbit di hatinya, cinta itu juga terbit di hati Ayyas. Ia tidak mungkin
tidak jujur pada dirinya sendiri, bahwa ia entah kenapa bisa jatuh cinta pada pemuda yang secara
fisik tidak istimewa itu. Tetapi ia mengakui, ia jatuh cinta padanya. Dan ia yakin cintanya tidak
bertepuk sebelah tangan. Ia teringat puisi Jalaluddin Rumi yang pernah dibacanya,

Apabila cinta ada di hati yang satu
pasti juga cinta itu ada di hati yang lain
karena tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain.

Dengan mata berbinar dan hati berbunga Anastasia bangkit dari kursinya. Ia sudah memutuskan,
jika sampai petang nanti Ayyas tidak datang, ia akan mencari pemuda itu di apartemennya. Ia memang belum pernah mengunjungi aparteman Ayyas. Tapi ia yakin bisa menemukannya. Alamat apartemen itu ada dalam formulir resmi yang harus diisi Ayyas saat mengurus administrasi pendaftarannya sebagai visiting fellow.
Kini ia akan menemui orang-orang dari televise itu dulu. Ada apa, tiba-tiba mereka menemuinya? Apakah akan ada wawancara seputar sejarah? Atau pihak televisi mau membuat program kerja sama dengan Fakultas Sejarah? Ada banyak pertanyaan tiba-tiba keluar begitu saja
dari ubun-ubun kepalanya. Dan pertanyaan itu akan segera terjawab ketika ia menemui dua orang dari stasiun televisi itu.
"Dabro dent. (Selamat siang).” Sapa Doktor Anastasia begitu masuk ruangan Profesor Tomskii.
Dua orang dari sebuah stasiun televisi itu langsung bangkit dari duduknya dan dengan suara hampir bersamaan menjawab, "Dabro dent” Setelah berjabat tangan mereka bertiga duduk.
"Yah kami dari stasiun televisi pemerintah. Kenalkan saya Andreyev, dan ini teman saya
Mariana. Kami datang untuk sedikit merepotkan Doktor Anastasia Palazzo." Lelaki muda
berbadan subur dan berkaca mata tebal memperkenalkan dirinya dan temannya, seorang perempuan yang juga muda bermuka lonjong, berhidung mancung, tapi berbibir tebal.
"Apa yang bisa saya bantu?" Kata Anastasia tenang.
"Kalau tidak salah Anda yang beberapa hari lalu jadi pembicara di seminar tentang ketuhanan?" Perempuan muda bernama Mariana membuka suara.
"Benar. Saya salah satu pembicaranya."
"Pembicara yang lain kalau tidak salah dari Indonesia. Dan dia jadi pembicara atas rekomendasi
Doktor Anastasia. Benar?" Tanya Mariana lagi.
"Iya benar. Kenapa kalian menanyakan itu?"
"Tidak apa-apa. Hanya untuk meyakinkan saja. Begini Doktor Anastasia Palazzo. Kami
mempunyai acara yang kami beri judul "Rusia Berbicara". Doktor pasti tahu itu. Itu adalah acara
live berbentuk talk show membicarakan banyak hal yang sedang hangat dan layak diperbincangkan di Rusia. Acara seminar kemarin itu ternyata mendapat pemberitaan yang luas di koran-koran, dan banyak pemirsa meminta kami menghadirkan para pembicara seminar dalam
acara talk show kami." Mariana menjelaskan dengan kedua mata tidak lepas memandangi wajah
Doktor Anastasia.
"Ooo itu bagus." Anastasia merespons.
"Kedatangan kami ini, pertama kami minta kesediaan Doktor Anastasia Palazzo menjadi
narasumber di acara talk show itu. Dan yang kedua, kami minta bantuan Doktor Anastasia
Palazzo untuk bisa menghadirkan pembicara dari Indonesia itu. Sebab kami sama sekali tidak tahu kontak dan alamatnya. Atau Doktor Anastasia membukakan jalan, nanti kami yang menindaklanjutinya secara profesional."
"Boleh. Saya akan bantu. Kapan rencana acaranya?"
"Tiga hari lagi."
"Mepet sekali."
"Untuk tema-tema hangat selalu begitu Doktor. Kalau kita menunggu lebih lama lagi, sudah
terlanjur basi. Dan acara itu tidak akan mendapatkan perhatian yang bagus dari pemirsa." Kali ini Andreyev yang menjawab.
"Baik. Saya paham."
"Kami berharap besok siang semuanya sudah pasti. Artinya kami sudah mendapat kejelasan
mengenai pembicara dari Indonesia itu." Andreyev memberikan penegasan.
"Saya akan usahakan." Kata Anastasia mantap dengan wajah cerah. Kini ia punya alasan yang
sangat kuat kenapa harus mendatangi apartemen Ayyas, jika sampai nanti petang anak muda itu
tidak juga datang.
Ia yakin, Ayyas pasti akan sangat senang mendengar berita yang akan disampaikannya. Hati Anastasia bertambah harus dipenuhi bunga- bunga kebahagiaan. Dalam hati ia mengucap puji
syukur kepada Tuhan. Ia semakin yakin bahwa rasa cintanya ini memang dikaruniakan oleh
Tuhan. Dan Tuhan begitu indah mengaturnya. Tuhan mendatangkan dua orang dari stasiun televise itu untuk memberikan jalan yang lebar dan lurus baginya agar menemui Ayyas. Dalam hati ia berdoa, "Semoga Tuhan terus menolong orangorang yang sedang jatuh cinta seperti dirinya."

***


Siang itu Ayyas menemani Pak Joko Santoso mengantarkan istrinya ke Bandara Internasional
Domodedovo. Ia ditelpon Pak Jako ketika sedang asyik membaca kitab Adabud Din Wad Dunyanyz Imam Al Mawardi. Saat itu Yelena sudah pergi entah ke mana, dan Linor sudah berangkat kerja.
Jadwal kepulangan istri Pak Joko tiba-tiba dimajukan sepuluh hari dari jadwal semula, jadi Ayyas akan bisa lebih cepat pindah dari apartemen yang selama ini ditinggalinya. Ia akan jauh
merasa lebih aman dan lebih nyaman tinggal bersama Pak Joko Santoso yang sebangsa dan
setanah air dengannya. Juga seiman dan seakidah tentunya.
Istri Pak Joko naik pesawat Emirates Airlines. Dia akan melakukan perjalanan kurang lebih
delapan belas jam untuk sampai ke Jakarta. Benar-benar perjalanan yang melelahkan. Ayyas
melihat bagaimana Pak Joko meneteskan airmata melepas sang istri tercinta. Bagitu juga sang istri, nampak tidak kuat menahan isak tangisnya. Tetapi begitulah, mereka berdua, suami istri itu
memilih untuk berpisah sementara.
Dalam perjalanan pulang dari bandara, Pak Joko bercerita, istrinya terpaksa harus pulang untuk
menemani ibu sang istri yang kini sendirian di Bandung. Ibu mertua Pak Joko sudah mulai
sakit-sakitan. Anak perempuan satu-satunya adalah istri Pak Joko. Sang ibu mertua meminta istri
Pak Joko menemaninya di Bandung, karena adik istri Pak Joko yang selama ini menemani sang
ibu mertua harus tugas ke luar Jawa bersama istri dan anaknya. Ditambah lagi, ibu mertua Pak Joko sudah mulai sakit-sakitan, sehingga tidak kuat lagi mengasuh dan mengawasi dua anak Pak
Joko yang selama ini dititipkan di Bandung.
"Ini demi kebaikan bersama, harus ada pengorbanan Mas Ayyas. Biarlah istri di Bandung mengasuh anak dan merawat ibunya, sementara saya di sini dulu mencari nafkah. Saya rencanakan saya akan bertahan paling lama tiga tahun saja di Moskwa ini. Tidak mudah hidup di sini tanpa ditemani seorang istri. Semoga Allah senantiasa memberi kekuatan, ketabahan, kesehatan dan menjaga iman dan Islam saya." Kata Pak Joko agak serak sambil terus mengemudikan mobil Volga yang ia pinjam dari Pak Ismet.
Dan dengan khusyuk Ayyas menjawab, "Amin."
"Mas Ayyas belum menikah kan?"
"Belum Pak Joko."
"Sudah ada calon."
"Yang benar-benar pasti belum. Saya pernah tertarik dengan seorang gadis. Saya langsung
mendatangi rumahnya. Kami bertunangan. Kemudian suatu hari gadis itu membebaskan saya dari ikatan pertunangan. Jadi, statusnya saya ini tidak lagi bertunangan dengannya."
"Apa gadis itu kini sudah menikah?"
"Saya tidak tahu."
"Agak tidak jelas ya?"
"Tapi saya mengatakan akan setia padanya."
"Sebaiknya kau hubungi lagi keluarga gadis itu. Kau pertegas, kalau iya ya iya, kalau tidak ya
tidak. Jangan hanya janji setia seperti itu yang tidak jelas. Meskipun gadis itu yang membebaskan ikatan pertunangan denganmu, tapi ketika kau menjanjikan akan setia padanya seolah-olah masih bertunangan. Padahal sebenarnya tidak. Kau sendiri juga tidak jelas. Kalau kau mengharapkan gadis itu, ternyata tiba-tiba dia menikah kau tidak bisa menyalahkan dia. Kau
sendiri ketika suatu saat menemukan orang yang menurutmu layak untuk kaunikahi bisa ragu, karena harus setia padanya, sebab telah berjanji untuk setia padanya. Saran saya, kau perjelas lagi saja. Meskipun jauh, di era sekarang ini dunia seperti dilipat jadi sangat dekat. Kau bisa menelpon, bisa kirim sms atau email."
"Saran Pak Joko sangat berarti bagi saya."
"Oh ya, jadi kamu akan pindah menemani aku kapan?"
"Paling cepat ya besok Pak. Tidak mungkin malam ini."
"Tapi malam ini kalau mau menginap di rumahku boleh saja.
"Iya Pak, saya pikirkan."
"Kau bisa masak?"
"Bisa Pak."
"Bagus. Kita akan punya kerja sedikit besar."
"Apa itu Pak?"
"KBRI akan kedatangan tamu-tamu pengusaha dari Tanah Air. Ada tiga puluh orang. Lha
KBRI mau mengadakan jamuan makan. Sebagian sudah pesan pada restoran Rusia yang halal. Tapi untuk menambah lengkapnya KBRI mau menyediakan juga menu Indonesia, atau paling tidak yang pas untuk lidah Asia Tenggara. Soalnya nanti duta-duta dari negara-negara Asia Tenggara juga mau diundang di jamuan makan. Lha, saya sudah menyanggupi untuk membuat rendang."
"Lha bumbunya ada Pak?"
"Belum ada."
"Terus bagaimana?"
"Saya sudah melihat jadwal keberangkatan mereka dari Jakarta, dan saya sudah mendapat nama dan alamat orang-orang itu. Salah seorang di antaranya ada yang dari Bandung. Saya sudah minta istri saya untuk nitip bumbu rendang ke orang yang dari Bandung itu. Bumbu rendang yang siap saji saja tidak apa-apa."
"Lha tamu kok malah dititipi tho Pak. Apa mereka mau dititipi? Apalagi kalau ternyata mereka bos perusahaan besar."
"Ya dicoba saja. Kalau tidak ada bumbunya ya nanti kita ganti menu yang lainnya."
"Beberapa waktu yang lalu saya masuk restoran Libanon. Enak lho Pak menunya. Itu lidah Indonesia bisa masuk Pak."
"Apa namanya? Yang di mana?"
"Kalau tidak salah namanya Sindebad's. Di daerah dekat-dekat Arbat."
"Wah saya belum pernah ke sana. Apa kita makan malam di sana?"
"Jangan Pak. Lebih baik kita masak di rumah. Saya yang masak. Nanti Pak Joko cicipin rasanya."
"Boleh itu. O ya, kemarin Pak Kepala Sekolah dan seluruh guru SIM rapat. Hasilnya kita akan
mengundang seorang penulis dari Tanah Air ke Moskwa ini. Untuk memberikan pembekalan
menulis kepada murid-murid SIM, sampai mereka benar-benar bisa menulis dengan baik. Kita mencari penulis yang siap di sini paling tidak satu bulan. Sekarang ini sedang mencari
kandidatnya. Kalau Mas Ayyas ada usulan, atau Mas Ayyas punya kenalan seorang penulis andal, boleh?"
Mendengar penjelasan Pak Joko tentang rencana mendatangkan penulis itu, Ayyas langsung
teringat pada Ainal Muna yang telah mendapatkan penghargaan tingkat nasional dari pemerintah. Ayyas membayangkan, jika Muna yang datang ke Moskwa terus bisa menikah dengannya di Moskwa, sejarah hidupnya terasa akan sangat indah. Ia hampir saja menyebut nama Muna dan menjelaskan kelebihan-kelebihannya, tapi entah kenapa ada yang menahan lidahnya untuk mengucapkan nama itu. Justu yang keluar dari mulutnya adalah jawaban yang biasa saja,
"Ya insya Allah Pak, saya akan coba ikut mencari-cari."
Mobil Volga sederhana itu terus meluncur menuju tengah kota Moskwa. Ayyas disajikan
pemandangan yang indah. Kota yang tertata rapi, jalan yang lebar, bangunan zaman dulu yang
masih terawat baik dan masih dipakai, seolah tidak tergerus oleh modernisasi, dan salju yang
seolah membungkus semua benda, melahirkan pesona yang berbeda di mata. Ayyas membayangkan jika Muna yang diundang datang, dan ia bisa menikah dengan gadis itu di KBRI lalu menghabiskan akhir musim dingin dan melewati musim bunga dengan seorang istri yang ia cinta.
"Ya Allah, kabulkan. Amin." Lirih Ayyas dalam hati.

***


Sampai petang tiba Ayyas tidak juga datang. Anastasia Palazzo mencoba menghubungi nomor
yang pernah digunakan Ayyas untuk mengirim sms kepadanya. Tapi gagal. Nomor itu tidak bisa
dihubungi. Karenanya ia merasa tidak ada pilihan lain kecuali langsung mendatangi Ayyas di
kwartira (Dalam bahasa Rusia, apartemen ini disebut kwartira. Dan gedung bertingkat di mana
kwartira ini berada mereka namakan dom. Adapun ruangan atau kamar-kamar dalam apartemen
itu disebut komtana) atau apartemennya. Anastasia merasa tidak ragu untuk itu. Ia memiliki
alasan yang kuat yang sama sekali tidak akan membuatnya merasa malu.
Maka petang itu, diiringi salju yang turun tipis bagai kapas, Anastasia mengemudikan mobilnya
ke arah Smolenskaya. Hari sudah benar-benar gelap ketika ia merasa menemukan alamat dimana Ayyas tinggal. Doktor muda itu turun di depan dom tua yang terletak di Panvilovsky Pereulok. Sebuah bangunan zaman Stalin yang letaknya berhadapan dengan gedung mewah The White House Residence. Apartemen itu bisa dihitung dekat dengan stasiun metro Smolenskaya dan tidak jauh dari kawasan sibuk Golden Ring.
Anastasia memasuki dom itu. Di bawah sinar lampu lorong gedung apartemen itu ia melihat
catatan kecilnya. Kwartira yang ditinggali Ayyas ada di lantai tiga. Ia naik ke atas dengan tidak
tergesa-gesa. Tak lama kemudian ia pun sampai di depan pintu kwartira Ayyas. Anastasia menekan tombol bel dua kali.
Pintu terbuka. Seorang wanita tua menyembulkan mukanya dari balik pintu.
"Anda mau bertemu siapa?" Tanya perempuan tua itu.
"Maaf, saya mau bertemu dengan anak muda yang bernama Ayyas. Benarkah ini tempat tinggal Ayyas?"
"Ayyas yang dari Indonesia?" Perempuan itu balik bertanya.
"Ya. Benar."
"Kalau begitu Anda tidak salah kwartira. Disini memang tempat tinggal Ayyas."
"Ayyas ada?"
"Dia sedang pergi, sejak tadi siang dan belum pulang. Saat ini saya sendirian."
"Pergi sejak siang?" Gumam Anastasia agak kecewa. Iya.
"Kau tahu dia pergi ke mana?"
"Tidak. Itu bukan urusanku. Dia juga tidak memberitahukan kepadaku."
"Biasanya dia pulang pukul berapa?"
"Tidak bisa dipastikan. Dia pulang dan pergi tidak tentu waktunya. Ayo silakan masuk. Kita bisa berbincang-bincang sambil minum teh seraya menunggu dia pulang."
"Tidak usah, Bibi. Karena dia tidak ada, saya harus pergi. Saya tidak bisa menunggu sampai dia pulang. Apalagi menunggu tanpa sebuah kepastian."
"Kau ada pesan untuknya? Nanti bisa saya sampaikan. Oh ya siapa namamu?"
"Maaf saya belum memperkenalkan diri saya. Saya Anastasia Palazzo, temannya Ayyas di MGU. Nanti sampaikan saja bahwa Anastasia Palazzo mencarinya, penting!"
"Baiklah."
"Saya minta diri."
"Selamat jalan. Hati-hati."
Anastasia Palazzo melangkah pergi dengan dada agak sesak. Ia menuruni tangga dengan pikiran sama sekali tidak senang. Harapannya bertemu Ayyas lagi-lagi tidak kesampaian. Ternyata Ayyas tidak sakit, juga tidak ada sesuatu yang menimpanya. Pemuda itu masih tetap beraktivitas
setiap hari seperti biasa. Hanya saja tidak ke MGU. Terus ke mana saja dia selama ini?
Mengadakan penelitian di mana? Apakah dia selama ini ke Perpustakaan Negara? Atau sedang
sibuk mengadakan wawancara? Atau sedang menyelesaikan urusan penting lainnya?
Hati kecilnya sebenarnya memintanya untuk menunggu saja sampai Ayyas pulang. Tetapi harga dirinya mencegahnya. Apalagi ia tidak tahu persisnya kapan Ayyas akan pulang. Jika ternyata
Ayyas pulang tengah malam misalnya, apa dia harus menunggu pemuda itu sampai tengah malam? Bagaimana dengan harga dirinya sebagai perempuan terhormat kalau demikian?
Anastasia keluar dari dom tua itu. Ia hanya berharap, perempuan tua itu menyampaikan pesannya
kepada Ayyas dengan baik. Dan setelah Ayyas tahu bahwa ia sampai mendatangi apartemennya,
ia berharap Ayyas segera menemuinya dengan kesadarannya sendiri. Ia berharap pemuda itu paham, jika sampai ia bersusah payah mendatangi apartemennya, berarti ada sesuatu yang sangat penting yang harus dibicarakan. Tetapi bagaimana jika Ayyas tidak juga datang menemuinya?
Anastasia berpikir, dirinya mungkin terpaksa harus sedikit nekat dan samasekali menanggalkan
keangkuhan dirinya. Ia akan kembali mencari Ayyas ke apartemennya. Jika Ayyas pergi, ia akan menunggu di apartemennya sampai ketemu. Tak ada cara lain yang bisa ditempuhnya.
Anastasia menerobos salju tipis yang terus turun. Ia langsung masuk ke Pradonya. Dan sebentar
kemudian ia meluncur pulang ke apartemennya yang terletak tak jauh dari Galeri Tretyakov yang terkenal itu.

***


Dua perempuan itu pulang hampir bersamaan. Yelena lebih duluan datang. Begitu ia menghempaskan tubuhnya di sofa panjang, Linor datang membuka pintu. Yelena merasa lega, ia
telah melaksanakan semua petunjuk Linor. Ia berharap bahwa rencana Linor itu berjalan dengan baik dan menjadi jalan keluar bagi permasalahannya. Ia benar-benar ingin hidup merdeka.
Ia juga ingin agar Olga Nikolayenko dan suaminya mendapat pelajaran setimpal agar tidak
semena-mena.
Linor berjalan mendekati Yelena yang tetap merebahkan tubuhnya di sofa Linor duduk di
sofa sebelahnya. "Bagaimana, sudah kau kerjakan?"
"Sudah. Aku kerjakan persis seperti saranmu."
"Jadi kau letakkan di mana ponsel Sergei itu?"

"Aku letakkan di kamar mandi yang ada di dalam ruang pribadi Olga Nikolayenko, di
apartemennya yang ada di Tverskaya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar